🐑 70

1.2K 19 8
                                    

Setelah pulang dari liburannya. Di sinilah Stella berdiri di depan makam sang ibu yang sudah dikuburkan sejak 3 hari yang lalu.

Di belakangnya ada Altra yang hanya diam menatap Stella berjongkok sembari meletakkan sebuket bunga di atas makam Sofia.

Rasa kehilangan tentu Stella rasakan, meskipun sedari kecil ia tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu. Sejahatnya Sofia, ia tak pernah membiarkan Stella diremehkan orang lain.

"Mama, maafin Stella baru datang nemuin Mama," ucap Stella sembari mengusap nisan berbentuk salib bertuliskan nama 'Sofia Esther Ilanna'. "Maafin Stella yang suka kabur dari Mama karena takut. Stella tau Mama sebenernya sayang sama aku."

Altra berinsiatif untuk memeluk bahu Stella yang bergetar untuk memberi rasa tenang.

"Mama baik-baik di sana, Stella berharap kita bakal ketemu lagi," ucap Stella setelah mengusap air matanya. "Stella pulang dulu, besok Stella ke sini lagi sama Altra."

Perempuan itu kembali berdiri diikuti oleh Altra yang masih merangkul bahunya.

"Kalau masih mau di sini nggak apa-apa, aku temenin," ucap Altra sembari menghapus jejak air mata Stella.

Stella menggeleng sembari tersenyum tipis. "Udah cukup, besok lagi kita ke sini. Udah mendung, kita harus sampai rumah."

Altra mengangguk dan menggandeng tangan Stella menuju mobilnya.

***

Di perjalanan pulang, hanya keheningan yang dirasakan Altra. Tak ada gurauan seperti biasa atau suara nyanyian random darinya yang begitu memekak di telinga Stella.

Kini Altra membiarkan Stella untuk menenangkan diri usai kepergian Sofia. Ia tahu, tak semudah itu untuk merelakan orang yang telah pergi apalagi orang itu sangat berarti.

Mobil berhenti di saat lampu hijau telah berganti warna merah. Stella yang sedari tadi hanya diam, memilih untuk mengalihkan pandangannya ke arah jendela mobil dan membukanya. Ia menatap jalanan yang cukup ramai ditambah langit yang semakin menggelap, pertanda hujan lebat sore itu akan turun membasahi jalanan yang beberapa hari mengering.

Sesaat kemudian napas Stella tercekat. Saat tak sengaja mendapati seorang laki-laki yang tak asing menurutnya. Tengah menatap dirinya sembari tersenyum penuh arti. Hal itu membuat Stella bergegas menutup mobil dengan tangan yang gemetar hebat. Itupun tak luput dari perhatian Altra.

"Kenapa, Sayang?" tanya Altra.

"A-Altra ... ayo pulang! A-aku mau pulang!" Stella menggengam tangan Altra begitu erat disertai tatapan gelisah.

Merasa ada yang tak beres, membuat Altra mengalihkan pandangannya pada jendela di samping Stella.

Dahi Altra berkerut saat tak mendapati hal yang membuat Stella mendadak ketakutan. Ia bahkan menatap satu per satu pengendara yang tengah menunggu lampu hijau menyala.

"Nggak ada apa-apa, Sayang. Kamu kecapekan kan? Habis ini istirahat," kata Altra sebelum ia kembali melajukan mobilnya karena lampu sudah berubah warna.

Stella hanya diam sembari meremas dress yang ia kenakan. Ia yakin tak salah orang. Dari wajah bahkan senyumannya masih terekam jelas diingatannya.

🐑

"Lo nggak ngajak Tika ke sini?"

Pertanyaan dari Alatas membuat Aksa menghentikan tangannya yang tengah mengiris buah.

"Gue kangen," aku Alatas.

"Lo sembuh dulu, baru gue temuin lo sama dia," balas Aksa lalu kembali mengiris buah apel yang dempat tertunda.

Alatas tersenyum tipis. Ia berpikir Aksa keberatan untuk mempertemukan Tika dengan dirinya. Apalagi setelah Aksa tahu semua rahasianya.

"Kalau gue nggak sembuh?" tanya Alatas sembari menaikkan kedua alisnya.

Aksa praktis berdecak. Ia paling tak suka pertanyaan aneh yang membuatnya tak bisa menjawab keluar dari mulut seseorang.

"Kebetulan gue lagi megang pisau, mau gue robek mulut lo?" tanya Aksa.

Alatas tergelak sembari menerima buah yang sudah Aksa potong-potong menjadi ukuran kecil di piring.

"Gue mau lo sembuh dulu. Gue nggak mau Tika semakin sedih gara-gara liat kondisi lo sekarang," kata Aksa sembari menepuk bahu Alatas. "Karena lo juga nyembunyiin penyakit yang lo derita dari dia. Gue nggak mau dia makin kecewa."

Alatas mengangguk mengerti. Namun tetap saja, ia sangat ingin bertemu gadis cerewet itu. Ia selalu memikirkan Tika jika mendapatkan seorang laki-laki selain dirinya. Apalagi pengakuan Genta beberapa bulan yang lalu membuat Alatas semakin resah.

"Apa dia masih sendiri, Sa?" tanya Alatas yang tak dapat menahan rasa ingin tahunya.

Aksa melirik Alatas lalu menggelengkan kepalanya. "Meskipun banyak teman laki-lakinya, dia bukan orang yang mudah menerima seseorang buat singgah di hatinya. Selama ini pemenangnya masih lo meskipun kalian udah selesai."

Alatas tersenyum puas. Aksa benar, meskipun dirinya sudah selesai, rasa itu masih ada dan ternyata ia menyukai Tika bukan karena mirip kekasihnya dulu. Alatas menyukai Tika karena gadis itu benar-benar istimewa di matanya.

"Gue makin nggak sabar buat ketemu, karena waktu gue nggak banyak."

Tbc.

 𝐀𝐋𝐓𝐑𝐀𝐊𝐒𝐀 (My Absurd Husband)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें