47. H-1

3.4K 217 2
                                    


“Aku harap setelah hari ini, saat aku mengingat kisah kita, hanya ada bahagia. Sekalipun ada air mata, ku pastikan air mata itu adalah air mata bahagia.”

🍀🍀🍀

Seharusnya sudah waktunya tidur siang namun kedua adik kakak itu tak bisa memejamkan matanya. Maira, sang kakak yang menempati tempat tidur di atas pun lantas turun karena panggilan dari adiknya yang berada di kasur bawah. Kasur mereka memang kasur tingkat, Maira menempati kasur atas sedangkan Maiza menempati kasur bawah.

"Susah tidur, ya?" Maira bertanya lembut pada adiknya itu.

Maiza mengangguk. "Teteh juga?"

"Iya."

Keduanya nampak terkekeh pelan. Menjadi anak kembar memang banyak sekali kebetulan seperti ini. Mereka selalu merasakan hal yang sama. Seperti susah untuk tidur sampai sakit pun pernah.

"Teteh kangen Malang enggak?" Maiza kembali buka suara.

"Kangen, kangen banget. Kalau Adek?"

Maiza mengangguk, tak bisa dipungkiri bahwa gadis itu sangat merindukan Malang. "Sofi lagi apa, ya?"

"Pasti lagi tidur siang."

"Iya juga, ya. Nanti mama marah enggak ya kita enggak tidur."

"Enggak kok, paling ditanya kenapa."

Hening, tak ada lagi percakapan. Keduanya bersandar ke tembok kamar mereka. Kamar ini baru sebentar mereka tempati, namun tak bisa dipungkiri mereka nyaman di sini.

"Mama sama papa nikah lagi, ya?" Kini, sang kakaklah yang mengawali percakapan keduanya.

"Iya, kemarin kita enggak sengaja denger waktu neni sama nenek ngobrol."

"Berarti selama ini mama enggak nikah sama papa atau mereka nikah tapi pisah?"

"Adek enggak tahu, Teh."

Keduanya kembali terdiam dengan pikiran masing-masing. Maira memikirkan percakapan yang tak sengaja ia dengar. Di percakapan itu, mengatakan bahwa sang mama dan papa akan menikah lagi besok. Pantas saja semuanya terasa sangat sibuk bahkan Maira dan Maiza sudah punya kebaya seragam.

"Tanya mama aja, yuk!" ajak Maiza sembari turun dari kasurnya.

"Serius?" Maiza mengangguk.

"Yaudah deh, ayo!"

***

"Belum pada tidur siang?" tanya Syafa pada kedua putrinya yang baru saja masuk ke kamarnya.

"Belum, Mama. Kita bobo di sini boleh?"

Syafa mengangguk. "Boleh dong, Sayang. Masa enggak boleh sih. Sini, Nak."

Maira dan Maiza lantas ikut bergabung dengan sang mama yang sudah lebih dulu rebahan di kasurnya. Maira di samping kiri sang mama dan Maiza di samping kanan sang mama. Sudah lama rasanya Syafa tak merasakan hal ini. Saat di Malang, mereka jarang tidur bersama karena tuntutan pekerjaan.

"Ma, kita mau tanya boleh?"

"Boleh, Sayang. Tanya aja, Teh. Nanti Mama bakalan jawab."

"Benar, ya?"

"Iya."

Maiza hanya menyimak, dia memeluk sang mama dengan tatapan lurus kepada wajah yang melahirkannya. Maiza suka memandang wajah mamanya, rasanya damai dan nyaman. Mamanya adalah segala bentuk kedamaian.

Ma, Papa Dimana? [ Completed ] Where stories live. Discover now