Chapter 23 : Kamu?

13 2 0
                                    

Assalamualaikum...

Tinggalkan jejak dengan menekan icon bintang!

Happy reading!


Suasana tengah malam di sebuah pelabuhan kepulauan terpencil mendadak ramai dan cukup ricuh, sebuah kapal laut KRI Garuda Sakti 439 milik TNI Angkatan Laut berlabuh malam ini, seluruh pasukan bergegas keluar sembari mengangkat tandu yang berisi salah seorang prajurit yang terluka. Dibawanya ke posko kesehatan yang terletak cukup jauh dari pesisir pelabuhan.

"Dokter, tolong!" salah satu dari mereka berteriak meminta bantuan pada dokter yang berjaga di sana. Lantas ada beberapa Dokter dan Perawat menghampiri dengan membawa brankar lengkap dengan tabung oksigennya. Setelah dipindahkan, mereka berjalan cepat ke arah ruang gawat darurat.

"Bapak-bapak sekalian dilarang masuk, saya berjanji akan mengabarkan apapun keadaannya." tegas si perawat. Seluruhnya langsung tertunduk lemas, menatap ke arah ruangan yang tertutup rapat, berharap rekannya di sana baik-baik saja.

Tiba-tiba, seorang dokter muda berparas cantik berlari melewati para prajurit yang sedang menunggu untuk segera masuk ke dalam ruangan. Tak sengaja, Arditto melihat sekilas papan nama milik Dokter itu, ia bangkit dari duduknya, menatap punggung kecil itu hingga menghilang dari pandangannya.

"Dia?" ia memicingkan matanya, berusaha mengingat siapa wanita yang barusan melewatinya. Dengan gerak refleks, ia mendekat, berusaha menghampiri wanita itu.

"Jangan masuk, Let," ucap salah satu pasukan sambil mencekal pergelangan tangan Ditto. Ia melepasnya dengan kasar, mengusap wajahnya gusar, kembali menatap pintu bercat putih itu dengan pandang sendu.

"Bangun, Ka. Ada cinta lo di sini." batinnya berbisik.

[•••]

Satu jam berlalu, belum ada tanda pintu itu akan terbuka dan mengabarkan kondisi rekannya. Semuanya mendadak gelisah, berdoa dalam hati masing-masing untuk keselamatan dan kesembuhannya. Mereka menyerahkan semuanya pada kehendak Tuhan.

Ditto terus menerus menatap nanar pintu ruang IGD yang masih tertutup itu, terus berharap supaya pintu itu segera terbuka dan mengetahui keadaan sahabatnya.

Rasa sesal dan sedih bercampur aduk dalam batinnya, dalam operasi pembebasan sandera dari kapal laut asing, ia harus melihat sahabatnya tertusuk saat hendak melindungi dirinya. Dalam benaknya bertanya, mengapa? mengapa harus dia? ia tak henti-henti menyalahkan diri sendiri atas apa yang telah terjadi walaupun ia tahu, risiko seperti ini harus siap dihadapi.

"Arghh! Kenapa gak gue aja? Kenapa harus Raka?!" ia melampiaskan emosinya dengan menonjoki dinding Rumah Sakit, membuat semuanya terkejut dan langsung berusaha menenangkan Ditto yang emosinya masih memuncak.

"Ndan, sadar! Sadar kalau Komandan seperti ini gak akan bisa merubah takdir!" Serda Rafid menepuk pundak Ditto untuk menyadarkan. Yang dikatakan Serda Rafid benar, mau bagaimana pun, tidak ada yang bisa merubah apapun yang sudah ditakdirkan. Sebagai manusia, hanya bisa berdoa dan berusaha untuk keluar dari masalah.

Plak!

Tamparan itu berasal dari Letkol Hadi yang merasa geram atas apa yang dikatakan Ditto. "Benar kata Serda Rafid. Kamu ini harus bisa tegar dan lebih sabar dalam menghadapi apapun situasinya, tidak ada yang mau seperti ini, Letnan!" sambar Letkol Hadi.

Ia menggeleng, masih merasa tidak terima dengan apa yang sudah terjadi. "Mereka harus lenyap!" Ditto menepis kedua orang yang masih memegang tangannya dengan usaha menenangkan. Dengan rasa emosi yang bergejolak, ia mengangkat senjatanya, lantas berlari menuju pesisir pelabuhan, hendak menaiki Speedboat yang terparkir saling bersebelahan dengan kapal-kapal milik TNI-AL. Beruntung Letkol Hadi dan pasukan lainnya masih bisa mencegat pergerakan Ditto.

Promise (ON GOING)Where stories live. Discover now