31. Pisah Untuk Kembali

6.6K 258 2
                                    


“Kau bahagia di sini namun rumahmu yang sesungguhnya bukan di sini.”

🍀🍀🍀

Waktu berjalan begitu cepat, itu pikir Syafa saat ini. Delapan tahun lalu, ia datang ke kota ini dengan tujuan untuk melupakan semua tentang Patra, lelaki yang ia cintai. Namun, tak ia sadari bahwa dirinya tengah mengandung anak dari pria yang pernah menjadi suaminya itu. Hal itu mengubah semua rencana Syafa, namun Syafa bersyukur dengan hadirnya dua putri kecilnya menjadikan sosoknya yang kuat.

Putri kecil yang ia lahirkan, kini perlahan beranjak tumbuh. Dulu, saat mereka lahir Syafa selalu takut. Takut akan kenyataan yang harus ia hadapi bahwa pernikahannya dengan papa mereka gagal, takut putrinya tak pernah merasakan kasih sayang ayah kandung. Namun, semua itu lenyap. Pikiran negatif itu tergantikan oleh kenyataan yang indah.

Patra di sini, ayah kandung dari anak-anaknya ada di sini. Menemaninya dalam acara pengambilan raport. Selama ini, hanya Syafa sendiri.

"Nilainya bagus ya, Bu, Pak. Ini silahkan dilihat."

Syafa dan Patra kompak menerima raport kedua anak mereka. Nilainya memuaskan, tak ada angka merah di sana.

"Semoga di sekolah barunya nanti Maira dan Maiza bisa meningkatkan prestasinya. Jika boleh saran, Maira bisa dimasukkan ke les lukis atau gambar. Akhir-akhir ini saya lihat perkembangan gambarnya cukup signifikan untuk anak seusianya."

"Begitu ya, Bu?" tanya Patra.

Wali kelas itu mengangguk. "Tapi jika Maira tidak berkenan, jangan dipaksa juga."

"Baik, Bu. Terima kasih."

Satu fakta baru untuk Syafa dan Patra. Anaknya mempunyai bakat yang dimiliki Patra. Sejak kecil, Syafa memang melihat diri Patra di putri sulungnya. Kini, bakat pria itupun melekat di diri putri sulungnya itu.

***

"Kalian mau pindah?" tanya Sofi yang langsung dijawab anggukan kompak Maira dan Maiza.

"Nanti kita enggak ketemu lagi dong?"

Maira mengangguk. "Maaf, ya."

"Kalian kenapa pindah? Aku nakal, ya?" tanya Sofi lagi.

Kali ini, si kembar kompak menggeleng. Sofi tak pernah nakal pada mereka. Bahkan selama ini Sofi selalu baik pada mereka. Sofi adalah orang pertama yang membuatnya merasakan sosok papa yang sesungguhnya.

Maiza meraih tangan Sofi untuk ia genggam. "Kamu baik, Sofi. Kita pindah karena mau lebih dekat sama papa, kakek dan nenek. Aku mau bisa ngerasain pulang langsung ketemu papa setiap harinya. Kalau ditanya sedih enggak aku pisah sama kamu, tentu kita sedih."

Maira mengangguk setuju. "Tapi kamu jangan khawatir. Nanti aku bakalan sering telpon kamu kok pakai ponsel mama. Kita telponan, ya. Nanti kalau aku udah ke Dufan, aku bakalan kirim oleh-oleh buat kamu."

Sofi tersenyum tipis, namun hatinya masih belum menerima hal itu. Teman terbaiknya akan pindah sekolah dan hanya ada dia yang tersisa di sini.

"Jangan lupain aku, ya," ucap Sofi.

"Enggak akan," jawab si kembar kompak sebelum akhirnya mereka memeluk Sofi erat.

Sejatinya, perpisahan memang selalu meninggalkan jejak luka. Namun, setidaknya mereka sudah berjanji untuk tidak saling melupakan.

Ma, Papa Dimana? [ Completed ] حيث تعيش القصص. اكتشف الآن