BAB 35

2.1K 203 15
                                    

Seseorang berbaju besi yang tak dikenal berdiri tegap di hadapan Raja Heloise. Ia baru saja menyerahkan gulungan surat rahasia yang ia bawa langsung dari pimpinannya yang tertinggi. Dari balik celah topeng besinya, ia mengawasi mimik wajah Raja Heloise yang terlihat sangat terkejut bukan kepalang saat membaca surat itu. 

[Untuk Yang Terhormat Raja Heloise]

[Aku mengirim utusanku padamu untuk menagih hutang yang sangat besar atas keselamatan wilayahmu di masa lalu].

[Kami dulu telah membantumu mengusir para serigala itu, dan kami ingin keturunanmu yang termuda menjadi bagian dari kami sebagai bayarannya, sesuai kesepakatan].

[Dulu kau menunda penyerahan putrimu, karena ia masih terlalu kecil dan lemah. Tapi kini pasti ia telah cukup dewasa. Untuk itu, kami akan merekrutnya untuk bergabung dalam Kerajaan Wolfgang, yang tentu saja merupakan suatu kehormatan untuknya].

[Sekali lagi, aku tekankan padamu. Lunasi hutangmu, atau kau akan menyesal].

[Ratu Wolfgang].

Raut wajah Raja Heloise begitu tegang seusai membaca surat itu. Ia bahkan nyaris meremas gulungan surat itu, namun tentu saja tidak akan ia lakukan di depan prajurit asing. Ia hanya bisa cemberut dan tertunduk, merasa beban di pundaknya sebagai seorang raja, menjadi berkali-kali lipat lebih berat daripada sebelumnya.

"Bagaimana," ucap Raja Heloise dengan napas tertahan. "Bagaimana jika aku menolak?"

Prajurit Wolfgang itu menelan ludahnya.

"Bagaimana jika aku melunasinya dengan hal lain? Bukankah Wolfgang sangat tandus? Coba lihat negeri ini! Kau bisa kembali pada ratumu, dan bawakan ia buah-buahan dari wilayahku. Ambil saja semua hewan ternak kami. Pilihkan yang kira-kira ia sukai," tawarnya dengan penekanan. "Tapi jangan ambil putriku."

Prajurit Wolfgang itu semakin gelisah. Ia mulai mengeluarkan keringat dingin ketika mendengar penolakan dari lawan bicaranya. "Aku mohon jangan menolaknya, Yang Mulia," pintanya dengan penuh harap. "K-Kau tidak mengenalnya. K-Kau tidak mengerti ... betapa mengerikannya dia."

Raja Heloise mengangguk pelan. Ia tahu betul bagaimana sosok yang sedang mereka berdua bicarakan. "Tapi, aku tidak takut padanya. Apa yang bisa Wolfgang lakukan sekarang? Aku yakin banyak serigala mati karena tidak sanggup bertahan di kekeringan." Ia membetulkan letak mahkota di kepalanya dan berjalan membuka pintu ruangan itu. "Kau boleh pergi."

Prajurit Wolfgang itu menunduk memberi hormat. "Aku akan tetap datang menjemput Tuan Putri dalam beberapa hari ke depan, Yang Mulia. Aku hanya menjalankan perintah."

"Aku ulangi. Kau boleh pergi," geram Raja Heloise dengan wajah masam.

Prajurit asing itu bergegas keluar dari ruangan tanpa berbicara lagi.

Raja Heloise mendengus kesal setelah prajurit itu meninggalkan istana. Beberapa saat kemudian, Ratu Heloise dan beberapa pelayan wanita, termasuk Wren, masuk ke dalam ruangan itu sambil membawakan banyak piring berisi buah-buahan dan gelas-gelas perak. Pelayan-pelayan itu berhamburan, lalu masing-masing sibuk menata piring dan gelas di atas meja.

"Bukankah tadi ada tamu?" heran Ratu Heloise begitu mendapati di dalam ruangan itu hanya ada suaminya didampingi segelintir pengawal dari istananya sendiri. "Mengapa ia pergi cepat sekali?"

Raja Heloise menghela napas panjang. "Ia utusan Wolfgang."

Ratu Heloise terbelalak kaget. Sudah lama ia tidak mendengar kata itu disebut di hadapannya secara langsung. "B-Benarkah?" Tiba-tiba ia merasa dadanya sesak, nyaris menangis dibuatnya. Ia mengerti ke mana arah pembicaraan ini akan menuju. "Aku belum siap menyerahkan Martha pada mereka!" protesnya. "Kita harus melakukan sesuatu."

