05. Hujan Yang Selalu Mengingatkan

80 43 6
                                    

Kalau dulu ia adalah seseorang yang menyihir setiap kutukan buruk itu, lantas kini dia siapa? Dia datang menyihir ku dengan berbagai kebahagian yang selalu aku harapkan, dan kemudian dia pergi tanpa kata pamit.

Semesta sedang menghukum ku lagi kah?

Dia datang untuk menabur banyak tawa di setiap sisi kehidupan ku. Namun kenyataannya, di balik tawa yang selalu terdengar indah itu banyak sekali rintihan yang ia sembunyikan.

Mungkin aku yang terlalu egosi, memandangnya sebagai orang yang harus selalu membuat aku bahagia, namun aku lupa dia juga butuh aku bahagiakan.

Aku egois, aku bodoh dan aku tidak tau diri. Seperti itu yang ku liat setelah laki-laki itu pergi dari hidupku.

Hubungan itu bukan hanya satu pihak saja yang harus bahagia, namun harus ke duanya.

"Dia bahagia kak, Bang Nathan bahagia kok pacaran sama kakak."

Aku rasa disini cuma aku yang dia bahagia kan, aku tidak membahagiakannya.

Nathan menjadi tempat cerita yang selalu ku andalkan, namun aku tidak pernah sadar kalau dia juga harus mengandalkan ku.

Bahunya menjadi tempat keluh kesah dan sandaran dari lelah ku, padahal bahu itu menopang banyak keresahaan di hidupnya sendiri.

Dia membagi bahunya pada ku, namun dia enggan menerima bahu ku.

Dia menyimpan semua rapat-rapat tanpa ada celah yang bisa aku telusup.

Andai malam itu, aku tak menangis hebat karna dia membahas soal kematian. Mungkin kehilangannya tak akan semenyakitkan ini. Mungkin setelah itu, aku akan memberikan semangat untuknya guna melawan penyakitnya. Mungkin saja Nathan masih ada di sisi ku.

Aroma petrikor menyeruak masuk menembus indra penciuman ku. Aku berlari kecil menuju halte di depan disana. Niatnya hari ini akan pergi kelas piano, namun sialnya aku harus terkurung hujan di tempat iniㅡentah untuk waktu yang berapa lama.

Aku mengadah ke langit yang kini tampak begitu gelap. Tangan ku mengulur, menampung aliran hujan yang akan jatuh ke ketanah. Senyum getir itu tercipta di pipi kurus ku.

"Hujan menghantarkan ku bertemu kamu dan hujan juga menghantarkan ku berpisah dengan mu."

Tiap kala hujan turun,  banyak sekali sesak yang tersimpan di dada ku. Katanya hujan itu berkah. Iya, dia berkah waktu aku berjumpa dengan mu, terus sekarang apa? Aku bingung kala menghadapi hujan yang jatuh menghantam bumi. Sesaknya luar biasa, sampai-sampai dada ku membiru menahan banyak sakit di dalamnya.

Dinginnya hari itu membawa ku pada kehangatan yang luar biasa, siapa sangka lelaki yang ku tatap dengan tatapan tak suka itu menjadi kekasih hati ku, menyembuhkan luka dan memberi banyak kebahagian.

Awal dia masuk dalam pertemanan ku, aku sempat membencinya. Dia menyenggol ku dari peringkat pertama di kelas dan peringkat sekolah. Aku harus berada di urutan kedua, terus menerus sampai kami sama-sama tamat. Aku bahkan tidak bisa merebut juara satu lagi karna dia memang benar-benar pintar.

Bunda Nathan kebetulan menjadi wali kelas ku saat dia pertama kali pindah ke SMA itu. Aku sempat mengira bahwa bunda lah yang  sengaja membuat Nathan menjadi juara. Tapi setelah naik ke kelas dua belas, nilai lelaki itu tak pernah turun sedikit pun. Selalu meningkat, tapi pikiran ku masih saja buruk kepadanya.

Di kelas 12, dengan beraninya dia menyatakan cinta di hadapan ku. Padahal dia tau kalau aku tak pernah menatapnya dengan tatapan suka.

Setelah banyak cerita soal masalah yang ku hadapi, waktu itu di tepi pantai. Di atas tangga yang menantang laut lepas. Di saat itu aku melepas semua sesak di dada ku. Entah mengapa hari itu aku bisa bercerita semua perihal hidupku. Tanpa beban, tanpa ingat kalau dia adalah orang yang selalu ku tatap tidak suka.

Hati ku luruh, kala dia usap bahu sempit ku.  Dan dengan senang hati memeluk ku dalam dekap yang sangat menyenangkan. Di situ rasa itu mulai tumbuh, kian lama semakin besar dan kini terasa menyesakkan.

Hujan tak kunjung berhenti, sudah 15 menit membasahi bumi. Membasahi hati ku juga dengan rindu yang selalu membucah. Rindu yang aku sendiri tak tahu harus bagaimana ku kelarkan.

Tin....

Bunyi kelakson mobil itu membuat ocehan dalam hati ku tersudahi. Lelaki dengan kaus panjang berwarna putih dan celana hitam itu menghampiri ku dengan payung yang melindunginya dari hujan.

"Gue antarin deh. Mau ketempat bang Calvin kan?"

"Kok lo tau?"

"Tau aja sih, yok." Ia mengulurkan tanganya ke arah ku, namun aku hanya berdiri tanpa menerima ulurannya.

Di bawah payung yang sama dengan hujan yang semakin mengganas, lelaki itu menuntun ku masuk di jok sebelah kiri.

Deja vu.

Mobil yang di kendarinya telah membaur bersama jalanan lengang yang di basahi air hujan.

"Mobil baru?" Tanya ku yang di angguki olehnya. Sebenarnya aku tidak perlu bertanya soal ini, tapi karna aku tidak tau harus membahas apa dalam keheningan ini,  jadi pertanyaan itu melintas begitu aja di kepala ku.

"Bokap beliin buat antarin adek-adek juga. Sekarang kayaknya juga udah sering hujan, terus sekalian buat angkutin barang-barang mama kalau mama kepasar." Jawabnya yang ku balas hanya dengan "oh" yang panjang.

Hujan pagi itu membawa ku bertemu dengan mu dan hujan malam itu menghantarkan mu pulang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hujan pagi itu membawa ku bertemu dengan mu dan hujan malam itu menghantarkan mu pulang. Tiap tetes air yang turun itu, kini juga mampu membuat air di pelupuk mata ku jatuh. Hujan selalu mengingatkan ku pada mu.

Kezia Auryn Rieska

Hujan hanya ingin menutupi tangis yang memilukan itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hujan hanya ingin menutupi tangis yang memilukan itu

Anathan Drean Aksvaro


















Helooo apa kabar?

Lama banget aku ga update ni cerita, aku juga belom lanjut nulisnya dikarna sebulan ni tumbang heheheh... kalian jaga kesehatan yaa!!

Senja Dan Rindu [END]Where stories live. Discover now