BAB 49

3.4K 263 3
                                    

"Aku bersedia mengemban tugas yang lebih tinggi dari sebelumnya."

Mendengar ucapan Elric, Raja Brigham tercengang. Ia ikut berdiri tegap seperti yang Elric lakukan, lalu melirik ke arah beberapa pelayannya yang langsung mengerti akan kode yang diberikan pemimpin mereka. Beberapa saat kemudian, pelayan itu membawakan sebuah mahkota di atas kain merah mengkilat yang dulunya dipakai oleh Milo, dan menyerahkannya pada Raja Brigham.

Raja Brigham mengambil mahkota itu dan buru-buru memakaikannya pada Elric.

Mumpung Elric belum berubah pikiran.

"Kau, Elric, kini resmi menjadi putra mahkota!" seru Raja Brigham lantang-lantang. "Beri penghormatan untuknya!"

"Selamat untuk Yang Mulia Elric!"

Semua orang, mulai dari pelayan, prajurit dan panglima tertinggi, hingga Raja Brigham sendiri turut membungkuk untuk memberi hormat pada putra mahkota yang baru saja dinobatkan pagi itu. Seseorang yang akan menjadi ujung tombak masa depan Kerajaan Brigham. Seseorang yang akan mereka lindungi mati-matian. Orang itu adalah Elric, si penjaga tembok perbatasan.

Elric menelan ludahnya ketika Scania berdiri dan ikut membungkukkan badannya mengikuti tingkah laku orang-orang di sekitarnya. Scania sendiri masih bingung dengan kejadian ini, namun ia akhirnya tahu bahwa Elric ternyata menyimpan lebih banyak rahasia daripada yang ia duga sebelumnya. Akhirnya terungkap bahwa Elric, pria yang ia kira hanya sebatas pemburu tengil di daerah terpencil, adalah keturunan murni dari sebuah kerajaan besar.

Elric, yang masih membiasakan diri dengan mahkota di atas kepalanya, mencoba untuk fokus pada permasalahan penting yang harus ia hadapi. Elric teringat pada kata-kata terakhir Milo saat ia sedang sekarat. "Ada yang ingin aku sampaikan," ucap Elric pada Raja Brigham.

Raja Brigham mengangguk. "Silakan saja jika kau mau menyampaikan pidato penobatanmu."

"Bukan, ini lebih penting," bantah Elric. "Milo sempat menyampaikan kata-kata terakhirnya padaku."

Raja Brigham terdiam.

"Klan Wolfgang sepertinya akan menenggelamkan Brigham," lanjut Elric.

"Menenggelamkan?" heran Raja Brigham. "Benarkah Milo bilang begitu?"

"B-Benar, Yang Mulia," sahut Scania. "Mohon maaf menyela, tapi aku juga mendengarnya secara langsung."

"Aku tidak tahu bagaimana cara mereka melakukannya, tapi sebaiknya kita dan para penduduk harus segera mengungsi," papar Elric.

Scania menatap Elric yang berdiri di sampingnya. "M-Maaf, Yang Mulia. Kita tidak mungkin memindahkan manusia sebanyak itu dalam waktu singkat."

"Y-Ya, aku tahu." Elric mulai salah tingkah saat Scania membungkuk padanya. "Tapi itu adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan semua orang yang tidak bersalah."

Scania sama sekali tidak mengerti mengapa ia begitu peduli pada Kerajaan Brigham. Yang ia pikirkan pada saat itu hanya bagaimana menyingkirkan sumber bahaya yang telah merenggut nyawa sahabat karibnya. Ia merasa harus memperjuangkan apa yang dulu Milo perjuangkan. Ia yakin ini bukanlah dendam, melainkan hanya sekedar rasa ingin melindungi sesuatu yang berharga.

Mereka yang tidak bersalah tidak boleh menderita lebih dari ini.

"Menurutku, peta yang pernah aku lihat di dalam buku bukan peta Brigham biasa. Itu adalah peta bawah tanah," ujar Scania dengan kening berlipat-lipat. "Dulu aku pernah mendengar gemercik suara air di penjara bawah tanah. Jika perkiraanku tidak salah, mereka mungkin akan membobol dinding penjara bawah tanah itu. Mengalirkan air dari Sungai Biru ke dalam istana ini, dan menjadikan wilayah Brigham sebagai perluasan dari Sungai Biru."

Elric berpikir sejenak. "Jika menurutmu mereka benar-benar akan melakukan itu, mengapa tidak kita tangkap saja para penggali yang melakukannya?"

Scania menggeleng. "Terowongan bawah tanah itu sudah dibuat sejak dulu, dan peta itu adalah buktinya, Elric, maksudku Yang Mulia. Kita bisa saja menangkap para penggali, namun mereka akan tetap melakukan rencana itu cepat atau lambat."

Belum sempat Elric bicara, Raja Brigham tiba-tiba menyela percakapan mereka.

"Baiklah, baiklah," potong Raja Brigham yang mulai pusing mendengar percakapan rumit itu. "Sepertinya hal ini bisa kuserahkan padamu, sebagai putra mahkota, aku yakin kau sudah cukup dewasa untuk menanganinya," ucapnya terbatuk-batuk. "Sekarang, tolong berikan aku waktu untuk beristirahat dan berduka cita atas kepergian putraku."

Raja Brigham lalu berjalan meninggalkan singgasananya dan kembali ke kamar. Semua orang yang dilewati olehnya membungkuk dengan hormat. Mereka semua belum pernah melihat gurat kesedihan sejelas itu di raut wajah raja mereka. Tak ada yang menyangka Milo akan pergi secepat itu.

"Jelaskan padaku, Scania." Elric memandangi Scania dengan serius. "Apa yang akan kau lakukan untuk menghentikan Klan Wolfgang?"

"Menghentikan mereka?" Scania tertawa pelan. Tatapan matanya berubah menjadi lebih dingin, dan rasa kantuk yang luar biasa itu mendadak lenyap. "Jika aku jadi putra mahkota, aku akan biarkan mereka melakukan apa yang ingin mereka lakukan."

"Apa yang sebenarnya kau rencanakan Scania?" selidik Elric dengan mata terpicing.

"Akan kubuat ini jadi senjata makan tuan." jawab Scania dengan penuh tekad.

****

The Unwanted Princess [TAMAT]Where stories live. Discover now