02🐣

2.2K 64 2
                                    

"Woy!" desis Elvano membuyarkan lamunan gadis itu. "Malah ngelamun. Sini biar gue yang bawa." Elvano mengambil alih barang-barang yang ada di tangan Zeline.

"Oh? Yaudah deh. Makasih ya," Zeline memasang seulas senyum lebarnya.

Tanpa menjawab lagi, Elvano melangkah ke dalam rumah, di ikuti oleh Zeline yang hanya membawa sling bag-nya.

"Ini taro di mana?" tanya Elvano.

"Oh itu ya ... kalo itu sih Zeline juga nggak tau harus taruh dimana," ungkap gadis itu.

"Oy Vano! Itu mau kamu taruh dimana? Itu mah simpen di sini aja!" ujar Tante Ivi, menunjuk pada ruangan yang berisi segala macam untuk pernikahan Om Ihya besok.

Kedua orang itu menoleh ke sumber suara. "Vano mana tau," jawab Elvano dan langsung menaruh itu ke tempat yang di tunjuk tadi.

Zeline hanya bergeming saat itu.

"Kak Zeline apa kabar?" tanya Hira kakak sepupunya yang masih menginjak kelas dua SMP. Ya, lebih muda dari Zeline empat tahun.

"Eh Hira? Hai Aku baik, Hira gimana?" sapa Zeline balik.

"Baik, Kak."

"Hei Hira. Bukannya kamu cepet anterin Zeline ke kamarnya, pasti dia capek di perjalanan tadi," tegur nenek Faija pada Hira.

"Nenek," seru Zeline seraya memeluk Neneknya itu. Tadi di depan ia belum sempat bertegur sapa pada Neneknya.

Faija balas memeluk, "Cucu nenek udah  besar ya sekarang, nambah cantik." Zeline hanya terkekeh geli.

"Udah sana kamu ke kamar dulu, istirahat," titah Faija mengulur pelukan. "Hira kamu an— Lho kok malah gaada?" Hira sudah melengos sejak nenek cucu itu saling melepas rindu.

"Zeline bisa sendiri kok Nek."

"Nah ini ...," pekik nenek Faija saat mendapati Elvano melewatinya, dengan sigap saja Nenek itu menarik kerah baju si bocah. Otomatis lelaki itu mengaduh karena tercekik. "Vano anterin Zeline ke kamarnya."

"Elah Nek. Nyantai dong ... kecekek nih vano," adunya.

"Hehe, sori sori. Udah sana anter."

Vano melirik Zeline sebentar dengan tatapan dinginnya, "Yok."

Keduanya mulai berjalan melangkah ke lantai atas. Asal kalian tahu. Pasalnya rumah nenek tua yang kini telah di tinggal oleh pasangannya itu, Sungguh benar-benar maha luas, tak kalah luasnya dengan rumah orang tua Zeline di jakarta. Kamar yang di miliki rumah ini berjumlah sebanyak anak-anaknya, namun sekarang kan semuanya telah memiliki keluarga masing-masing, jadi yang hanya tinggal di rumah maha luas ini hanya ia dan kedua cucunya, yaitu Elvano dan adik perempuannya. Cucunya yang malang itu telah di tinggal pergi oleh kedua orang tuanya sejak Elvano baru memasuki sekolah SMP.

Sibuk menyelami pikirannya masing-masing, tak sadar kedua orang itu telah tiba di depan pintu kamar Zeline.

"Udah gue anter ya," desis Elvano akhirnya. Lelaki itu hendak angkat kaki dari sana namun dengan begitu saja pergerakkannya terhenti oleh gadis berambut ponytail itu.

"Ujan, makasih ya," ucapnya, membuat bibir Elvano sedikit terangkat.

"Lo bilang apa barusan?" tanya Elvano memastikan pendengarannya.

"Makasih," jawab Zeline agak heran, apa dia salah bicara?

"Bukan yang itu," dinginya.

"Yang mana? Tadi Zeline cuma ngomong itu doang,"

"Tadi lo manggil gue apaan?"

"U-ujan, emang k-kenapa? Kamu nggak suka ya?" tanya Zeline ragu-ragu plus gugup.

My Dear Cousin (End!) Where stories live. Discover now