12. Sulit Untuk Lupa

46 21 3
                                    

Aku pikir untuk menghapus ingatan ku perihal dia semudah itu, namun ternyata semua terlalu sulit.

Aku masih di sini berdiri pada pusaran masa lalu yang enggan untuk tersudahi.

Tiap ku buka mata, ku kira, aku tak lagi melihat dia, namun ternyata masih dia yang menjadi sosok paling jelas dalam hidup ku.

Masih Nathan orang yang terlihat jelas dari buramnya penglihatan ku soal percintaan.

Masih Nathan yang menjadi pemenangnya.

Sosoknya amat melekat di setiap perjalanan. Bahkan aku rasa, aku engga mampu buat melupakan dia. Walaupun aku harus bisa, harus bisa lupa kan Nathan.

Aku kira se tengah tahun itu waktu yang cukup untuk tidak lagi membawanya dalam perjalanan hidup yang kata ku, Aku ingin terlahir kembali.

Tapi nyatanya semua terlalu sulit, dan aku tidak tahu sampai kapan aku harus hidup seperti ini.

Halaman rumah ku yang kini tampak berantakan, daun-daun ketapang disana sudah jatuh berguguran. Tidak ada yang berkenan menyapu, karna semua orang dirumah ini sibuk. Terlebih lagi kami tidak ada memperkerjakan orang di rumah ini. Semuanya di kerjakan sama-sama kalau lagi libur. 

"Besok tu pohon gue tebang aja apa. Bikin sampah banyak banget." Ucap ku sambil melihat pohon itu. Aku sebenarnya juga malas banget kalau di suruh menyapu daun-daunnya yang bertebaran di tanah.

Aku bangkit dari kursi halaman belakang, langkah kaki ku menuju ruang depan rumah. Di ruang depan itu terdapat sebuah piano yang di belikan bang Iyan sebagai hadiah akhir tahun.

Orang-orang sekitar ku tidak lagi memberi kado di ulang tahun ku. Ulang tahun adalah hari menyebalkan di hidup ku. Aku sudah menghapus hari yang katanya penuh perayaan itu. Bagi ku ulang tahun adalah hari yang menyakitkan. Bahkan sampai saat ini, aku engga lagi berharap apa-apa di hari bertambah usia itu.

Orang sekitar memahami itu, mereka tidak ada yang mengucapkan selamat ulang tahun untuk ku. Mereka tahu betapa menyakitkanya hari itu.

Lembaran kertas putih itu sudah ku balik, namun seperti biasanya. Aku tidak tahu harus memainkan lagu apa. Padahal di sana banyak sekali judul lagu yang bisa ku mainkan, namun entah mengapa karya kak Calvin tetap menjadi favorite ku. Lagu yang di arenseman beliau adalah karya yang indah.

Lantunan irama itu sudah terdengar begitu indah di dalam rumah yang kini hanya ada diri ku sendiri.

Sebenarnya sesak sekali tiap aku menekan blok itu, dada bergemuruh seolah ada rasa yang sampai kini engga pernah bisa terucapkan.

Entah perasaan apa, namun yang ku ketahui itu menyakitkan. Sangat-sangat menyakitkan.

Aku rindu pada lelaki seribu tawa itu, dan dulu dia pernah berkata kalau bermain piano adalah cara mengingatnya.

Tapi Than, ini menyakitkan bagi ku. Tiap blok yang ku tekan seolah ia menekan dada ku sampai membiru.

Tapi aku suka, suka karna ini adalah cara aku mengingat mu.

Aku engga mau lupa tentang kamu, dan aku ga akan lupa.

Lagu pertama sudah habis, dan kini lagu kedua adalah lagu yang dulu sering di mainkannya. 

River flower your, lagu itu adalah lagu paling sering Nathan main kan. Bahkan saat lomba pun ia akan sering memainkannya.

Lagu pertama yang aku saksikan di atas pentas seni sewaktu kuliah. Aku masih inget bagaimana gagah dan tampannya lelaki itu duduk di pentas megah dengan piano kebanggannya.

Bagaimana jemari lincah itu menari-nari di atas tuts itu dengan leluasanya. Membuat bunda di buat haru biru kala itu.

Bughhh

Senja Dan Rindu [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora