17. Ingin Mengubah Keadaan

43 5 0
                                    

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

"Nama tokoh, tempat kejadian, konflik ataupun cerita adalah fiktif. Jika terjadi kesamaan itu adalah kebetulan semata, tidak ada unsur kesengajaan."

©Story of 'Waktu dan Takdir' by @IraKarrella

.
.
.
.
.

.

Selalu ada alasan kenapa Allah pertemukan dan memisahkan kita dengan seseorang. Perihal menyakitkan atau sebaliknya, itu sudah menjadi ketentuan Allah. Tugas kita hanya harus berusaha untuk menerima. Bukan meminta Allah mengganti takdir-Nya.

****

"Ya Allah, nggak diangkat!" gerutu Zaina sambil meremas ponselnya kuat-kuat. Lalu, atensinya kemudian teralih pada Zahdan yang masih betah terdiam dengan tatapan ke luar jendela rumah sakit. Datar. Itu kata yang menggambarkan wajah Zahdan saat ini.

"Bang, kenapa? Zaina gak ngerti kenapa sampai bisa keterlaluan. Bahkan, Zaina sendiri gak pernah ingin dengar kata-kata itu keluar untuk Zaina. Terus kenapa, Bang?" Perlahan, air mata Zaina turun melalui sudut matanya.

Tatkala tidak menerima respons apa pun dari lawan bicara, Zaina menggeretakkan gigi lalu bangkit berjalan ke arah Zahdan dengan raut wajah menahan amarah.

"Bang—"

"Ini udah yang terbaik, Za. Tolong jangan diungkit lagi. Baik gue maupun Hanifa berhak bahagia."

Zaina menggeleng tak percaya. Kenapa Zahdan semudah itu mengatakannya?

"Tapi, Bang, sadar gak sih kalau Abang itu jahat?" cetus Zaina pelan, bahkan suaranya hampir tidak terdengar.

"Iya," balas Zahdan singkat. Matanya tak teralih dari jendela ruang rumah sakit yang menampilkan bukit berjarak sementara awan-awan bebas berkeliaran di langit luar sana.

Zaina sudah tidak meladeni, ia memilih menangis dalam diam. Merasa bersalah sedalam mungkin pada Hanifa. Merasa bahwa hubungan dengan sahabatnya itu tidak akan pernah lagi utuh dan baik-baik saja.

"Za?" panggil seseorang dari arah pintu. Zaina menghapus air matanya, menghilangkan jejak jika habis menangis di sana. Setelahnya, dia berbalik dan mendapati Saida yang berdiri menatapnya dengan tatapan sulit diartikan.

"Bunda? Kenapa? Tante Maya udah pulang?" tanya Zaina memaksakan diri tersenyum tulus. Saida melirik Zahdan sebentar lalu mengangguk pada Zaina.

"Iya, beliau sudah pulang," jawabnya. "Ikut Bunda sebentar yuk, Za. Bunda mau ngomong. Bang Zahdan juga kayaknya mau istirahat," sambungnya sekaligus memberitahu. Zaina mengerutkan dahi, bingung. Namun, karena juga tidak ingin berada satu ruangan dengan Zahdan lagi, ia memutuskan menurut dan berjalan menghampiri Saida.

Waktu, dan TakdirOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz