chapter 2

17 4 1
                                    

Perkenalan tiga hari lalu tidak membuahkan apa-apa. Amon yang berpesan pada Nagita agar tidak bosan bertemu dengannya malah menghilang tanpa jejak. Kursi lelaki itu selalu kosong saat Nagita mengintip kelasnya pada hari Rabu, Kamis, lalu Jumat. Entah penghuninya sedang keluar kelas atau berhalangan hadir di sekolah, Nagita belum tahu. Teman dekatnya tiada yang bisa dijadikan sumber informasi. Jadi, ia terpaksa mengubur keingintahuannya.

Kebetulan hilangnya Amon pada hari Kamis berbarengan dengan adanya obrolan soal kompetisi basket antarsekolah. Beberapa teman sekelasnya ajukan dispensasi karena perlombaan tersebut. Seingatnya, satu orang merupakan anggota tim dan empat orang lainnya berperan sebagai suporter. Mereka keluar kelas saat istirahat kedua. Si anggota tim basket keluar lebih dulu, sedangkan para suporter bawa tas mereka menjelang akhir jam istirahat. Nagita kira, Amon hilang pada waktu yang sama. Sebab ia melihat tas si lelaki ketika melewati kelasnya, tapi barang tersebut sudah tiada saat ia kembali dari kantin.

Masalahnya, Amon dan basket bukan kombinasi yang cocok dalam bayangannya. Rasanya sulit membayangkan lelaki mungil itu lari mengejar bola basket bersama teman-teman setim yang tinggi. Bukannya Nagita meragukan kemampuan Amon bermain basket, ia hanya lebih terbayang lelaki itu berteriak dari bangku suporter daripada lari-lari di lapangan.

Itu kalau nama Amon betul tercantum dalam surat dispensasi anggota tim basket dan suporter. Kalau lelaki itu kabur atau memang tidak masuk sekolah, lain cerita. Dan kalau Amon ternyata sengaja meliburkan diri selama tiga hari, buat apa lelaki itu menyiratkan kalau mereka akan sering bertemu saat berkenalan dengannya?

Ah, tampaknya lelaki memang hobi membual dan menebar harapan palsu.

Nagita meraih ponselnya yang terus bergetar. Bukan untuk menghubungi Amon, tetapi mendiamkan teman-temannya yang meramaikan grup pada Jumat malam. Tidak salah lagi, empat kawannya itu pasti membicarakan sesuatu yang membuat ramai grup. Maka Nagita yang penasaran akan keramaian itu membuka grup Line mereka.

Niat mendiamkan teman-temannya langsung padam setelah Nagita membaca isi obrolan. Ia ikut hanyut dalam pembicaraan mengenai truth or dare yang bermula dari curhatan Kanya. Perempuan itu cerita soal kejadian saat ia dan teman-teman satu organisasinya melakukan permainan klasik tersebut. Lalu mengeluh karena ia menjadi korban yang sialnya, mendapat dare mengutarakan perasaan pada si dia. Meskipun Kanya memberi tahu pujaan hatinya kalau pengakuannya sekadar dare dari teman, ia tetap saja malu karena si dia menanggapi pesannya.

Yang membuat Nagita tertarik, teman-temannya mengaitkan momen memalukan Kanya dengan Amon. Ia lupa siapa yang pertama kali berteori, tetapi Tanisha asal berceletuk, Bener juga kata lo, gimana kalau ternyata Amon cuma dapet dare dari temen-temennya? Makanya itu anak ga pernah kelihatan lagi. Nagita harap Tanisha hanya asal bunyi. Tetapi, kalau dipikir-pikir, mengapa celetukannya sangat masuk akal? Dua kali bertemu, hanya sekali Amon bergerak lebih dulu. Pertemuan kedua mereka tercipta karena Nagita mau berterima kasih. Tawaran yang Amon berikan pada Selasa lalu mungkin diujarkan secara spontan. Atau dengan kata lain, Amon sangat mungkin menjadi korban dare temannya.

Menyebalkan. Jangan-jangan Nagita hanya perempuan yang Amon pilih dengan cap-cip-cup untuk memenuhi tantangan dari orang lain.

Mungkin, ga, sih, dia ngajak pulang bareng sekalian pengin modus? Candaan Kanya melambungkan harapan Nagita, kemudian menjatuhkannya hanya dengan pesan baru. Ga mungkin kayaknya. Emang udah paling bener kalau dia lagi kena dare dari temen-temennya. Wajar kalau Nagita marah-marah di grup. Siapa juga yang mau terseret dalam permainan orang lain?

Tapi, Nagita tak menyangkal kalau truth or dare merupakan salah satu permainan terseru yang pernah dicobanya. Ia pernah beberapa kali terlibat dalam permainan tersebut. Terakhir semester kemarin, ketika ia berkumpul dengan beberapa teman di meja konsultasi. Mereka yang terjebak hujan seusai membahas materi pelajaran hitung-hitungan itu sepakat mainkan truth or dare. Dibandingkan orang-orang di mejanya, Nagita mendapat tantangan paling mudah: berkenalan dengan lelaki di meja seberang.

Harus Nagita akui bahwa tantangan yang ia dapatkan sangat seru dan membekas dalam ingatan. Saking serunya, ia bisa menangis semalaman gara-gara lelaki yang minggu lalu masih bercakap-cakap dengannya, bahkan meminjam buku miliknya.

Lelaki itu terlalu menyebalkan untuk diingat, jadi Nagita mencari kegiatan supaya bisa melupakannya. Maka ia menyimak lagi obrolan yang topik bahasannya sudah berubah. Nama Amon yang sempat mereka sebut sudah berganti menjadi nama-nama mata pelajaran. Seperti biasa, Indah yang memiliki catatan tugas terlengkap mendaftar tugas selama seminggu. Perempuan itu bahkan mencatat tugas terkait drama kelas, yang membuat Tanisha naik darah ketika melihatnya.

Perbincangan mengenai drama kelas masih belum ada apa-apanya dibandingkan presentasi PPKn. Seisi grup langsung kacau begitu Tanisha bertanya, memastikan bukan kelompoknya yang minggu depan maju. Makin kacau setelah Indah bilang kelompok Linda yang akan presentasi. Linda panik-panik ajaib karena belum hafal materi, Kanya mengomporinya, dan Nagita tetiba mengingatkan kalau dua pekan lagi ada ulangan harian pertama.

Sama seperti teman-temannya, Nagita juga membenci fakta bahwa ia mengingat adanya ulangan harian. Sebagai permohonan maaf, ia mengirimkan pesan suara, "Doain aja ibunya enggak ngadain ulangan pas acara ulang tahun sekolah." Acara perayaan ulang tahun sekolah digelar pada tanggal ulangan harian pertama akan diadakan, jadi tidak ada salahnya berharap.

Nagita meninggalkan Line demi Instagram. Mau cuci mata. Refreshing. Pikirannya butuh liburan setelah sepekan bekerja keras, apalagi banyak kejadian tak terduga yang mempermainkan emosi.

Melihat orang-orang yang memamerkan kebebasan mereka adalah tujuan utama Nagita. Ia senang mengamati potret luar ruangan yang teman-temannya unggah dalam kurun waktu dua puluh empat jam. Sayang, foto-foto penyegar pandangan itu mesti diselingi gambar langit-langit kamar dan meja belajar. Bahkan ada salah satu teman yang terpantau sedang pacaran dengan urusan organisasinya.

Foto seorang perempuan menarik perhatian Nagita. Rasanya ia tidak mempunyai teman dengan wajah seperti itu. Tahu kalau orang lain yang mengunggah, Nagita melirik bagian kiri atas layar ponsel. Sebuah nama yang sangat ia kenal tercetak di sana, jawab rasa penasarannya sekaligus mematikan keinginannya untuk melihat-lihat aktivitas orang.

Menyebalkan. Menyebalkan, menyebalkan, menyebalkan, dan amat menyebalkan. Seno menyebalkan. Berani-beraninya ia mengunggah foto pacarnya ke Instagram tanpa peringatan konten. Sungguh abai terhadap kaum jomlo. Apalagi ia dengan tega menyebabkan seorang perempuan menangis semalaman. Apa lelaki itu tidak diajarkan peka dan peduli terhadap lingkungan sekitar?

Amon juga menyebalkan. Mengapa lelaki itu berkata mereka akan sering bertemu kalau ujung-ujungnya menghilang? Mengapa Amon tidak bilang-bilang dulu agar Nagita bisa meminta nomor ponselnya? Setidaknya, ID Line atau akun Instagram. Hanya dari tiga jalur itulah Nagita bisa mendapat kabar Amon yang menghilang. Dan ia tidak punya ketiganya. Dan ia mau tak mau melihat wajah Seno di mana-mana karenanya.

Nagita mengerucutkan bibirnya, kesal dengan kenyataan kalau semua lelaki sama menyebalkannya.

Tapi, serius, kenapa ia tidak kepikiran meminta nomor ponsel Amon ketika mereka berkenalan? Bukankah itu akan memudahkannya berkomunikasi dengan si lelaki? Nagita juga punya begitu banyak hal untuk ditanyakan kepada Amon. Soal ajakan pulang bersama, soal perkenalan, dan semua hal yang terkesan tiba-tiba. Nagita butuh kepastian atas hal-hal tersebut dan ia tidak mendapat jalan untuk menuju jawabannya.

Bodoh. Padahal, kalau Nagita memiliki jalan untuk bicara dengan Amon, suasana hatinya takkan seberantakan ini.

Notifikasi dari grup Line muncul. Ada namanya dalam pesan kiriman Kanya, jadi ia bertanya-tanya, Si Kanya mau lihat tugas gue atau gimana? Yakin kalau itu tujuan Kanya, ia membuka grup. Kanya mengirim tiga pesan. Yang paling terakhir adalah tag supaya Nagita membaca pesannya. Sementara dua pesan sebelumnya kurang lebih berbunyi, Git, temen gue mau minta nomor lo. Bukan Amon.

Nagita mengunci layar ponselnya. Lebih baik ia tidur saja.

∙ ∙ ∙

iya, kamu!Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon