🐑 75

1K 18 11
                                    

Siang hari, usai pulang sekolah. Stella meminta Altra untuk bertemu Calla. Dengan membawa oleh-oleh dari Maldives yaitu berupa mainan, makanan bahkan baju, keduanya begitu semangat untuk bertemu gadis kecil itu dan anak-anak lainnya.

"Calla! Itu Yaya, sama Kakak Cantik ke sini!" teriak seorang anak laki-laki setelah mengetahui kedatangan Altra dan Stella.

Mendengar anak kecil itu berteriak, membuat Stella kembali teringat perihal boneka yang dibawa Calla.

Yaya, ternyata panggilan itu buat dia. Batin Stella lalu terkekeh kecil.

"Ayo, Sayang!" Altra menggandeng tangan Stella untuk masuk ke dalam panti.

Bunda Mawar yang baru saja tiba di ambang pintu, menyambut keduanya dengan hangat sembari menggedong Calla yang sedikit rewel menjelang tidur siangnya.

"Eh ... ada Altra--loh? Ada Stella juga?" Bunda Mawar menatap bingung keduanya.

Stella tertawa dan menatap Altra sejenak, "Iya ... Altra besok yang bakal jadi ayahnya Calla."

Bunda Mawar lantas tergelak dan menatap Calla yang ingin berpindah gendongan pada Altra.

"Sini, Sayang ... yaya gendong mau?"

Gadis kecil itu mengangguk sembari tersenyum. Altra lantas meraih Calla dan menggendongnya sembari mengusap punggungnya.

"Wahh ... Calla makin berat, makin cantik, makin gemes!" Altra menoel hidung Calla dengan hidungnya.

Stella tersenyum sembari mengusap kepala Calla. Ia tak menyangka Altra begitu sayang dengan gadis kecil ini yang tak lain adalah anaknya sendiri.

"Aku juga mau gendong Calla," ucap Stella hendak meraih tubuh Calla.

Akan tetapi Altra menggeleng dan menggeser tubunya. "Nanti aja, aku masih kangen sama Calla,"

Stella mencebikkan bibirnya dan beralih menatap Bunda Mawar.

"Bunda, aku sama Altra bawa mainan buat anak-anak, ada makanan juga," ucap Stella sembari menyodorkan beberapa paper bag yang ia bawa bersama Altra.

"Wah ... terimakasih banyak! Bunda terima ya ... pasti anak-anak suka sekali!" ucap Bunda Mawar begitu senang menerima bingkisan dari mereka.

"Bunda, aku boleh ajak Calla main di halaman?" tanya Altra.

"Boleh sekali, Altra ... udah lama dia nggak main sama kamu," balas Bunda Mawar sembari mengusap rambut Calla.

Setelah mendapatkan ijin dari Bunda Mawar, Altra membawa gadis kecil itu bersama Stella untuk bermain di luar yaitu di sebuah taman panti.

"Aku mau gendong Calla, Altra!" rengek Stella.

Altra tergelak, saking asiknya ia tak menyadari sedari tadi Stella juga merindukan Calla.

"Oke, Calla duduk sama Mima ya?" ucap Altra sembari menyerahkan gendongannya pada Stella.

"Mima?" Dahi Stella berkerut heran sembari mengusap kepala Calla.

"Aku Yaya, kamu Mima!"

Stella lantas tertawa dan menggelengkan kepalanya. Terdengar aneh, tapi cukup membuat hatinya menghangat. Calla pantas menyebutnya dengan panggilan unik dari Altra.

Tak disangka, Calla pun mengangguk setuju dengan mengacungkan kedua jempolnya.

"Tuh ... Calla setuju!" ucap Altra dan kembali tergelak.

"Oke ... terserah mau dipanggil apa aja, yang penting aku sayang Calla," sahut Stella lalu memeluk gemas gadis kecil itu.

Altra turut memeluk Calla dan mencium keduanya secara bergantian. "Aku juga mau dipeluk kayak gini!"

