35. Seluruh Maaf Ku

24 2 0
                                    

Hari ini tepat satu tahun sang ayahanda lelaki yang kini berada di sebelah ku berpulang.

Hari itu aku menyaksikan sendiri prosesi pemakaman yang menyakitkan. Aku berada di sini, berdiri di antara dua adik dan mama nya yang tak henti menangis. Rafa, lelaki itu terlihat sangat tegar. Ia tak meneteskan air mata sedikitpun. Ia yang memasukan jenazah itu keliang lahat, mengadzankan dan menimbun sosok yang ia sayangi.

"Pa...hari ini aku datang untuk ngenalin calon menantu papa." Katanya pada gundukan tanah yang sudah di taburkan bunga baru.

Aku menoleh, mengenggam telapak tanganya yang sedikit bergetar. Aku tau sebab pulangnya beliau karna perdebatan mereka. Aku tau bahwa papa nya tidak memberi restu sampai ia pergi meninggalkan dunia.

"Rafa kesini mau minta restu sama papa. Rafa harap di tempat baru papa sana, papa bisa lihat bagaimana keadaan Rafa setahun ini.  Rafa harap papa memberi restu untuk aku dan Jia." Air matanya memberat di peluk matanya. Ia tahan tangis itu agar tak terjatuh di atas pusara  ini.

Aku semakin kuat menggenggam telapak tanganya, tertunduk dengan air mata yang sudah jatuh di pipi ku.

"Om aku harap om terima permintaan maaf Jia.  Seluruh maaf atas salah Jia sama om. Maaf Jia engga datang di masa berkabung itu, maaf Jia ninggalin anak om dan maaf atas ketidaktauan diri Jia yang kini kembali lagi sama anak om. Maaf karna kini Jia datang ke sini untuk sebuah restu dari om." Kata ku. Bibir ku bergetar, air mata ku tak mampu di bendung lagi. Menangis di atas pusara beliau yang sangat baik padaku.

Rafa mengusap punggung ku. Air matanya pun tak bisa di bendung lagi. Kami sama-sama menangis di pusara itu.

Kalau boleh jujur, papa Rafa tidak pernah menaruh benci pada ku. Semasa hidupnya beliau sangat baik, aku tau keputusannya untuk menyuruh ku meninggalkan anaknya adalah keputusan yang menurutnya baik.

Aku tau beliau tidak yakin dengan perasaan ku yang hari itu memang banyak ragunya. Beliau tidak mau putra sulungnya menikahi perempuan yang belum selesai dengan masa lalunya. Terlebih lagi Rafa masih terus menerus datang ke pusara Nathan entah untuk apa. Ia menangis, meratapi dan mengutuk dirinya.

Papa Rafa cuma takut, takut kalau hubungan itu terjadi karna janji Rafa pada mendingan Nathan. Papa Rafa takut kalau Rafa tidak akan bertemu bahagia bila bersama Kezia terus.

Itulah sebabnya, beliau menyuruh ku pergi. Berharap Rafa sadar bahwa ada yang salah dengan hubungan ini. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa aku benar-benar mencintai anaknya. Pun dengan Rafa yang selama ini benar-benar mencintai aku. Bukan cuma perkara janji pada mendiang Nathan, namun Rafa memang memberi seluruh cintanya untuk ku.

Dan benar saja yang aku pikirkan dulu, kalau seandainya aku memberi tau Rafa bahwa mendianglah yang menyuruh ku memutuskannya. Ia akan mau berjuang sekali lagi, itu benar. Benar ia berjuang sekali lagi untuk menuntut restu walaupun sampai akhir hayat sang papa restu itu tidak di dapatkan.

Kini kami berdua datang ke sini untuk meminta restu.

"Pa....tolong beri restu. Maaf dulu aku pernah bilang kalau aku engga butuh restu papa. Pa, aku sama Jia pamit ya. Tanggalnya belum tau, tapi nanti kalau sudah ada aku datang kesini lagi." Katanya, Rafa berdiri lebih dulu. Ia menyentuh bahu ku, mendongak ke arahnya.

"Fa, sebentar ya." Kata ku.

"Om, maafkan Jia. Maaf...." Aku menangis di sana. Tertunduk di hadapan pusara itu.

Kini aku menyesali hal dulu yang tidak aku hiraukan. Bener kata bang Iyan, datanglah untuk sekedar rasa segan kamu. Ada setitik perasaan tidak enak saat aku berhadapan dengan mama Rafa. Wanita itu masih berbaik hati pada ku, masih mau menerima aku di keluarganya. Beliau masih senang hati menyayangi ku padahal setahun ini Rafa sakit karna aku.

Senja Dan Rindu [END]Where stories live. Discover now