16. Tidak Diinginkan

33 5 0
                                    

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif. Jika terjadi kesamaan itu adalah kebetulan semata, tidak ada unsur kesengajaan."

©Story of 'Waktu dan Takdir' by @IraKarrella

.
.
.
.
.

.

Maaf, jika semua tentangnya membuatku menjadi hamba-Mu yang paling egois. Bahkan, ketika kenyataan pahit itu telah menghempasku ke jurang terbawah, aku tetap mengharapkan kembalinya.

-Hanifa Nadia

****

Hanifa menatap kosong pada tiap jalan yang terlintasi. Dia tak mengalihkan sedikit pun perhatian dari sana. Mencoba menikmati rasa sakit yang terus menghujam hatinya.

Apalagi, saat mengingat kembali percakapan bersama Zahdan, lelaki yang kini menghancurkan berbagai angan indah yang Hanifa susun sedemikian rupa...

"Kalau gitu kenapa, Bang?" Hanifa akhirnya mampu bersuara setelah sekian lama. Dia memberanikan diri menatap Zahdan meski matanya berkaca-kaca. "Kenapa dulu mudah banget ngasih harapan kalau ujung-ujungnya bakal diginiin? Kamu ngerti gak sih kalau ini sakit?" ucapnya mengeluarkan segala apa yang dia batinkan tadi.

Tidak peduli apa akan salah bagi Zahdan atau tidak. Dia hanya ingin lelaki itu sadar bahwa apa yang dia katakan sangat menyebalkan di telinga Hanifa, sangat sakit sehingga membuat rasa benci itu perlahan muncul di hatinya.

"Iya, aku paham kok. Tapi aku udah gak bisa lagi. Aku harap kamu paham. Maaf, ya?" Terdengar Zahdan menghela. "Lagipula aku juga rasa ini udah yang terbaik aja."

"Terbaik bagi siapa, Bang? Aku atau cuma kamu?" Intonasi suara Hanifa mulai meninggi sedang deru napasnya memburu.

"Hanifa ..." Zahdan terlihat frustasi. "Aku mohon udahin aja, ya? Anggap aja gak ada apa pun yang pernah terjadi."

Hanifa menggeleng lemah. "Semudah itu? Atau-"

"Aku nggak mau lagi," sela Zahdan cepat. "Maaf, maaf banget. Aku nggak bisa. Beneran..."

Perkataan lirih itu seketika membuat Hanifa kembali menunduk dalam-dalam. Tidak ada energi lagi! Ia tidak ingin melakukan lagi. Karena, dia sudah tidak diinginkan, bukan?

Zahdan sudah menegaskan bukan? Dan ia menyesali! Menyesali perbuatannya membela diri, seolah dia adalah manusia paling egois di sini.

Hanifa meneguk ludah dan berbalik perlahan dengan tetap menunduk dalam. Tidak berani mendongakkan kepala.

Waktu, dan TakdirWhere stories live. Discover now