49. Liburan dan Wejangan

5.1K 195 1
                                    


“Jagalah keluargamu, maka Tuhan akan menjaga kebahagiaanmu.”

🍀🍀🍀

Seminggu setelah menikah, Patra dan Syafa memutuskan untuk mengajak kedua putrinya pergi ke Dufan. Jangan ditanya betapa antusiasnya si kembar saat tahu mereka akan pergi ke tempat yang mereka inginkan. Mereka bahkan sudah memberitahu Sofi dan Dion, mereka pun berjanji akan membelikan oleh-oleh untuk keduanya.

"Jakarta itu jauh, ya, Pa?"

"Iya, Sayang. Sabar, ya. Kalau ngantuk, tidur aja. Nanti besok pagi kita ke Dufannya."

Mereka memilih berangkat Sabtu malam, tentu jalanan sangat padat. Namun, demi mewujudkan keinginan kedua putrinya, Patra merelakan dirinya untuk menyetir Bandung-Jakarta.

"Nanti bangunin, ya. Jangan ditinggal."

Syafa dan Patra terkekeh. "Enggak akan, Teh. Tidur aja, nanti Mama bangunin."

Maira mengangguk sambil tersenyum. "Oke, Mama. Selamat tidur."

Maira memejamkan matanya, menyusul sang adik yang sudah lebih dulu tertidur. Syafa tersenyum lega melihat kedua putrinya yang duduk di jok belakang sudah terlelap dengan tenang.

"Kalau kamu mau tidur, tidur aja, Sya."

Syafa menoleh ke sumber suara yang tak lain adalah Patra, suaminya. "Enggak mau, aku temenin kamu aja."

Patra tersenyum kecil sebelum akhirnya mengulurkan tangannya untuk mengusap kepala sang istri. "Kalau sudah ngantuk jangan maksain, ya."

Syafa mengangguk dengan senyuman persis seperti yang Maira lakukan beberapa menit lalu.

"Jadi, bagaimana rencana kamu ke depan?"

Syafa menyerngitkan dahinya. "Rencana apalagi? Soal kerjaan aku?"

Patra mengangguk. "Kalau memang mau, aku bantu. Aku enggak akan maksa kamu untuk kerja ataupun diam di rumah aja. Semua aku serahin sama kamu."

Tawaran Patra memang sangat menggiurkan. Suaminya itu menawarkan Syafa untuk membuka praktik sendiri. Jika boleh jujur, itu adalah salah satu impian Syafa sedari dulu. Namun, Syafa ragu karena membuka praktik sendiri pasti akan membutuhkan banyak biaya.

"Kalau masih soal biaya, asal kamu tahu aja, Sya. Itu semua enggak sebanding dengan pengorbanan kamu untuk kedua anak kita. Lagipula tugas suami memang memberikan yang terbaik untuk istrinya," ujar Patra yang memang sudah tahu perihal apa yang Syafa pertimbangkan.

Patra menoleh ke arah sang istri. "Kamu berhak memikirkan diri sendiri. Sekalipun sudah menjadi ibu dan istri, impian kamu juga harus dipenuhi."

"Kamu ikhlas aku kerja lagi?"

"Ikhlas, aku izinkan kamu, Sya. Anak-anak juga pasti mendukung Mamanya. Kelak, Maiza yang akan meneruskannya."

Syafa tersenyum sebelum akhirnya menganggukkan kepalanya ragu. Meski begitu, Patra bisa menangkap maksud sang istri. Istrinya mau.

Patra ikut tersenyum. "Nanti kita urus, ya. Kalau mau apa-apa lagi bilang, ya. Jangan dipendam sendiri. Sekarang kamu punya aku, begitupun sebaliknya."

"Iya, Kak. Makasih."

"Sama-sama," balas Patra. "Tidur, ya. Jangan maksain. Nanti kalau aku ngantuk, aku ke rest area juga."

Syafa patuh karena dia memang mengantuk. "Selamat malam, Kak."

"Malam."

Patra memandang kedua putrinya dari kaca lalu beralih pada Syafa. Mereka bertiga adalah alasan Patra bahagia. Mereka harta yang paling berharga untuknya.

Ma, Papa Dimana? [ Completed ] Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum