1. Selayaknya Langit

247 60 98
                                    

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif. Jika terjadi kesamaan itu adalah kebetulan semata, tidak ada unsur kesengajaan."

©Story of 'Waktu dan Takdir' by @IraKarrella

.
.
.
.
.

.

Di bawah langit biru yang siap memunculkan matahari, kamu telah bersinar terlebih dulu.

***

Suara derap langkah Hanifa menggema memecah kesunyian di sebuah jalan yang masih cukup sepi. Bahkan, dia dapat membayangkan bagaimana jika berlarian dan memutar-mutar badan layaknya cinderella, tak akan ada satu orang pun yang tahu. Hanya dia.

Hanifa menarik kedua sudut bibir menciptakan senyum tipis yang cantik dan pas di wajahnya. Tangan kanannya setia memegang tas selempang sedang tangan kiri menenteng sebuah kresek.

Sesekali, kepalanya mendongak menatap langit yang masih biru pekat sedang matahari siap menampakan wujudnya. Udara subuh membuat tubuhnya menjadi sejuk. Namun, ini yang dia sukai.

Setelah puas menatap langit, Hanifa mengedarkan pandangan pada sekitaran jalan, dan ya, mata bulatnya hanya melihat beberapa pejalan kaki yang baru kembali dari masjid terdekat setelah menunaikan sholat subuh. Lagi, ini yang dia sukai.

Dunia luar yang cukup sepi adalah rumah baginya, lebih daripada rumah sebenarnya yang hanya dia tinggali ketika lelah tubuh menyapa, bukan lelah yang dirasakan hati dan pikirannya.

"Hanifa?"

Spontan dia berbalik, menatap seseorang yang tadi memanggil. Terlihat seorang lelaki yang masih lengkap dengan baju kaos hitam polos dan sarung yang membalut bagian bawah tubuhnya.

"Zah, kenapa?" Hanifa menoleh kanan dan kiri, seperti mencari sesuatu. "Dan tumben sendiri? Biasanya sama Om Darman." Dia kembali fokus pada lelaki di depannya.

"Om lagi di rumah, dan seharusnya aku yang tanya, kamu kenapa jalan sendiri subuh-subuh begini?" Lelaki itu tertawa pelan.

Dia Hamzah. Hamzah Al Fatih. Seorang lelaki yang dianggap Hanifa sebagai sahabat, Kakak, dan teman bercerita. Dia dan Hamzah sudah mengenal sejak kecil, saat mereka berada di bangku sekolah dasar.

Yang Hanifa tahu, Hamzah tinggal bersama Omnya yang bernama Darman, seorang pengusaha meuble kecil-kecilan, sementara kedua orang tua Hamzah Hanifa tidak pernah tahu sama sekali. Namun, Hamzah pernah bercerita jika orang tuanya telah pergi, tetapi tidak tahu pergi ke mana dan di mana.

Waktu, dan TakdirWhere stories live. Discover now