chapter 24

7 1 0
                                    

"Lo ikut ke Tanjung Benoa, ga?" tanya Indah sambil merapikan baju-bajunya yang berserakan di atas koper. "Maksudnya main air, Git."

Nagita menyisir rambutnya yang megar. "Gue lagi enggak bisa main air." Teriakan tanda kedinginan yang menggelegar dari kamar mandi membuat puan yang baru bangun tidur itu menebak-nebak, "Tanisha, ya?"

Indah mengiyakan. "Airnya disetting ke air panas aja, Tan!" serunya pada pemakai kamar mandi yang belum selesai konser.

"Ga sempet! Antreannya panjang!"

Situasi dalam kamar digambarkan dengan tepat oleh orang yang mandi sebelum teman-temannya membuka mata. Seperti kata Tanisha, orang-orang yang akan mandi setelahnya sudah mengantre. Linda menanti gilirannya sambil menggosok-gosok tangannya, mengusir rasa dingin yang menjadi selimut keduanya semalam. Leher perempuan itu dibalut handuk, sama seperti Indah yang belum selesai merapikan baju. Berbeda dengan dua temannya yang tidak sabar menyambut giliran mandi, Kanya menyambung tidur. Barusan mengigau minta dibangunkan saat gilirannya tiba. Nagita yang mendapat giliran terakhir berjanji membangunkan Kanya. Sadar kalau teman-teman mereka akan sibuk dengan urusan lain selepas mandi sehingga mungkin lupa membangunkannya.

Berhubung giliran mandinya masih lama, Nagita cuci mata dari balik jendela. Niat hati memandang yang segar-segar, yang dipantulkan kaca jendela justru adegan pertemuan Amon dan Fanny semalam.

Hadeh. Masih pagi, ada saja yang bikin kesal.

∙ ∙ ∙

Wisata alam lebih nikmat dikunjungi saat sinar mentari berada dalam batas wajar, baik pagi menjelang siang atau sore hari. Cuaca bersahabat, semangat penjelajah berkobar-kobar, dan mereka bebas melakukan apa pun selama mematuhi aturan. Sebagian orang memanfaatkan kunjungan untuk main air, foto dengan ular, atau menengok penyu. Sedangkan sebagian lainnya ingin berleha-leha, mengisi energi sebelum mengikuti sisa rangkaian acara. Di antara dua kubu itu, ada juga mereka yang mencari kesempatan untuk melancarkan pendekatan atau berduaan dengan pujaan hati.

Nagita dan Indah merupakan percampuran tiga golongan tersebut. Mereka main air walaupun tidak berniat melakukannya. Mereka berleha-leha karena itulah yang diinginkan. Mereka, lebih tepatnya Indah, berbasa-basi dengan lelaki yang Nagita duga lebih dari sekadar teman organisasinya. Berbeda dengan Nagita yang mati-matian menghindari Amon dan rombongannya, bahkan sempat sembunyi di balik pohon saat hampir berpapasan dengan mereka.

Sejauh ini, perjuangan Nagita menghindari Amon lancar. Entah masih lancar atau menemui halangan setelah Restu melihat mereka. "Enggak main air?" tanya puan yang sepenglihatan Nagita berada di sekitar Amon dan teman-temannya ketika ia bersembunyi di balik pohon.

"Enggak," jawab Indah. "Lagi dapet, jadi bawaannya malas kalau mesti nyemplung ke air."

"Lo juga?" Restu ganti menanyai Nagita. "Apa karena enggak mau diledekin sama temen-temennya Amon? Mereka pada main air soalnya. Tadi gue ketemu di sana. Lagi ngobrol, nyebut-nyebut nama lo juga."

Ketakutan yang mengiringi setiap langkah Nagita runtuh. Bagus, ia dapat memilih keputusan yang tepat setelah berkali-kali melakukan kebodohan.

Tentu saja Nagita takkan menyatakan alasan sebenarnya. Ia jelas-jelas mengarang dalam penuturannya, "Masih capek habis perjalanan panjang." Walau ia langsung memelankan suara agar Restu tidak mendengar ungkapan syukurnya. "Bagus, lah, kalau mereka main air. Bisa istirahat dulu dari ledek-ledekan mereka."

"Jadi bener gara-gara dia, ya?"

Nagita tergagap, "E-enggak."

"Tapi iya." Ternyata memang selalu ada teman sialan yang main menyahut seperti Indah. Bukannya membantu Nagita menghindari bahasan tentang si lelaki, Indah mengajak Restu menertawakan nasibnya.

iya, kamu!Where stories live. Discover now