22. Yayah

7K 316 4
                                    

"Sejauh apapun jarak memisahkan, keluarga tetaplah tempat ternyaman untuk pulang."

🍀🍀🍀

Lapangan sekolah dihias sedemikian rupa; ada panggung ditengah-tengah lapangan, banyak kursi yang menghadap ke panggung yang sebagian besar sudah terisi oleh wali murid kelas satu beserta anak-anak mereka. Syafa tersenyum melihat hal itu begitupun Maiza, gadis kecil itu akan tampil sendiri. Syafa sudah menawarkan agar Maiza tak usah tampil saja namun Maiza tetap ingin tampil meskipun tanpa sang kakak.

"Akhirnya Bu dokter datang."

Sapaan itu membuat ibu dan anak kompak menoleh ke sumber suara yang tak lain adalah ibu dari Sofi. "Iya nih, Bu. Baru aja datang," balas Syafa.

"Maira enggak ikut?"

Syafa menggeleng. "Papanya juga enggak ikut. Jaga neneknya anak-anak yang lagi sakit di Jakarta."

Syafa tahu, pertanyaan perihal Patra pasti akan ditanyakan. Oleh sebab itu, Syafa memilih memberitahu lebih dahulu sebelum ditanya.

"Bu, saya duluan, ya."

Ibu dari Sofi mengangguk. "Silahkan, Bu Dokter. Untuk Maiza, semangat ya, Nak. Jangan sedih, harus senang."

Maiza mengangguk. "Makasih, Tante."

Syafa dan Maiza lantas melanjutkan langkah keduanya menuju belakang panggung. Di sana, Maiza berkumpul bersama teman-temannya yang lain. Syafa lantas pamit untuk duduk diantara kursi tamu lainnya. Kursi di sampingnya kosong karena memang Patra tak hadir. Banyak orangtua teman dari si kembar yang menyapa dan bertanya, Syafa membalas dan menjawab semuanya apa adanya tanpa ada yang ditutupi.

Kini, satu persatu pertunjukan dari murid kelas satu pun dimulai. Ada yang membawakan lagu untuk ayah, membacakan puisi. Semuanya tampak bahagia sampai akhirnya giliran nama Maiza disebut.

Detik itu, jantung Syafa berpacu lebih cepat. Syafa takut dan gugup seketika namun Maiza nampak tenang dengan senyuman di wajahnya.

"Halo semuanya," sapa Maiza yang dijawab serempak oleh seluruh yang penonton terkecuali Syafa.

"Sebelumnya maaf kalau aku sendirian. Harusnya aku sama teteh, tapi teteh enggak bisa datang. Papa juga enggak bisa datang karena harus jagain nenek yang sakit di Jakarta."

Maiza tersenyum dan kini tatapannya terkunci pada sang mama yang juga setia menatapnya. "Maaf aku enggak bisa tampil kayak teman-teman yang lain karena aku enggak sama teteh. Di sini, aku cuman mau bilang makasih sama papa. Makasih karena akhirnya papa pulang. Papa beliin kita banyak makanan, pakaian, dan antar jemput aku sama teteh. Baju yang aku pakai sekarang juga, ini papa yang beliin. Di sini ada tulisan ‘Adek’, Mama juga pakai yang tulisannya ‘Mama’, baju teteh sama papa juga ada, tapi belum bisa dipakai."

"Pa, aku sayang papa. Papa yang sehat jagain nenek di Jakarta. Papa jangan ikutan sakit. Ma, aku juga sayang banget sama Mama. Makasih udah nemenin aku hari ini. Buat Bu Guru, aku minta maaf karena enggak bisa tampil padahal udah dilatih. Buat teman-teman juga maaf ya aku enggak bisa kayak kalian. Pesan aku, cukup sayangi papa kalian. Aku juga minta doanya supaya nenek aku cepat sembuh."

Syafa sudah tak kuasa menahan tangisnya. Hal itu tak luput dari pandangan Maiza, Maiza melihat semuanya.

"Makasih semuanya, selamat hari ayah untuk papa aku dan teteh."

Kalimat singkat itu menjadi penutup sebelum akhirnya Maiza turun panggung diiringi tepuk tangan penonton. Tak sedikit yang ikut menitikkan air matanya karena terharu dengan semua ucapan tulus anak sekecil Maiza. Maiza yang tangguh seperti mamanya, Syafa Almahyra Gutama.

Ma, Papa Dimana? [ Completed ] Where stories live. Discover now