27. Ragu

21 8 2
                                    

Bukan aku tidak mencintainya, namun ragu kalau cinta ku tidak untuknya.

Kata orang, jatuh cinta itu hanya sekali dan selebihnya hanya melanjutkan.

Aku tidak mau lelaki itu hanya mendapatkan 'Selebihnya'

Dia lelaki baik, aku mau dia juga mendapatkan yang lebih baik daripada aku.

Tidak pantas saja gadis rusak mental dan hidupnya, bersanding bersama lelaki baik sepertinya.

Ia di emban hidup sangat baik, diberi sayang sebanyak mungkin. Dibangun dari keluarga kokoh yang penuh kehangatan. Sedangkan aku? Hancur berantakan.

Iya benar, benar kalau aku insecure dengan keadaan keluarga ku.

Aku tidak mengerti arti keluarga.

Aku tidak tau bagaimana rasanya hangat keluarga.

Aku takut kalau keberadaan ku tidak diterima masuk dalam keluarga mereka yang hangat.

Dia perempuan tanpa kasih sayang. Lantas bagaimana dia tau rasa sayang itu? Lantas bagaimana bisa dia membentuk keluarga?

Aku hancur karna pikiran ku sendiri.

Padahal kalimat serupa tidak pernah ku dapati dari orang terdekat.

Trauma itu mengukung ku teralalu erat.

Percerai mama dan papa membuat ku takut kalau cinta tak selamanya bisa bersama.

Cinta tak bisa tumbuh di kemudian.

Aku takut hal serupa terjadi di hidup ku.

Deretan foto masa kecil ku terpajang rapi di dinding ruang tamu.

Senyum gadis kecil itu teramat bahagia.

Ku tatap deretan foto masa kecil itu dengan senyum tipis ku.

Dari banyak foto di atas sana, dari berbagai macam pose, dari berbagai macam acara yang ku datangi. Satu hal yang tak pernah ada di sana.

Foto keluarga.

Foto keluarga saat mama dan papa masih bersama.

Bang Iyan, mama dan papa, mereka punya foto tanpa aku. Foto sebelum aku dilahirkan.

Ahh Kezia apa yang kamu harapkan? Sedangkan kelahiran mu di anggap pembawa sial oleh mama mu sendiri.

Mama tiri ku memang menyayangi ku, tapi aku masih mengharapkan sayang dari mama kandung ku.

"Kezia, kamu terlalu percaya diri untuk lahir di dunia yang keras ini." Kata ku pada foto di masa kecil ku.

Senyum ku melebar, "Tapi aku yakin kalau kerasnya dunia bisa aku lalui." Kata ku dengan sangat yakin.

―00―

Cukup lama Rafa terdiam guna mencerma kalimat Kezia kemarin sore. Pagi ini rasanya semua yang terjadi hanyalah bunga tidur.

Lelaki itu menatap pantulannya pada cermin di hadapannya.

"Aku salah apa?" Katanya.

Jujur saja Rafa kaget dengan penuturan Kezia kemarin sore. Selama ini hubungannya baik-baik saja. Tapi entah kenapa kemarin itu Kezia berkata ragu mencintainya.

Padahal selama tiga tahun ini mereka tidak pernah punya masalah apapun.

Nomor telepon Kezia tidak aktif. Sudah Rafa kunjungi rumah Kezia sepulang dari pantai, namun tidak ada jawaban dari sang puan.

Senja Dan Rindu [END]Where stories live. Discover now