29. Waktu Yang Salah

24 7 0
                                    

Derap langkah kaki Rafa terburu menuju ruang rawat inap Kezia. Raut wajahnya tampak sangat khawatir.

Riuh dari sambungan telepon tadi membuat Rafa panik. Suara tangis bunda Nathan mendayu begitu hebat. Bunda sangat takut hal buruk terjadi pada Kezia.

Gadis itu terbujur lemah di atas lantai kamar sang mendiang anak. Badannya dingin, keringat mencucur deras di seluruh tubuhnya.

Bunda panik sekali, bunda takut Kezia turut pergi meninggalkannya.

Overdosis paracetamol, hal gila itu hampir saja membuat nyawanya melayang.

Lagi-lagi gadis itu gagal mati di tangannya sendiri.

Rafa dorong pintu rawat inap itu

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Rafa dorong pintu rawat inap itu. Di dapatinya Kezia tengah terduduk di atas bangsal, menghadap ke arah jendela.

Rafa hampiri gadis yang kini menatap lurus ke depan.

"Jia." Panggilnya.

Kezia menoleh, matanya berkaca-kaca. Wajahnya pucat, Matanya sayu. Syarat akan kelelahannya. Ia palingkan wajahnya untuk tidak menatap lelaki di sebelahnya.

"Aku gagal sekali lagi." Lirihnya.

"Ustt..kamu jangan kayak gini lagi." Rafa meraih lengan Jia. Ia usap lembut punggung lengan pucat milik gadisnya.

"Kita udah selesai, Fa. Tolong tinggali aku sendiri." Gadis itu menarik lengannya. Ia tatap nayanika milik Rafa dengan matanya yang sudah berkaca-kaca.

"Aku masih cinta dia. Aku masih mau dia, Fa." Sekali lagi Jia perjelas ucapannya yang tidak selesai saat sambungan telepon mereka masih tersambung.

"Bunda Nathan kemana, Ya? Rafa alihkan topik pembicaraan Kezia. Ia tidak mau mendengarkan semua perkataan Kezia. Sungguh Rafa tidak mau hubungan ini putus begitu saja.

Gadis itu menghembuskan kasar nafasnya. Muak dengan Rafa yang kini suka mengalihkan pembahasan.

"Abang Iyan, papa, mama sama Zeno udah tau?" Lagi-lagi Rafa bertanya. Namun Kezia enggan menjawabnya. Gadis itu menuli.

Kezia ingin merebahkan tubuhnya pada tempat tidurnya, sakit sekali pinggang dan punggungnya karna terlampau lama duduk.

Ia tepis tangan Rafa saat lelaki itu ingin membantunya.

"Aku bisa sendiri," katanya.

Rafa hanya mengangguk, lelaki tu masih setia dengan senyum hangatnya. Ia masih sabar untuk menghadapi perilaku Kezia malam ini.

Gadis itu menatap nanar pada jam dinding di depannya. Entah ada pikiran apa yang kini menguasai pikirannya.

Hening.

Ruangin ini hening tanpa suara. Rafa membungkam, ia tak mau bertanya lagi.

Ia tatap gadis itu, Kezia masih pada pikirannya.  Ia enggan menoleh ke arah Rafa barang sedetik pun.

Senja Dan Rindu [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt