BAB 41

2.6K 225 1
                                    

Milo hampir saja menuruti perintah Konrad untuk membuka topeng besi yang menutupi wajahnya. Jika ia melakukan itu, identitas aslinya dapat terbongkar. Nyawanya bisa terancam.

Untungnya, beberapa saat sebelum ia benar-benar menyingkap topeng besi di wajahnya, sekelompok pria berjubah hitam berdatangan. Satu persatu dari mereka mengelilingi Konrad yang masih menahan letupan emosi yang sejak tadi ia lampiaskan pada dua pengawal berbaju besi yang kini masih terkapar di lantai. Rupanya keributan yang ia timbulkan cukup mengganggu rekan-rekannya yang lain.

"Konrad," bisik salah seorang pria berjubah hitam dengan tubuh paling besar. "Mereka berdua tidak membalas pukulanmu karena rasa hormat, bukan karena mereka lemah. Percayalah, aku telah melatih kekuatan mereka dengan cukup baik," jelasnya. "Jika alasanmu melukai mereka tidak cukup masuk akal." Ia mengepalkan tangan kanannya ke wajah Konrad. "Kau yang akan kubuat pingsan."

Konrad menangkis kepalan tangan itu dengan tenang. "Mereka salah membawa tawanan," geramnya. "Gadis itu hanya orang biasa. Dia bukan Tuan Putri Heloise."

"Apa?!"

Ruangan itu kini dipenuhi keributan lagi, namun kali ini dari seluruh pria berjubah yang terkejut mendengar kata-kata Konrad.

"R-Raja Heloise sendiri yang menyerahkan gadis itu pada k-kami," bantah pengawal tanpa topeng. "K-Kami tidak bermaksud melakukan kesalahan."

Konrad menghela napas. Ia tahu, ini juga di luar kendali kedua pengawal itu. Kenyataannya memang tak ada satu pun dari mereka yang pernah melihat Putri Heloise sebelumnya.

"Apa kita langsung bunuh saja gadis itu?" tanya Drake bingung. Ia menyesal mengapa sejak awal bukan ia saja yang diminta membawa Putri Heloise. Ia pasti bisa mengenali Scania dengan mudah. Tentu tidak akan pernah terjadi kesalahan konyol semacam ini.

"Jangan," cegah pria berjubah lain. "Kita interogasi dulu sampai Tuan Putri yang asli benar-benar ada di sini, dan pangeran ditemukan."

"Bagaimana jika Yang Mulia Ratu Wolfgang tahu mengenai hal ini?" Drake terlihat gusar.

"Yang Mulia sedang pergi berkelana di luar wilayah hutan terlarang, seperti biasa," jawab pria berjubah di sebelahnya. "Jika menunggunya kembali, akan memakan waktu lama."

"Sekarang kita semua harus segera menyusun siasat berikutnya. Ingat, waktu yang kita miliki tidak banyak," timpal yang lain dengan penekanan.

Drake mengangkat dagunya dengan percaya diri. "Kalau begitu, biar aku yang melakukannya."

Konrad menatap Drake penuh rasa curiga. "Aku harap kau tidak lupa bahwa kita butuh Tuan Putri yang asli sebelum Yang Mulia kembali."

Drake lalu tersenyum licik.

****

Pada keesokan malam, api di perapian mulai dinyalakan walaupun Ratu Wolfgang belum sampai di markas. Sebagian anggota Klan Wolfgang telah berkumpul di aula rahasia dan memperdebatkan sesuatu secara sengit. Mereka semua mengabaikan ketiadaan sosok Drake yang tengah menjalankan tugas yang mendadak diberikan padanya. Mereka diam-diam berharap Drake segera kembali dengan Putri Heloise bersamanya, walaupun kedengarannya mustahil.

"Sebelum pergi, Drake sempat bilang padaku bahwa gadis yang kita tawan sekarang benar-benar tidak diinginkan oleh siapa pun," jelas pria berjubah dengan suara serak. "Bahkan ibu kandungnya sendiri sempat membuangnya."

"Untuk apa dia ada di sini?" balas pria berjubah lainnya. "Kalau begitu, dia tidak bisa dijadikan sandera untuk dimintai tebusan. Pasti tidak ada yang mau menukar gadis itu dengan uang yang cukup banyak."

Pria berjubah lain menimpali, "Tapi apakah kita harus mengembalikannya ke tempat asalnya? Dia akan membongkar tempat persembunyian kita!"

Konrad mengangguk dengan tenang. "Kalian tahu apa yang kini sedang aku pikirkan? Aku berencana melemparnya ke hutan terlarang. Rahasia klan kita akan mati bersamanya."

Seluruh pria berjubah hitam spontan tertawa terbahak-bahak mendengarnya.

"Tapi," lanjut Konrad. "Sebaiknya kita tunggu sampai Yang Mulia tiba di sini, setelah itu kita lakukan apapun keputusannya."

Milo, yang sejak tadi berdiri di depan pintu masuk ruangan, telah mendengar seluruh percakapan rahasia itu. Ia merasa marah ketika mengetahui rencana busuk Konrad terhadap Scania. Kali ini nyawa Scania benar-benar dalam bahaya. Tidak ada sedikit rasa bersalah pun yang terpancar dalam kata-katanya barusan. 

"Hei, aku mengantuk," keluh Milo pada seorang pengawal di sebelahnya.

"Basuh saja wajahmu dengan air," balas pengawal itu dengan malas.

"Ya, baiklah."

Milo segera berjalan menuju ruangan yang menjadi targetnya. Ia sebenarnya tidak benar-benar diserang rasa kantuk, namun hanya menjadikannya alasan agar dapat menemui Scania yang kini memang terdesak. Ia segera memasuki ruangan tempat Scania ditahan.

Milo memberanikan diri membuka pintu ruangan itu saat suasana sedang sepi karena seluruh anggota Klan Wolfgang tengah berkumpul di aula.

"Scania," bisik Milo. Ia begitu tertekan melihat kondisi gadis itu terantai dengan sangat kuat ke tembok. Scania benar-benar tidak punya kesempatan untuk melarikan diri sama sekali. "Ini aku!"

Scania yang awalnya sedang terlelap, perlahan membuka matanya. Kedua matanya sembab, raut wajahnya terlihat lelah. "Milo?" Suaranya serak, nyaris tak terdengar. "Jangan ke sini. Mereka akan menghukummu jika ketahuan."

"Berjanjilah, Scania." Milo menarik sebuah kunci yang telah ia kantongi sebelumnya, lalu menyerahkannya pada Scania. "Sampai kapan pun, kau harus terus menggenggam kunci ini. Jangan sampai mereka tahu."

"Apa ini?" Scania menerima kunci itu sambil terheran-heran.

"Aku dengar, mereka akan membawamu pergi ke hutan terlarang penuh serigala, cepat atau lambat kau akan membutuhkan kunci ini." Milo tampak sangat khawatir. "Kunci ini bisa membantumu melewati tembok perbatasan."

Scania menatap Milo dengan penuh keraguan. "Bagaimana denganmu?"

"Aku akan membantumu melarikan diri." Milo mencoba meyakinkan gadis itu.

"Bagaimana jika--"

Belum sempat Scania menyelesaikan ucapannya, Milo mendengar teriakan pengawal yang mencari-cari dirinya.

"Kau di mana?! Yang Mulia sebentar lagi tiba di sini!"

Milo lalu pergi begitu saja, meninggalkan Scania yang masih bertanya-tanya mengenai keberadaan kunci itu dalam genggamannya.

****

The Unwanted Princess [TAMAT]Where stories live. Discover now