14. Perubahan yang Cepat

82 31 27
                                    

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif. Jika terjadi kesamaan itu adalah kebetulan semata, tidak ada unsur kesengajaan."

©Story of 'Waktu dan Takdir' by @IraKarrella

.
.
.
.
.

.

***

Hanifa berada di tepi pantai yang sepi. Sejenak, dia merasakan kelelahan yang begitu dalam, seolah-olah energinya telah terkuras habis sedangkan pikirannya dipenuhi dengan kegelisahan dan kebingungan.

Terlebih, saat matahari terbenam dan langit mulai berubah menjadi warna merah gelap yang membuat dia semakin tak tentu arah.

Namun, di tengah semua itu, ada satu benda yang kemudian menarik perhatian, berdiri tegak di antara pohon-pohon kelapa. Sebuah kotak kayu tua dengan tulisan yang samar-samar terukir di atasnya.

Ketika Hanifa mendekat dan membukanya, dia menemukan selembar surat bertinta biru laut yang ditulis oleh orang yang diketahui telah pergi.

Zahdan.

Tulisan itu sama persis dengan tulisan tangan milik Zahdan. Namun, kenapa tampak begitu baru? Seolah baru ditulis beberapa menit lalu.

"Apa mungkin?" Hanifa bergumam dengan mata berkaca-kaca.

Ya, meski telah dihantam keras oleh kenyataan bahwa Zahdan tak lagi berpijak di bumi bersamanya. Harapan itu masih ada.

Masih berharap itu adalah sebuah mimpi yang tidak dia inginkan, masih berharap semesta masih mengizinkan dia untuk merasakan kebahagiaan.

Sungguh masih sangat berharap untuk itu!

Namun...

Harapan itu akan kembali jadi mimpi buruk, apalagi ketika surat yang Hanifa pegang perlahan-lahan menghilang selayaknya es yang mencair. Membuat dia menggeleng kuat dan berusaha mempertahankan surat itu agar tak jatuh atau hilang dari genggaman.

"Jangan! Belum sempat dibaca!" Hanifa mulai berputus-asa. "Jangan. Ku mohon jangan..."

Berulang kali! Berulang kali Hanifa berucap lirih, meminta pertolongan Allah dalam ketakutan. Namun, semua tetap sama, tidak ada yang berubah.

"Nggak, ya Allah..." Suara Hanifa perlahan meninggi. "ENGGAK!"

.

.

.

.

.

.


"Astaghfirullah." Hanifa terbangun dengan napas tersenggal-senggal. Keringat membasahi hampir seluruh wajahnya bersamaan dengan tubuhnya yang bergetar hebat.

Waktu, dan TakdirWhere stories live. Discover now