chapter 15

6 1 0
                                    

"Gimana?" Sama sekali bukan pertanyaan yang ingin Nagita dengar dari sahabat-sahabatnya. Jangkauannya terlalu luas. Bisa soal tugas kelompok yang bangkitkan amarah, persiapan karyawisata, sampai kelakuan Amon yang bikin geleng-geleng kepala. Bisa juga mereka hendak menagih cerita tentang pertemuan sore lalu.

Yang terakhir adalah yang paling mungkin terjadi. Terbukti, mata Kanya berbinar-binar ketika ia menanyakan, "Gimana ketemuannya?" Perempuan yang kenal dan pernah mengobrol dengan Seno itu menarik kursi hingga kakinya menyentuh kaki belakang meja Nagita. Kursi yang ditaruh dengan posisi miring itu menutup akses keluar-masuk, yang berarti Nagita harus membagi cerita pertemuan kemarin sore kalau mau keluar kelas.

Nagita melempar gelas bekas teh poci yang sudah penyok. Gelasnya mendarat di mejanya, yang terkejut orang-orang di sekelilingnya. Orang-orang yang mau tahu kisah pertemuan Nagita dan Seno itu menatap sumber cerita, mengharap si puan mengeluarkan jawaban selain, "Gitu."

"Ya elah." Gelas yang Nagita lempar berpindah ke tangan Tanisha yang kemudian melemparnya pada Linda. "Jadi lo ngomongin apaan sama dia?"

"Bukannya harusnya gue yang nanya gitu?" sahut Kanya.

Gelas yang Linda tangkap dilempar menuju Kanya. "Lo bukannya udah tau ini-itu soal Seno? Apalagi tadi pagi lo diem-diem aja waktu kita ngomongin dia."

"Emang pada ngomongin apa?" Nagita langsung menyesal telah bertanya. Hanya dengan melihat teman-temannya bertatapan, ia tahu topik pembicaraan mereka. Pasti tentang dirinya, Seno, dan tebak-tebakan soal yang terjadi dalam pertemuan kemarin. Mereka mungkin juga berandai-andai bagaimana kalau Nagita dan lelaki itu berjodoh.

Pantas saja Kanya lebih banyak diam. Dalam lingkaran pertemanan mereka, hanya Kanya yang sudah diceritakan sisi pahit hubungan Nagita dan Seno. Dua manusia yang belakangan hubungannya menjadi pembicaraan hangat itu justru tak punya hubungan apa-apa. Jangankan berpacaran, Nagita kalah duluan sebelum sempat berjuang. Semakin kalah setelah Kanya mengonfirmasi bahwa Seno berjalan-jalan dengan seorang perempuan tempo hari. Kalah telak, Nagita akhirnya cerita pada Kanya bahwa perempuan itu dekat dengan Seno.

Barangkali cerita itulah yang mendorong Kanya untuk mendiamkan teman-teman mereka. "Udah, udah. Entar juga pada tau habis Agit cerita." Ia menyikut Nagita, menyuruh sang teman untuk segera bercerita.

"Oke." Nagita menghela napas panjang. "Gue sama Seno enggak ada apa-apaan. Dianya keburu deket sama cewek lain. Kemarin ketemu juga buat balikin barang gue yang ketinggalan di dia."

Para pendengar menampakkan reaksi yang kurang lebih sama. Mata membelalak, mulut terbuka lebar, dan tanggapan mereka sebatas, "Hah?" Berbanding terbalik dengan Kanya yang memainkan gelas bekas teh poci Nagita. Sementara itu, sang pencerita meringis. Tersenyum canggung mengingat cerita tragis yang buatnya menangis sambil merutuki kelakuan anggota kelompok tugas sejarah.

"Deket doang, mah, masih kekejar." Tanisha menepuk-nepuk bahu Nagita. "Deket sama ceweknya, tuh, pacaran apa gimana?"

"Pacaran ... kayaknya," jawab Nagita yang lalu menutupi wajahnya. "Udah, jangan pada ngecengin gue sama Amon lagi, ya? Kasihan dia sama ceweknya."

Kenyataannya, Nagita yang seharusnya dikasihani. Ia menyukai Seno dalam diam, memendam sakit dalam diam, bahkan sempat menulis surat pengakuan perasaan sebelum mencoba melepaskan si lelaki. Ia menulis surat hanya untuk memberikan diarinya kepada Seno. Ralat, lelaki itu mengambilnya. Lelaki itu ambil satu-satunya kenangan tentangnya yang Nagita simpan. Dan Nagita terpaksa merelakannya.

Karena tidak dapat menulis ulang kisah yang memilukan itu dan mengubah akhir ceritanya, Nagita mencoba menerima kenyataan. Hanya itu satu-satunya hal yang bisa ia lakukan. Tentu, banyak konsekuensi yang harus Nagita hadapi saat ia coba menerima kenyataan. Terkadang Seno melintas dalam benaknya ketika ia sedang melamun, terkadang Nagita mengorbankan orang lain untuk tutup akses masuk lelaki itu ke benaknya.

iya, kamu!Where stories live. Discover now