49🐣

286 16 0
                                    

Kemarin hari pertama berkuliah beruntung lancar-lancar saja, hingga kini masuk hari ke empat, tampak suasananya akan lancar seperti sebelumnya.

Ya itu pemikiran Zeline.

Berbeda dengan Elvano, yang hari-hari sebelumnya merasa bahagia dan lancar, tidak ada yang mengusik kedekatannya dengan Zeline, justru kali ini iya terlihat begitu cemas, campur aduk. Mengetahui bahwa hari ini dosen pengajarnya ternyata Dosen Rey itu.

Sungguh, membayangkan dosen itu masuk ke kelasnya saja sudah membuat dirinya kesal sekaligus cemas.

Entahlah, menurutnya dosen itu bisa saja mengambil Zeline darinya.

Mungkin ini memang terdengar berlebihan dan lancang. Tetapi, wajar-wajar saja jika ia bersikap seperti itu. Ia hanya ingin menjaganya saja sebagai seorang sepupu.

Selama kedua orangtua Zeline masih di Bandung, Elvano akan menjadi yang terbaik sebagai sepupu, yang menjaga dan melindunginya dari siapa pun.

"Zel, lo harus fokus sama pembelajarannya ya." Sengaja mereka selalu mengambil posisi duduk bersebelahan. Karena ya, mungkin ini lah salah satu alasannya.

Mudah untuk memberi peringatan.

"Iya, Ujannn." Bertolak belakang dengan gelagat Elvano, Zeline sendiri sejak tadi sudah full senyum saja.

Dan ini lah waktunya. Dosen itu datang.

Seperti biasa, lelaki itu selalu menampilkan senyumnya yang indah nan meneduhkan itu, membuat tangan Elvano pun gatal, ingin mencopotnya dari sana.

Benar-benar membuatnya kesal.

Seperti dosen normal pada umumnya, dosen tersebut terlebih dahulu memperkenalkan dirinya, dan berakhir ke intinya, yaitu pembelajaran.

Sudah sejak tadi, Elvano sudah was-was kepada dosen tersebut yang mungkin akan curi-curi pandang pada Zeline, atau tidak saat sesi tanya jawab ia akan pilih kasih, atau terlalu memperhatikan Zeline.

Namun, semua kecurigaannya itu sama sekali tidak muncul di kelas saat itu. Dosen tersebut tidak pilih kasih, dan tidak juga curi-curi pandang ke arah Zeline. Semua di sama ratakan, tidak ada yang aneh darinya. Sejauh ini dosen tersebut normal-normal saja.

Namun,  biar begitu Elvano justru semakin merasa terganggu olehnya. Jadi ia semakin yakin, bahwa dosen tersebut bisa saja menjadi saingannya dan akan berhasil memikat Zeline lewat sikapnya yang sempurna itu.

Elvano akui, dosen tersebut memang sangat sempurna. Selain fisiknya yang oke, ketampanan yang luar biasa, serta sikap dewasanya yang bijak, dan profesional, dosen itu benar-benar tipenya para kaum hawa. Dia memang benar-benar begitu keren.

Hah, mengapa menjadi terdengar menyedihkan seperti ini dirinya yang tidak ada apa-apanya dibandingkan dosen tersebut?

Kelas pun akhirnya selesai. Dan sampai akhir ini, dosen tersebut sangat profesional, ia keluar tanpa adanya hal-hal aneh yang menunjukkan bahwa ia mengenal Zeline. Seolah ia memang tidak mengenal siapa-siapa di sana. Semua ia anggap sama.

Ini benar-benar mengganggu pikiran Elvano.

"Keren banget Kak Rey tadi, eh maksudnya Pak Rey."

Tambah saja membuat Elvano merasa terganggu Zeline berkata seperti itu.

"Kerennya dari mana?" Elvano tersenyum meremeh.

"Keren, dari penampilannya, dari sifatnya, dari auranya, dari pinternya, publick speakingnya, cara pembelajarannya gak berbelit-belit, terus—"

"YA YA YA, jangan dilanjutin, gue juga gak nanya kok," potong Elvano mencebik kesal.

Nyesel ia nanya tadi.

My Dear Cousin (End!) Where stories live. Discover now