Melihat tingkah Altra, membuat Stella dan Calla tertawa. Akhirnya mereka saling berpelukan seperti kartun yang selalu Calla saksikan di televisi.

🐑

Tak jauh dari panti, terlihat Semesta yang tengah mengintip mereka dari pagar hingga tak menyadari bahwa ada seseorang sedari tadi berdiri di belakangnya.

"Goblok banget si Altra, mau-mau aja nerima cewek bekas cowok-cowok lain," gumam Semesta diiringi dengan kekehan kecil.

"Sedangkan lo, udah bikin malah nelantarin. Serendah itu derajat lo?"

Semesta tercekat mendengar penuturan seseorang dari belakang. Ia pun segera menoleh ke sumber suara.

"Aksa!?"

"Belum mati juga lo?!" Aksa berjalan mendekati Semesta dan mencengkram kerah jaketnya. "Gue pikir nyerahin ke mereka bakal bikin lo sadar. Ah ... tapi ini salah gue karena ngelarang Altra buat habisin lo sama temen-temen lo itu. Dan hari ini gue liat muka lo lagi jadi gatel pengen ngabisin sekarang juga."

Lidah Semesta terasa kelu. Ia belum cukup tenaga untuk melawan Aksa. Apalagi setelah dilecehkan para lelaki penggila homosex itu membuat mentalnya seakan mengikis.

"Sa, gue-"

"Mau kabur? Boleh!" Aksa tersenyum dan melepaskan cengkramannya. "Lari yang kencang! Tapi ... dalam waktu tujuh detik lo nggak sampai rumah, gue tabrak lo sampai mati.

"Sa, gue masih-"

"Lari!"

Dengan jantung yang berpacu begitu cepat dan kaki yang terasa melemah. Semesta segera berlari meninggalkan Aksa yang sedang tertawa sembari menaiki motornya.

"Satu!"

"Sa! Biarin gue hidup, Sa!" teriak Semesta semakin mempercepat larinya. Ia bahkan melupakan motornya karena terlalu takut.

"Dua!" Aksa menghidupkan mesin motornya dan mengikuti Semesta dengan pelan.

"Nggak, Sa! Tolongg!"

"Tiga!"

Semesta meraung, sedangkan kakinya semakin terasa sakit.

"Empat!"

"Gue janji nggak akan ganggu mereka lagi, Sa!"

"Lima!"

Dada Semesta terasa begitu sakit seakan dihimpit oleh batu yang sangat besar.

"Enam!" Aksa memutar gas motornya dan melaju cukup cepat ke arah Semesta.

"Aksa, gue nye-"

Brakk!

Tubuh Semesta terpental saat hantaman keras dari motor Aksa, menabraknya. Kepala Semesta terbentur pada batu besar hingga membuat darahnya mengalir membasahi kelopak matanya.

Tak cukup sampai di situ. Aksa kembali menabraknya hingga darah Semesta bercucuran kemana-mana. Jalanan yang begitu sepi membuat Aksa semakin brutal untuk menghabisi Semesta.

"Sa-"

"Terakhir!"

Brakk!

"Arrrkhh!"

Sebagian tubuh Semesta hancur, tangan dan kakinya patah karena hantaman yang bertubi-tubi. Tubuh Semesta terjatuh di semak-semak belukar.

Tanpa turun dari motornya, Aksa menatap punggung Semesta yang sudah tak ada pergerakan dan matanya terbuka lebar.

Detik itu juga Aksa tersenyum puas dan kembali melajukan motornya dengan kecepatan normal. Ia meninggalkan Semesta yang sudah menjadi mayat dengan kondisi mengenaskan di jalanan yang begitu sepi.

"Target selanjutnya. Naora, Arel."

Tbc.

 𝐀𝐋𝐓𝐑𝐀𝐊𝐒𝐀 (My Absurd Husband)Where stories live. Discover now