10. Tempat Penuh Luka

67 17 22
                                    

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif. Jika terjadi kesamaan itu adalah kebetulan semata, tidak ada unsur kesengajaan."

©Story of 'Waktu dan Takdir' by @IraKarrella

.
.
.
.
.

.

Rumah sakit, adalah salah satu tempat penuh luka. Namun, juga tempat di mana doa tulus dan penuh pengharapan itu ada.

***

"Di mana ambulance-nya? Apa sudah dihubungi."

"Polisi, siapa di sini yang punya nomor polisi?"

"Pemuda itu hampir kehilangan banyak darah."

"Kenapa bisa di daerah ini ada kelompok penjahat seperti itu? Sebelum ini tidak pernah terjadi."

Berbagai suara dari para warga yang berada di tempat kejadian memenuhi pendengaran Hanifa. Namun, dia justru tidak ingin mengalihkan pandangan dari Zahdan yang telah beberapa kali mengatakan 'baik-baik saja'.

Laki-laki itu masih sadar, masih bisa menatap Hanifa yang saat ini terduduk lemas tepat di sampingnua. Menunggu ambulance yang dikatakan akan segera tiba.

"N-Nak?" Wanita paruh baya yang tadi meringkuk di tengah-tengah keributan itu memanggil. Membuat Hanifa sedikit mendongakkan kepala, menatapnya. "Mobil saya ada di sana, jika menunggu ambulance pasti akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Kita harus segera membawa dia ke rumah sakit."

Bibir wanita itu bergetar hebat, terlihat takut. Dia pun baru membuka suara sekarang, beberapa waktu setelah kejadian itu.

Hanifa terdiam, berpikir untuk sesaat tawarannya.

"Nak, ini adalah salah saya. Maafkan saya untuk kesalahan ini dan izinkan saya menolongnya." Lagi, wanita itu bersuara.

"Saya-" Namun, belum sempat Hanifa membalas ucapannya, suara sirine dari ambulans terlebih dulu menarik perhatian.

"Cepat, tolong naikan pemuda itu ke ambulans!" Seru seorang pria yang telah berdiri tepat di samping ambulance yang baru terparkir, mengintruksikan agar beberapa warga memapah tubuh Zahdan.

"Pak, saya Maya. Saya yang akan beranggung jawab atas pemuda ini. Jadi izin mengikuti dari belakang menggunakan mobil saya." Maya berujar dengan cepat, memperkrnalkan diri. Pria setengah baya tadi mengangguk mengerti.

"Yasudah. Ibu bisa ikuti dia dari belakang."

Hamzah yang sedari tadi tak membuka suara, terlihat sibuk menatap Hanifa yang mengikuti Zahdan yang tengah dituntun oleh beberapa warga untuk masuk ke dalam ambulance. Raut wajah perempuan itu terlihat sangat menyedihkan. Terus berusaha menghapus kasar air mata yang jatuh sedang posisi tubuh tidak ingin berjarak jauh dari Zahdan.

Waktu, dan TakdirWhere stories live. Discover now