26. Papa

6.1K 281 0
                                    


“Tak peduli kecewa yang kemarin karena pada dasarnya anak membutuhkan sosok papanya.”

🍀🍀🍀

"Kak."

Patra mengurungkan niatnya untuk membuka pintu mobil miliknya yang selama ia pulang kemarin disimpan di rumah Syafa. Pria itu menoleh ke sumber suara yang tak lain adalah Syafa. Syafa berdiri beberapa meter darinya sebelum akhirnya wanita itu perlahan berjalan mendekatinya.

"Anak-anak jangan dikasih jajan, ya. Aku udah beli banyak cemilan belum lagi Kak Patra juga bawa banyak jajanan. Kalau beli jajanan yang sekali makan dan enggak banyak, enggak papa."

"Ibu-ibu banget sih kamu, Sya," gurau Patra.

"Aku emang ibu-ibu, Kak. Kalau Kak Patra lupa, aku udah punya dua anak."

Patra melirik ke arah jam tangan yang ia kenakan, masih ada setengah jam menuju pulangnya si kembar. "Sya, ngobrol bentar yuk. Ada yang mau aku omongin."

Syafa mengangguk sebelum akhirnya berjalan lebih dulu ke kursi yang tersedia di teras rumahnya. Patra mengekor dan pada akhirnya duduk di kursi samping yang ditempati Syafa.

"Ada apa, Kak?" tanya Syafa.

"Aku disuruh pindah ke Bandung, Sya."

"Terus?"

"Kamu enggak keberatan?"

Syafa mengerutkan dahinya. "Aku? Kenapa aku keberatan?"

"Sya, kamu paham maksud aku."

Syafa menghela nafasnya. "Oke, kalau emang itu yang Kak Patra pikirkan. Aku enggak keberatan kok. Lagipula Kak Patra berhak tinggal dimana aja. Bandung bukan punyaku."

"Jadi, keinget dulu waktu kita SMA. Kamu pernah bilang, kalau enggak tinggal di Bandung, kamu enggak yakin bertahan, tapi sekarang kamu membuktikannya, Sya. Kamu hebat."

"No, aku enggak hebat. Aku cuman lari dari masalah."

"Enggak, Sya. Kamu berhak untuk itu. Impian kamu untuk menjadi wanita kuat itu udah terealisasikan, Sya. Semua orang tahu kamu hebat sekarang."

"Kak, makasih pujiannya. Satu hal lagi, Kak Patra juga hebat. Kak Patra mau memaafkan aku, Kak Patra melewati semuanya. Kalau Kak Patra mau kembali ke Bandung, ya silahkan. Waktu Kak Patra sama anak-anak juga bakalan lebih banyak nantinya."

"Rencana kamu setelah di Bandung apa, Sya?"

"Sejauh ini, aku cuman mau fokus dulu ke anak-anak dan gantiin buna urus restoran. Aku mau punya banyak waktu buat anak-anak dan keluargaku, Kak."

Patra tersenyum sebelum akhirnya bangkit dari duduknya. "Aku duluan ya. Kapanpun lagi kalau mau ngobrol, ngobrol aja."

"Udah lama ya Kak kita enggak gini. Rasanya bebanku selalu berkurang kalau udah ngobrol gini."

"Aku senang dengarnya kalau gitu. Makasih ya, Sya. Apapun masalah kamu, berbagi sama aku. Aku dengarkan, Sya, sekalipun belum tentu bisa ngasih solusi."

"Makasih, Kak."

Patra mengangguk. "Aku jemput anak-anak dulu, Sya."

"Iya, hati-hati."

Detik itu, Syafa percaya apa yang Naya katakan bahwa dirinya butuh pendamping. Bersama pasangan, kita akan merasa ditemani sekalipun di posisi terberat sekalipun. Syafa akui itu dan Syafa setuju.

***

"Kamu kenapa enggak datang waktu hari ayah? Maiza jadi enggak tampil," tanya Sofi yang tengah menunggu jemputan bersama Maira dan Maiza.

Ma, Papa Dimana? [ Completed ] Where stories live. Discover now