19. Takdir yang Berbeda

41 3 0
                                    

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif. Jika terjadi kesamaan itu adalah kebetulan semata, tidak ada unsur kesengajaan."

©Story of 'Waktu dan Takdir' by @IraKarrella

.
.
.
.
.

.

***

"Assalamualaikum ..."

"Wa'alaikumussalam." Hamzah mengernyit heran melihat keempat sahabatnya yang datang tanpa diundang. Bahkan, mereka langsung masuk tanpa dipersilahkan dan berdiri manis di depan Hamzah yang saat ini berada di ruang tengah.

"Kenapa dah muka lo? Kagak senang apa kita datang nih?" tanya Daffi tidak terima, melihat Hamzah yang terus saja menatap mengintimidasi pada mereka. Hamzah mengerjap.

"Nggak juga. Tapi ini udah hampir isya, tumben aja kalian datang. Ada keperluan?" balas Hamzah, balik bertanya setelah matanya melirik jam dinding yang menunjukkan angka 19.02.

"Ya, enggak. Iseng aja sih. Lagian Paman lo nggak ada di rumah, kan?" sahut Fian. Hamzah menatapnya dan mengangguk.

"Iya, lagi ke luar, ada acara di rumah ketua RT. Kok tau lo?"

Fian menyengir. "Soalnya tadi papasan wkwk. Paman lo juga minta, suruh temenin lo jaga rumah, takut lo nangis katanya."

Hamzah mendelik tajam, menyisakan Fian yang masih menyengir tanpa merasa dosa. Tidak ingin memperpanjang, ia beralih pada Sabil yang asik sendiri dengan ponselnya di sana.

"Duduk, Bil. Mau gue buatin minum apa?" Hamzah menawarkan, membuat Daffi dan Fian memasang muka tidak terima.

"Sabil aja? Kita berdua nggak lo anggap, hm?" celetuk Daffi, diangguki oleh Fian.

"Iya nih! Parah lu, Zah. Udah gue bela-belain beliin roti juga."

"Dih." Daffi melirik sinis Fian. "Lu apa gue?" cetusnya jutek. Fian cengengesan.

"Ya, pake duit lo. Tapi, kan, yang dari beli ke penjualnya gue. Berarti sama aja, gue yang beli."

"Terserah! Mana sini rotinya? Nanti lo habisin lagi. Udah lu makan satu, kan?" pinta Daffi setengah memfitnahnya. Dengan terpaksa, Fian memberikan kresek hitam penuh roti yang digenggam pada Daffi.

"Fitnah mulu perasaan ke gue. Fiks! Kurang banyak nih pahala lo, ke transfer ke gue semua," ucap Fian mengundang tawa kecil dari Hamzah dan Sabil yang sedari tadi hanya diam memperhatikan.

Sementara Daffi memilih acuh dan membuka kresek hitam yang Fian berikan guna mengecek isi di dalamnya. Beberapa saat, dia mengerut dahi.

"Lah ini harusnya rotinya lebih, kan? Kok cuma segini? Beneran lo makan?" Daffi lalu menatap tajam Fian yang saat ini menggeleng kuat. "Terus kemana? Atau jangan-jangan, lo korupsi?"

Waktu, dan TakdirDonde viven las historias. Descúbrelo ahora