65

736 169 107
                                    

Minta 85 VOTE dan komen yang banyak untuk lanjut NEXT PART bisa ga?

.

.

.

Sebenarnya, apa yang kau harapkan dari sebuah reminisensi masa lalu. Ingin terus memeluknya sebagai kekuatan mengarungi masa kini? Atau ingin kembali pada masa-masa itu dan memperbaiki apa saja yang berjalan tidak sesuai yang berdampak buruk bagi masa kini?

Yoongi sangat tau, sangat melelahkan hidup terkungkung dengan masa lalu itu. Terlalu banyak pertanyaan yang terus berkelindan dalam peta otaknya, seperti kenapa? Kenapa dia harus ditinggalkan? Kenapa Yuna tega? Dan kenapa dia harus terjebak dengan masa lalu itu?

Sungguh miris dengan fakta yang saat ini terjadi, Tatkala dia ingin melangkah dan melepaskan masa lalunya, Yuna tiba-tiba saja datang seolah tak membiarkan Yoongi untuk sedikit pun mengecap kebahagian bersama Ara.

"Bagaimana kabarmu, Yoon?" tanya Yuna setelah mereka melepaskan tautan tubuh itu beberapa saat lalu. Keduanya lalu duduk berjauhan, terhalang meja karena baru saja tersadar bahwa semuanya sudah berbeda, terlebih Yoongi yang kini berpredikat sebagai suami seseorang.


Hidung wanita itu memerah dengan sisa air di pelupuk mata, jelas sudah menumpahkan segala bentuk rasa yang sejak tadi menyeruak di antara mereka.

Yoongi mendengkuskan tawa, lalu mengembuskan napas panjang sebelum menjawab, "Seperti kau lihat sendiri, penampilan luarku baik, tetapi di sini." Dia menunjuk dada kirinya, "tak pernah membaik seperti sedia kala sejak kau pergi delapan tahun lalu."

Yuna memaku, tersenyum getir. "Aku ... bingung harus memulai dari mana Yoon."

"Kau bisa memulai dari kenapa kau tega meninggalkan aku," jawab Yoongi dingin, sorotnya memaku pada wajah cantik Yuna yang tampak sendu.

Yuna menatap Yoongi ragu, bertanya dalam hati apakah pria itu tidak berpikir bahwa dirinya pergi dengan membawa penyesalan begitu besar. Wanita itu gagal karena tidak bisa menjaga dengan baik buah hati mereka, gagal karena telah merusak kepercayaan Yoongi yang saat itu pergi karena mencoba bertanggung jawab menjadi seorang suami dan calon ayah yang baik. Dia pergi dengan semua penyesalan itu dan memilih untuk membiarkan Yoongi melangkah meraih masa depan yang cerah.

"Maafkan aku, Yoon." Sepertinya hanya itu kata yang mampu diucapkan Yuna karena lagi-lagi air matanya harus mengalir.

Yoongi mendengkuskan tawa remeh. "Na-ya, apakah hanya kata maaf saja yang bisa kau ucapkan, eoh? Delapan tahun! Dan setahun dari kau pergi, aku mendapati surat perceraian kita tanpa tahu di mana letak kesalahanku. Aku tak mengerti Na-ya, terlalu banyak yang aku tak mengerti. Selama ini aku menghabiskan hidup dalam pertanyaan besar tanpa sedikit pun mendapatkan jawaban pasti. Tolong jelaskan padaku, kenapa kau meninggalkan aku dan anak kita?!"

Yuna otomatis mengerjap, menatap Yoongi tergemap. Apa katanya tadi? Meninggalkan anak mereka?

"Apa? Anak?!"

Untuk sesaat Yoongi membiarkan Yuna mencerna dengan baik apa yang baru saja dikemukakannya. Membiarkan tensi di antara mereka sedikit turun karena terus terang pria itu selalu saja ingin marah dan mengeluarkan semua kelesahnya selama ini.

"Maksudmu?" tanya Yuna takut setengah mati, lantas pikirannya tertuju pada anak kecil cantik yang Jimin perkenalkan tadi sebagai Min Bora, "anak kecil tadi ...."

"Kau kira dia siapa? Apa kau pikir Ara yang baru lulus SMA sudah mempunyai anak sebesar itu? Aku tak mengerti Lee Yuna, bisakah kau jelaskan padaku apa yang terjadi denganmu?" Kali ini Yoongi tidak lagi bisa menahan emosinya. Wajahnya sudah kembali merah padam dengan otak berpikir keras, mungkinkah Yuna tidak mengetahui tentang anak mereka? Apa yang sebenarnya tidak dia ketahui selama delapan tahun ini?

"Yoon, aku benar-benar tidak bisa berpikir saat ini, benarkah gadis kecil itu anak kita?"

