21. Syafa, Si Manusia Kuat

6.8K 310 0
                                    


“Selalu ada kemudahan di setiap kesulitan. Lantas, kapan? Kapan kemudahan itu datang?"

🍀🍀🍀

"Bi Diah, anak-anak sudah pulang?"

"Sudah, Neng. Mereka langsung tidur. Katanya capek sudah latihan buat acara besok. Sudah makan sama shalat duhur juga kok, Neng."

"Syukur kalau gitu. Syafa titip anak-anak, ya, Bi. Syafa pulang jam sembilan malam. Syafa lupa sama jadwal sendiri. Udah pusing rasanya kepala Syafa, Bi."

"Neng, sing sabar, ya. Jangan terlalu dipikirin. Dijalani saja. Percaya Gusti Allah maha baik. Pasti dikasih kemudahan."

"Aamiin. Makasih ya, Bi. Kalau gitu Syafa tutup dulu, ya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Syafa menghela napasnya, rasanya berat sekali beban yang ia pikul sekarang. Bila bisa, Syafa ingin selamanya menjadi putri kecil buna dan yayahnya. Saat itu, Syafa hanya harus menuruti semua keinginan kedua orangtuanya. Syafa hanya harus menjadi anak penurut saja.

Ting.

Notifikasi pesan masuk membuyarkan perandaiannya. Melihat nama Patra yang tertera, Syafa lantas langsung membuka pesan itu.

Kak Patra: Mama mulai stabil, tapi masih belum bisa ke ruang rawat inap. Anak-anak gimana, Sya?

Syafa bersyukur, setidaknya nenek dari anak-anaknya itu sudah stabil. Jika diingat, dulu saat dirinya masih menjadi istri Patra, mantan mama mertuanya itu memang pernah beberapa kali masuk rumah sakit karena asma yang dideritanya.

Syafa: Syukur Alhamdulillah kalau begitu, Kak. Anak-anak tidur kata bi Diah. Memang sudah waktunya tidur siang

Tak berselang satu menit, balasan Patra pun kembali muncul.

Patra: Mereka udah tahu, Sya? Aku ngerasa bersalah, Sya

Syafa: Belum, Kak. Kakak fokus sama mama kak Patra dulu aja. Anak-anak aman sama aku. Percaya sama aku, kan? Aku bisa, Kak. Maaf, maaf semua ini salah aku. Kalau aja dulu aku enggak nekad pergi, mungkin ceritanya enggak gini. Aku benci diriku yang dulu, Kak. Kenapa dulu aku senekad itu. Sok banget ya aku? Sok banget bisa hidup tanpa suami padahal rasanya sulit apalagi harus ngadepin dua anak sekaligus. Rasanya capek, Kak. Capek banget.

Kali ini, bukan lagi pesan yang Syafa terima, melainkan sebuah panggilan masuk dari Patra. Syafa menolak panggilan itu, Syafa benci dirinya yang lemah. Syafa tak ingin Patra mendengarkan tangisannya.

Kak Patra: Angkat, Sya. Kamu enggak salah. Ingat itu, Sya. Kamu juga berhak bahagia. Sabar, Sya. Sebentar lagi, aku bakalan ngurus anak-anak sepenuhnya. Aku bakalan jadi papa buat mereka dan bantuin kamu. Aku janji, Sya. Take your time, enjoy your life. Kamu berhak untuk itu. Apapun keputusan yang pernah kamu buat

***

"Ma, papa kok enggak pulang?"

Syafa masih berusaha tersenyum manis saat disambut pertanyaan itu oleh putri sulungnya. Syafa lelah bekerja, namun saat sampai di rumah dirinya harus menghadapi situasi seperti ini.

Ma, Papa Dimana? [ Completed ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang