🐑 31

1.9K 83 239
                                    

"Sering-sering ke sini lagi ya, Stella ... Calla seneng banget kamu bisa ngeluangin waktu buat main ke panti," ucap Bunda Mawar saat di luar pagar untuk mengantar Stella.

Perempuan itu tersenyum dan memeluk Bunda Mawar. "Aku pasti bakal ngeluangin waktu lebih banyak buat main sama Calla. Bunda titip Calla ya, selalu kabarin aku kalau dia butuh sesuatu."

Bunda Mawar mengangguk. "Iya, kamu hati-hati ya di jalan."

Stella mengangguk setelah menguraikan pelukannya, ia kembali melangkahkan kakinya menjauh dari panti. Sebelum kembali ke villa pribadinya, perempuan itu memutuskan untuk pergi ke supermarket yang tak jauh dari panti.

"Stella, pulang!"

Langkahnya terhenti saat suara Altra yang tak jauh darinya memanggil. Hal itu membuat Stella panik, dan berlari menjauh hingga melupakan tujuannya ke supermarket.

Melihat itu, Altra segera memutar gas motornya untuk mengejar Stella.

Perempuan itu sesekali menoleh dan semakin panik saat Altra semakin mendekat.

"Taksii!" Stella melambaikan tangannya pada mobil berwarna biru. Perempuan itu buru-buru masuk ke dalam, saat mobil itu telah berhenti di depannya.

"Jalan Anggrek, nomer dua puluh tiga!" ujar Stella dengan napas memburu.

Sopir taksi itu pun menjalankan mobilnya sesuai petunjuk dari Stella.

"Cepetan dikit ya, Pak!" pinta Stella sembari menoleh ke belakang dan mendapati Altra yang masih mengikutinya.

Altra yang ada di belakang semakin mempercepat laju motornya, matanya terus menyorot kemana pun mobil itu melaju.

Di dalam mobil, Stella membungkam mulutnya untuk  menahan isakan, hingga membuat sang sopir taxi yang tengah menatapnya lewat kaca depan berinsiatif memberikan tissue yang ada di dashboard.

"Mbak, sayang kalau make up nya luntur," tutur Pak sopir sembari menyodorkan sekotak tissue ke belakang.

Stella tersenyum getir sembari menerima tissue itu. "Makasih, Pak."

"Lagi berantem sama pacarnya?" tanya Pak sopir sembari tersenyum ramah.

"Cowoknya dari tadi ngikutin terus," lanjutnya sembari menatap spion.

Stella menggeleng. "Cuma teman kok, Pak."

🐑

"Gue duluan yang diobatin!"

"Nggak ada! Muka gue lebih parah lo tonjok!"

"Bodo amat! Tika cewek gue!"

"Stoop! Woilah  kalian bisa diatur nggak sih?!" Tika berkacak pinggang sembari menatap tajam ke-2 cowok yang terus saja berselisih.

Bagaikan anak yang menurut pada ibunya, ke-2 cowok itu akhirnya diam. Namun masih saling melempar tatapan permusuhan.

Gadis itu memijat pelipisnya sembari berjalan menghampiri kotak P3K yang tak jauh dari brankar.

"Kak Genta dulu yang aku obatin, Kak Ala mukulnya keras banget sampai mulutnya berdarah," ucap Tika sembari meneteskan cairan obat pada sebuah kapas.

Genta tersenyum penuh kemenangan dan sengaja memajukan wajahnya pada Tika. Hal itu membuat Alatas berdecak sebal.

"Baru keluar darahnya, belum keluar nyawanya!" ujar Alatas begitu sarkas.

"Udah diemin aja! Nanti ribut lagi!" cegah Tika saat tangan Genta hendak mendorong bahu Alatas.

Suasana menjadi hening, Alatas memilih untuk menatap gadisnya yang begitu telaten mengobati Genta.

"Selesai!" Tika menarik tangannya dari wajah Genta.

"Kok bentar?" protes Genta membuat Alatas semakin tak sabar untuk menendang cowok itu dari UKS.

"Terus?! Lo penginnya yang lama, gitu?!" ujar Alatas sembari menarik pergelangan tangan Tika.

"Jangan deket-deket sama Genta, dia pedofil!" Alatas memperingati Tika. Ia tak peduli pada Genta telah melayangkan tatapan tajam.

"Iyaa, sekarang aku obatin Kak Ala. Eh tapi ini harus dikompres pake es batu deh, yaudah aku ke kantin dulu beli es batu, kalian di sini nggak boleh berantem lagi!" peringat Tika sebelum beranjak meninggalkan mereka di UKS.

Ekor mata Genta melirik Tika yang berjalan menjauh, setelah dipastikan aman ia pun menyenggol pelan bahu Alatas beberapa kali.

"Ada orang yang bawa pergi Stella waktu gue mau bawa dia tes DNA," ucap Genta.

Alatas menoleh menatap Genta dengan pandangan serius. "Lo tau dia siapa?"

Genta kembali menatap depan. "Gue nggak sempat liat dia siapa, karena gue udah terlanjur dipukul dari belakang, tapi samar-samar gue denger suara dia. Cowok itu orang yang paling dekat sama Altra."

🐑

30 menit berlalu. Taxi yang dinaiki Stella telah berlalu setelah menurunkan perempuan itu di depan sebuah bangunan villa.

Dengan langkah tergesa-gesa, Stella berjalan memasuki halaman. Ia berharap Altra tak dapat menemukannya.

Namun sayangnya apa yang Stella harapkan seketika pupus, saat suara motor Altra berhenti di depan pagar.

"Stella, ayo pulang! Ngapain di sini?!" teriak Altra sembari turun dari motornya.

Memilih mengabaikan, Stella kembali melangkahkan kakinya.

"La!" Altra berhasil menghentikan langkah istrinya dengan menahan lengan perempuan itu.

"Lepasin, atau gue teriak?!" ujar Stella dengan nada yang begitu sarkas.

"Gue minta lo buat pulang! Sekali aja nggak usah ngerepotin gue bisa kan?!" ujar Altra.

Stella terkekeh sakit setelah menyentak tangan Altra. Perempuan itu kembali menatap wajah Altra dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Harusnya lo seneng gue nggak tinggal bareng lo lagi! Lo harusnya lega, karena nggak ada lagi cewek murahan yang satu rumah sama lo!" ujar Stella dengan menekankan kata "murahan" di kalimatnya.

Dada Altra terasa ditindih batu besar hingga membuatnya kesulitan untuk menghirup udara di sekitarnya.

"Gue kangen Altra yang dulu."

Stella mengusap air matanya dan kembali menatap suaminya, ia tak tahan lagi untuk mengutarakan apa yang dipendam selama ini.

"Altra gue dulu penyayang banget, dia selalu ngelindungin gue, dan dia bilang Stella cinta pertamanya." Perempuan itu menunduk, membiarkan butiran bening dari matanya jatuh menetesi rumput-rumput kecil.

Tanpa Stella sadari kepala Altra seketika berdenyut nyeri, hingga membuat cowok itu harus menompang tangannya pada tiang lampu agar tidak terjatuh.

"Setiap hari dia peluk gue, kasih semangat buat gue, dia juga kadang manja ke gue."

Altra meringis sakit, kalimat Stella bagaikan batu besar yang menghantam kepalanya.

"Setiap hari gue berharap ingatannya kembali, tapi seseorang selalu bilang kalau cinta pertamanya itu cewek lain. Nurani."

"Gue manusia biasa Al, apa yang gue dapat kalau yang gue harapin nyaris nggak akan pernah terjadi?"

"Tolong jangan bikin gue makin susah buat ngelepasin lo--lo emang pantes bahagia sama cewek lain, yang lebih baik dari gue. Tunggu sebentar lagi ya? Apa yang lo mau pasti gue turutin, gue bakal lepasin lo selamanya."

Stella tersenyum tipis, dan kembali membalikkan tubuhnya tanpa menatap suaminya. Perempuan itu meninggalkan Altra dalam keadaan kesakitan.

Tbc

 𝐀𝐋𝐓𝐑𝐀𝐊𝐒𝐀 (My Absurd Husband)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang