3. Kejadian Tak Diinginkan

112 35 64
                                    

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif. Jika terjadi kesamaan itu adalah kebetulan semata, tidak ada unsur kesengajaan."

©Story of 'Waktu dan Takdir' by @IraKarrella

.
.
.
.
.

.

***

Pukul 14.34, Hanifa masih setia berada di cafe ujung jalan. Terduduk tepat di samping jendela yang pemandangannya langsung mengarah ke luar, ke tengah riuhnya berbagai jenis kendaraan dan manusia.

Ia sesekali menghela napas berat memikirkan percakapannya dengan Dian pagi tadi.

.
.
.
.

.

"Hanifa? Udah siap, Nak. Yuk, Bunda temani sarapan."

Suara lembut itu membelai indera pendengaran Hanifa, dia sedikit mendongak, menatap perempuan yang tak lain adalah Dian yang tersenyum ke arahnya sedang kedua tangan perempuan itu penuh oleh berbagai jenis makanan.

Menoleh sedikit, Hanifa melihat Ati yang tersenyum penuh makna tepat di sebelah Dian. Kepalanya mengangguk-angguk seolah mengisyaratkan dia untuk segera duduk.

Dengan menghela napas sedikit pelan, juga kedua tangan yang dikepalkan kuat, Hanifa lalu berjalan menuju tempat dia biasa duduk tanpa sepatah katapun.

"Em, hari ini Bunda masak makanan kesukaan kamu lho, Nak." Dian memberitahu dengan nada canggung, dia memutar badan dan menghampiri Hanifa diikuti pula oleh Ati yang tampaknya akan terdiam lama pagi ini.

Dia ingin membiarkan Ibu dan Anak itu berinteralsi sebagaimana mestinya.

"Gimana, Sayang? Baunya enak, kan? Tapi maaf kalau mungkin sedikit beda rasanya, soalnya Bunda udah lama gak masak." Lagi, suara Dian terdengar..

Hanifa tetap terdiam meskipun matanya beberapa kali melirik deretan piring yang Dian taruh di atas meja. Benar! Dian membuat makanan kesukaannya hari ini.

Tumis kangkung udang.

"Segini cukup gak, Nak?" tanya Dian sambil memperlihatkan piring berisi nasi yang baru dia sendok. Hanifa menatap Dian, detik ketiga, dia menganggukan kepala.

"Iya, Bunda." Dan ya! Senyum terbit di bibir Dian kala suara Hanifa terdengar akhirnya.

Ati yang berada di sebelahnya persis memegangi bahu Dian sedang di wajah tercetak sebuah senyuman. Seakan ikut merasakan kebahagiaan yang Dian rasakan.

Menghapus air yang sempat turun di sudut mata kiri, Dian pun lantas mengambilkan lauk-pauk untuk menghiasi piring yang terisi nasi tadi.

"Ini, Nak. Makan yang banyak, hari ini ada kelas pagi atau siang?" tanya Dian lagi, setelah meletakkan sarapan untuk Hanifa, tepat di depan sang Anak tentu saja.

Waktu, dan TakdirWhere stories live. Discover now