Chapter 21 : Dilema

7 2 0
                                    

Assalamualaikum...

Tinggalkan jejak dengan vote dan coment, follow jika berkenan!

Happy reading!

Beberapa tahun kemudian...

Seorang pemuda berseragam loreng kini tengah bersiap untuk kegiatannya, mengikat sepatu serta merapikan seragamnya. Hari yang cukup terik tidak membuat para prajurit patah semangat untuk berlatih

ia menyalakan layar ponselnya, lagi dan lagi, hanya notifikasi tidak diharapkan yang malah muncul. Rindu ini semakin menjadi, mengingat pesan terakhirnya kemarin belum juga terbalaskan.

Ia menghela napas, ya, lagi-lagi karena dibuat kecewa. "Mungkin dia sedang sibuk." yakinnya.

"Raka!" temannya yang juga berseragam loreng meneriakinya dari luar barak.

"Cepatlah kau!" Raka yang mendengar itu langsung menyimpan ponselnya di saku celana, menyusul keluar barak yang sudah banyak teman-teman seperjuangannya yang menunggu dia.

"Lama ya kau." celetuk Marco sembari merangkul pundak Raka, menggoyangkan cukup kencang.

"Galau dia bang," Arditto menyaut, hingga ia diberi tatapan tajam dari sahabatnya, Raka. Mereka memulai langkahnya menuju lapang.

"Hey dengar saya, wanita itu jangan ditunggu, tapi kamu yang samperin dia. Kalau kamu hanya menunggu dia, sama saja kamu membuang-buang waktu dan energimu,"

"Doakan saja bang,"

"Apa? Kamu mau ngapain minta didoakan segala?"

"Doakan saja, setelah perwira, saya akan menikahi dia." kata-kata itu mendapat sorakan dari kedua temannya, mereka tertawa membuat sedikit meredakan lara akibat kerinduan yang tak kunjung terbalas.

[•••]

"Mah, aku pergi dulu ya!"

Aprilyani Lirangga Wilgantara, si mahasiswa semester 4 fakultas kedokteran di salah satu universitas besar di Indonesia. Ia tumbuh menjadi wanita yang periang, juga aktif dalam kegiatan organisasi di kampusnya. Dirinya termasuk dalam jenis mahasiswa kura-kura, alias kuliah rapat-kuliah rapat. Melelahkan memang, tapi ia senang melakukannya, selagi ia bisa membagi waktu, why not?

"Iya nak, hati-hati!" Reni berteriak dari dapur.

"Berangkat dulu ya, Pah," April menyalimi punggung tangan Irawan, sebelum April melepaskan tangannya, Irawan sudah terlebih dahulu menahan.

"Sama siapa kamu?" tanyanya dengan nada datar tapi cukup mencekam bagi anak gadisnya.

"S, sama Kalingga, Pah."

"Kalingga? Si anak fakultas teknik itu?" April mengangguk.

"Haduh, Papa kan sudah bilang---"

"Kalingga anaknya baik kok, Pah, gak neko-neko, cinta dan setia sama aku, Pah." ia memotong perkataan Irawan, karena ia tahu apa yang akan Papanya ungkapkan.

"Anak yang baik itu yang gak mengajak kamu berpacaran, nak."

"Ya, ya, ya, aku pamit ya. Dadah!" jujur ia sudah muak dengan ucapan Irawan yang selalu mengatakan demikian, padahal ia tau sendiri kalau kekasihnya ini tidak seburuk yang ia kira.

Dengan derap langkah kaki yang cepat, ia menyusul Kalingga yang mengabarinya sudah menunggu di depan gapura komplek rumahnya. Alasannya: "Aku belum siap bertemu orangtua kamu,"

Promise (ON GOING)Where stories live. Discover now