"Kita tidak akan pernah siap melakukannya," balas Raja Heloise getir. Ia berjalan mondar-mandir sambil memikirkan masalah baru itu. "Tidak ada yang siap untuk kehilangan Martha selama-lamanya."

Ratu Heloise menitikkan air mata. "Mengapa mereka sejak dulu meminta bayaran yang sulit? Aku pikir mereka telah melupakan perjanjian itu."

"Mereka sejak dulu memang terbiasa merekrut anggotanya dari berbagai kerajaan penting, tapi mereka melakukannya dengan cara kotor. Tentu saja karena memang tidak ada yang sudi bergabung dengan mereka!" rutuk Raja Heloise dengan emosi yang berkecamuk. "Aku pun tidak sudi!"

Wren, yang saat itu sibuk memindahkan buah dari keranjang, tidak sengaja mendengar kata-kata itu. Keningnya kini berlipat-lipat, jantungnya berdegup kencang, dan kakinya gemetar karena panik. Ia tidak menyangka ada rahasia sepenting itu yang tidak ia ketahui sama sekali sebelumnya. Andai saja aku mengetahuinya lebih cepat, pikirnya kalut.

Di tengah perdebatan sengit yang terjadi antara Raja dan Ratu Heloise, Wren melangkah mendekat sesopan mungkin.

"Y-Yang Mulia," ucap Wren dengan sangat pelan. "Maafkan aku karena telah lancang mendengar pembicaraan ini. Tetapi, aku yakin masalah ini adalah masalah kita semua, karena berkaitan dengan keselamatan Tuan Putri Martha," lanjutnya. "Bagaimana jika Scania saja yang diserahkan? Bukankah Scania dan Tuan Putri seumuran?"

Raja dan Ratu Heloise saling berpandangan dengan canggung.

"Wren," panggil Ratu Heloise dengan lembut. "Apa kau yakin dengan ucapanmu barusan? Bukankah ia anakmu?"

Wren mengangguk. "Benar, Yang Mulia. Tapi keberadaan satu-satunya penerus tahta kerajaan ini jauh lebih penting. Aku khawatir ketiadaan Tuan Putri akan memicu kudeta dan masalah lain di masa depan." Ia menarik napas dalam-dalam. 

Raja dan Ratu Heloise masih tampak kurang yakin.

"Tetapi, bukankah Scania akan menerima hukuman mati dari Raja Brigham?" heran Raja Heloise. "Apakah kau tidak dengar keputusan itu?"

Wren mengangguk cepat. "Memang benar, Yang Mulia. Tetapi, bukankah menerima hukuman mati dan diserahkan kepada kaum Wolfgang itu sama saja? Dia tidak akan pernah bisa kembali lagi." Wren membiarkan air matanya tumpah. "Aku rasa, Scania masih punya kemungkinan untuk hidup bersama kelompok itu. Ini adalah firasatku sebagai seorang ibu."

Ratu Heloise menghela napas panjang. Ia mulai bimbang dengan usulan Wren kali ini, tetapi di sisi lain, ia juga tidak mau kehilangan anak satu-satunya yang paling ia cintai. "Wren, aku mengakui idemu cukup masuk akal. Tetapi Scania pasti sekarang sudah ...,"

"Ya," sela Raja Heloise. "Bagaimana kalau ia telah menerima hukumannya?"

Wren masih bersikeras dengan usulannya. "Mohon maaf, Yang Mulia. Karena kita semua tidak ada yang tahu kepastian mengenai hal itu, aku bersedia pergi ke Istana Brigham sebagai utusan untuk menjemput Scania, semoga kita belum terlambat."

Ratu Heloise sontak menggenggam lengan suaminya dan ikut memohon. "Pertimbangkanlah niat baik Wren, aku mohon padamu, tidak ada cara lain yang dapat kita lakukan."

Raja Heloise tertegun. "Tidak," bantahnya. "Aku ini seorang raja dari kerajaan besar. Aku tidak bisa tunduk begitu saja pada kaum lemah seperti Wolfgang," geramnya. "Kalian tenang saja. Mereka tidak akan berani macam-macam pada kita. Mereka tidak sekuat dulu, aku yakin. Abaikan saja ancaman mereka."

Ratu Heloise serta Wren mencoba mempercayai ucapan tersebut. Wren pamit dan mundur perlahan, lalu menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda. Sementara Ratu Heloise memandang keluar jendela, mencoba menenangkan dirinya dari kabar buruk itu. 

****

Vote jangan lupa guys!

Btw, thanks banget loh udah ngikutin Scania sampe sini! Jangan bosen ngeliat Scania terzolimi ya hehehe.

The Unwanted Princess [TAMAT]Where stories live. Discover now