"Kau pikir siapa, eoh?"

Tangisan Yuna kini semakin hebat, tubuhnya bergetar, rasanya sesak sekali atas kenyataan yang baru saja dia dengar. "Aku benar-benar tidak tau kalau anak kita masih hidup, Yoon. Saat aku mengalami kontraksi dan kau tidak ada di sisiku. Ibumu yang mengantarku ke rumah sakit karena ayahku tiba-tiba terkena serangan jantung. Keadaan saat itu sangat kacau sampai aku stress dan lemah, sehingga mengakibatkan ketubanku pecah dan harus segera dioperasi caesar."

"Apa?"

"Dan saat aku terbangun, aku dihadapkan pada seorang bayi mungil yang sudah meninggal dunia. Ibumu berkata bahwa anak kita meninggal Yoon dan dia berkata aku sudah tidak ada hubungannya lagi dengamu dan tak seharusnya menjadi penghalang masa depanmu yang cerah."

Yuna mati-matian berusaha mengesat air matanya yang tumpah ruah sebelum melanjutkan ucapannya, "aku hancur, aku tidak tau apa yang harus dilakukan terlebih ayahku mengalami serangan jantung. Ibumu memutus semua kontakku denganmu dan menawari sejumlah uang untuk mengobati ayah di Amerika. Aku tidak punya pilihan, bukan?"

Kali ini Yuna tertawa getir, menertawakan hidupnya di masa lalu yang begitu bodoh karena harus mempercayai begitu saja ibu mertunya itu.

Tanpa sadar Yoongi mengeratkan rahangnya geram dengan tangan terkepal kuat. Satu per satu alasan yang Yuna kemukakan benar-benar membuatnya tak bisa berkata-kata.
"Apa kau pikir aku sedang mengada-ngada, eoh? Perlu kau tau, hidup bersamamu kala itu adalah hal yang sangat aku syukuri, tak peduli orang-orang mencemooh karena kesalahan yang telah kita perbuat. Impianku saat itu membangun sebuah keluarga kecil denganmu Yoongi, dan semuanya hancur saat ibumu berkata aku gagal menjaga anak kita."

Pandangan geram Yoongi berubah sendu, dia tak tau harus menimpali seperti apa ucapan wanita di hadapannya itu. Dia hanya tidak habis pikir bagaimana mungkin ibunya tega melakukan hal sampai sejauh itu untuk memisahkan dirinya dan Yuna.
"Kalau kau hancur karena perpisahan kita, maka aku pun sama, Yoon. Sekian tahun aku mencoba bangkit, melawan segala macam depresi guna menjadi Yuna seperti hari ini."

"Di mana kau tinggal selama ini?" tanya Yoongi, kali ini suaranya terdengar normal dengan wajah berpaling tak ingin menatap wanita si hadapannya.

"Aku pergi ke Amerika untuk mengobati penyakit jantung ayahku, dan tinggal di sana. Aku benar-benar memulai hidup baru, meninggalkan semua kenangan tentang kita."

Yoongi mengangguk, entahlah, dia benar-benar tak dapat berpikir jernih saat ini. Segala sesuatu yang ingin dia sampaikan, sumpah serapahnya kala bertemu Yuna, malah seperti asap yang menguap begitu saja di udara.
"Bagaimana keadaan ayahmu sekarang?"

"Dia ... meninggal dua tahun lalu."

Lagi-lagi Yoongi harus mengembuskan napas panjang. Dia dapat merasakan bagaimana jika dia berada di posisi Yuna, berat sekali kehidupan wanita yang harus dilalui wanita yang dulu dicintainya itu atau ... sekarang pun masih dia cintai?

"Oke, kurasa percakapan kita selesai sampai di sini, ada lagi yang ingin kau sampaikan?"

"Anakku, anak kita Yoon. Aku ingin melihatnya, aku ingin memeluknya," desak Yuna, "aku sama sekali tidak berniat meninggalnya kau harus tau itu karena ibumu memperlihatkan seorang bayi mungil yang sudah tak bernyawa di hadapanku."

Yoongi tampak menimang ucapannya sebentar sebelum menyahut, "Baiklah, nanti aku akan mempertemukan kalian. Perlu waktu agar dia mengerti bagaimana keadaanmu."

Yuna mengangguk setuju.

"Akan kuantar kau pulang."
Keduanya pergi dari restoran tersebut, membawa setumpuk masalah dalam peta otak masing-masing. Yoongi bahkan sampai mengurungkan rencana memberikan cincin berlian lewat menu dessert untuk Ara yang sudah dia bicarakan dengan staf restoran.

Dalam langkah beratnya Yoongi berbisik dalam hati.

Ra-ya aku harus bagaimana?

When Yoongi Says Marry Me | End 💜Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang