97

749 178 125
                                    

Tetap 130 vote ....
.
.
.

Tokyo di malam hari, seolah tidak akan berubah menjadi kota mati. Hiruk pikuk manusia yang melepas penat setelah siang hari lelah bekerja, membuat kawasan itu begitu ramai.

Pukul dua pagi, dari balik kaca balkon kamarnya, Ara menatap lelah pada jalanan di bawah. Matanya sudah memerah, menguap berulang kali, tetapi harus menahan kantuk karena balita yang menangis di dalam gendongannya itu masih belum juga mau tertidur.

Kening anak berusia dua tahun itu dipasangi gel dingin, setelah Ara mengecek suhu tubuhnya yang ternyata 38,5 derajat. Ah, Ara menyesal karena kurang bisa mengenai tanda kalau anak itu kurang fit, padahal sejak siang mereka menghabiskan waktu bermain dengan ceria di taman bawah.

Ara kembali menguap. "Haru-ya, apa kau tidak lelah, Sayang. Tidurlah, kau sudah terlalu lama menangis, kumohon," ujar Ara sambil terus menepuk pantat balita perempuan itu dengan lembut.

Ara bergerak ke kanan dan kiri, berputar-putar dalam jarak dekat sembari bersenandung lirih agar Haru mau tidur. Dia lelah, kepalanya sakit karena butuh istirahat, dan setelah perjuangan lebih dari dua jam menggendong balita kecil itu, Haru akhirnya mulai tenang, terisak kecil dan beberapa saat kemudian Ara dapat tersenyum lega karena akhirnya balita berpipi gemuk itu tertidur.

Ara masuk ke dalam kamar, musim semi cukup hangat, tetapi tetap saja tak baik jika membiarkan Haru terkena angin malam dalam kondisi sakit. Ara baru saja hendak meletakkan Haru di ranjang, tetapi bayi kecil itu justru merengek lagi, seolah tak rela jika harus diletakkan di sana. Ara kembali mendesau pelan, sepertinya Haru masih ingin menguji kesabarannya malam ini.

Ara mengerang, hampir menangis saja rasanya. Namun meskipun demikian, toh Ara tetap mengangkat kembali balita itu dalam gendongan, menimangnya dengan sayang. Kaki Ara bergerak keluar kamar, menemukan Hyunjin yang tertidur di sofa ruang tamu. Rasa lelah Ara menjadi berlipat ganda melihat Hyunjin justru nyenyak tidur sementara dirinya harus berjibaku dengan kerewelan Haru semalaman ini.

Dengan Haru yang masih rewel dalam gendongannya, Ara berjalan cepat ke arah Hyunjin, lalu tanpa perasaan menendang pantat pribadi di hadapannya itu hingga terjatuh dari sofa, menimbulkan suara benturan dengan lantai yang cukup keras. Hyunjin yang terkejut langsung saja mengerang sakit, memegangi pinggangnya yang sakit karena posisi jatuhnya tidak tepat.

"Yak, kau gila ya!" teriak Hyunjin dengan nada tinggi, kesal melihat Ara yang sudah seenaknya membuat dia terjatuh.

"Kau yang gila! Bagaimana bisa kau tidur nyenyak sementara anakmu menangis semalaman karena sakit!" balas Ara tak kalah sengit yang justru membuat Haru kembali menangis keras, dan dia harus kelimpungan karenanya.

"Kau berlebihan sekali! Aku baru saja tidur setengah jam, dan kau bilang nyenyak tidur, eoh! Tidurku bahkan mengambang karena lelah!"

"Kau kira aku tidak lelah, eoh! Kau baru tidur setengah jam, sedangkan aku? Kau baru menggendong Haru sepuluh menit dan sudah memberikannya lagi padaku. Kau ini ayah macam apa, hah?!" Ara terus saja membentak, tetapi kembali kelimpungan karena suara mereka menggema dalam apartemen, membuat Haru semakin tak nyaman dan terus saja menangis.

"Lalu kau mau apa?" ujar Hyunjin lelah sendiri, tak tega melihat anaknya terus menangis karena mereka saling menaikkan suara.

"Urus anakmu, bodoh! Besok aku harus kuliah pagi, aku mau tidur!"

"Turunkan suaramu, Ayeong. Kau itu bodoh atau gila? Haru terus menangis karena suaramu mengguncang bumi."

Ara mendengkus karena ucapan Hyunjin berlebihan sekali, memindahkan gendongan Haru pada pemuda itu. "Gendong Haru sampai berhenti menangis, jangan turunkan karena dia akan menangis lagi nanti."

When Yoongi Says Marry Me | End 💜Where stories live. Discover now