BAB 2 - S2

1.6K 93 14
                                    

"Apakah gadis ini orangnya?"

Raja Brigham sibuk mengamati seseorang yang dibawa Konrad menuju singgasananya. Gadis itu tampak seperti seseorang yang hidupnya penuh penderitaan. Hal itu terpancar dari bekas cakaran hewan buas di pipi kanannya. Begitu jelas dan mengerikan, sekaligus menawan, karena ia juga  memiliki bola mata yang berbinar.

"Benar, Yang Mulia." Konrad membungkuk. "Namanya Eleora. Ia utusan rahasia yang telah tulus mengabdi untuk kerajaan ini selama bertahun-tahun. Tak ada yang mengenalinya atau pun memperhatikannya."

Kali ini giliran gadis bernama Eleora itu yang membungkuk untuk memberi hormat. "Aku siap menjalankan perintah."

Tiba-tiba terdengar derap langkah seseorang mendekat. Semua orang di ruangan itu segera menoleh ke sumber suara. Rupanya itu Elric yang sedikit terlambat datang.

"K-Kau? Kenapa kau bisa berada di sini?" Elric terperanjat melihat gadis dengan bekas luka di setengah wajahnya. Ia tidak menyangka akan melihat seseorang sepertinya di dalam Istana Brigham.

Eleora tersenyum simpul. Ia tampak sangat percaya diri. Ia seolah tahu apa yang sedang Elric pikirkan tentangnya.

"Sepertinya kalian berdua saling kenal," ujar Raja Brigham senang. "Dia ini calon tangan kananmu, Elric. Seperti Konrad, dia juga tangan kananku."

Elric memicingkan matanya. "Tangan kanan?" Ia terheran. "Oh, mungkin maksud Yang Mulia adalah bayangan yang mengikuti kita ke mana-mana."

Konrad memutar bola matanya, merasa tersindir.

"Terserah mau kau sebut dengan apa," balas Raja Brigham enteng. "Kau pewaris tahta terakhir, dan aku ingin kau tetap aman. Jadi cobalah untuk menerima Eleora di sampingmu."

"Tetapi, Yang Mulia." Elric membungkuk. "Maaf, aku tidak membutuhkan hal semacam itu. Aku tidak bisa. Aku lebih merasa nyaman untuk melakukan banyak hal sendiri dengan bebas tanpa dikekang atau diawasi siapa pun."

"Kau mungkin saja berubah pikiran, Elric," ucap Raja Brigham.

"Sekali lagi, maafkan aku." Elric mundur perlahan dan meninggalkan ruangan begitu saja.

Setelah Elric lenyap, Raja Brigham mengangkat bahu dan menoleh pada Konrad di sampingnya. "Terakhir kali aku memaksakan kehendak, aku kehilangan putraku," keluhnya. "Kali ini aku tidak mau hal yang sama terjadi lagi."

Konrad mengangguk dan melirik Eleora sejenak. "Kita tunggu saja, Yang Mulia. Seperti kata Yang Mulia, mungkin saja Pangeran Elric akan berubah pikiran, entah kapan."

"Mungkin dalam waktu dekat." Eleora  tersenyum tipis.

****

Sore harinya, Eleora mengikuti gerak-gerik Elric diam-diam di dalam Istana Brigham. Elric berjalan pelan memasuki pemakaman keluarga kerajaan. Di sana ia berhenti pada sebuah makam, dan di sanalah mendiang ayahnya terbaring. Pandangannya sendu, ia seolah teringat kenangan lama yang begitu berarti baginya.

"Keluarlah, aku tahu kau di sana."

Hening. Tak ada jawaban.

"Eleora!" gertak Elric tak sabar.

Eleora tersentak, lalu perlahan menunjukkan dirinya. Ia menatap punggung Elric yang tak bergeming sama sekali. Begitu tenang sekaligus tak peduli pada kehadirannya.

"Elric, teman lamaku. Oh, maksudku, Yang Mulia." Eleora melangkah mendekati Elric tanpa ragu. "Lama tak bertemu."

"Aku sudah menolak, mengapa kau masih mengikutiku?" Elric menatap lurus ke batu nisan ayahnya, tak menoleh sama sekali. Sorot matanya dingin. Ia sama sekali tidak berminat untuk bertemu dengan gadis yang kini berada di sampingnya.

Eleora melipat lengannya. "Jadi kau tidak rindu padaku?"

"Kenapa kau tidak bilang saja sejak dulu kalau kau itu utusan rahasia? Apa kerajaan ini mengirimmu ke rumahku untuk memata-mataiku? Apa kau tahu sesuatu tentang kunci dalam gudangku?"

"Aku tidak bisa menjawabnya, itu rahasia." Eleora tampak kurang senang mendengar rentetan pertanyaan itu.

"Kenapa? Bukankah itu artinya kau membohongiku? Dulu kau mengaku butuh pertolongan untuk apa? Supaya kau bisa masuk ke rumahku? Lalu pergi begitu saja? Kau tidak memikirkan perasaanku?"

Eleora menghela napas panjang. Ada jeda yang cukup panjang, karena ia mencoba mencari alasan pembenaran yang bisa diterima oleh Elric, namun hanya kata maaf yang bisa ia sampaikan. "Maaf, aku hanya mencoba untuk profesional."

"Aku bahkan tidak tahu kau itu teman atau musuhku."

Eleora tersenyum, nyaris tertawa. "Aku tangan kananmu."

"Tidak. Tidak akan pernah!"

Tanpa basa-basi lagi, Elric pergi meninggalkan Eleora di makam ayahnya. Raut wajahnya sangat kusut. Ia bahkan tak sudi menoleh sedikit pun pada gadis itu.

****

WARNING !!!!
Eleora berbahaya !!!!

Vote? Komentar?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 31, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Unwanted Princess [TAMAT]Where stories live. Discover now