16. Patra dan Luka

9.3K 359 2
                                    


Nyatanya yang terluka bukan hanya aku, melainkan kita. Yang ku kira bisa membuatmu bahagia justru itulah alasanmu terluka.

🍀🍀🍀

Maira melangkah dengan senyuman bangga di wajahnya. Dia merasa menjadi anak paling bahagia karena hari ini dirinya diantar oleh sang papa. Pokoknya Maira akan pamer pada Sofi dan Dio. Lihat saja nanti.

"Maira Maiza kalian diantar sama Papa kalian!"

Panjang umur. Baru saja Maira ingin pamer pada gadis bernama Sofi, ternyata justru gadis kecil itulah yang lebih dulu menampakkan diri.

"Halo, Om. Kenalin nama aku Sofi. Aku temannya Maira sama Maiza," ucap Sofi sembari melambaikan tangannya.

Patra tersenyum. "Hai, Sofi. Kenalin Om ini Papanya Maira sama Maiza."

"Ih akhirnya Om pulang, ya. Aku senang tahu, Om. Yuk, masuk Om."

Akhirnya, Patra kembali melangkahkan kakinya bersama kedua anaknya dan juga Sofi, teman dari anaknya. Siapa sangka Patra bisa merasakan momen ini. Momen dimana dirinya bisa mengantarkan anaknya sekolah dan berkenalan dengan teman-teman anaknya. Hal yang sudah lama ia impikan.

"Wah suaminya bu Dokter ya, Mas?" Baru saja Patra memasuki kelas, pertanyaan dari salah satu wali murid kembali menghentikan langkahnya.

Patra tersenyum tipis. Dia bingung sekarang. Haruskah ia mengiyakan atau mengatakan yang sebenarnya.

"Kata bu Dokter kalian LDR, ya. Akhirnya bisa pulang lagi ya, Mas. Pasti kangen nih sama istri dan anaknya."

Kini, Patra terdiam sembari mencerna apa yang dikatakan salah satu wali murid itu.

Katakan jika Patra salah ya. Jadi, dapat ia simpulkan bahwa selama ini Syafa tak menceritakan bahwa mereka sudah berpisah. Iya kan?

"Saya lupa lho Mas mau ngabarin kalau acara hari ayah nanti harus baju samaan. Nanti kasih tahu bu Dokter, ya, Mas. Bu Dokter tuh lupa kita masukin ke grup wali murid. Kemarin baru ganti nomor soalnya."

Kini, Patra hanya bisa menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Pa," panggil Maiza sembari menarik ujung kemejanya.

"Kenapa, Nak?"

"Ayo antar duduk. Bentar lagi masuk."

Patra mengangguk sebelum akhirnya kembali menatap ke arah wali murid tadi. "Bu, saya duluan, ya."

"Iya, Mas. Silahkan. Jangan lupa kasih tahu bu Dokter, ya."

"Iya."

***

"Bi, kak Patra dimana?"

"Ini baru pulang kok yang ditanyainnya a Patra sih, Neng. Kangen?" goda Bi Diah sembari tersenyum jahil membuat Syafa menggeleng keras.

"Apa sih, Bi. Bukan gitu. Maksudnya itu dia kemana coba? Nganterin anak-anak?"

Bi Diah mengangguk.

"Ditungguin?" Lagi, Bi Diah mengangguk sebagai jawaban.

Mampus!

Syafa yakin ibu-ibu di sekolah si kembar akan mengajak Patra bicara termasuk soal dirinya yang mengatakan bahwa sedang LDR dengan suaminya. Bukan, bukan dirinya ingin menutupi soal perceraiannya namun Syafa malas saja menjelaskan pada mereka-mereka lagipula itu bukan hal penting bukan?

Ma, Papa Dimana? [ Completed ] Where stories live. Discover now