Bab 42

10.9K 1.1K 55
                                    

Penjara yang berdiri tepat di bawah gedung istana kerajaan bukanlah tempat para tahanan biasa. Penjara bawah tanah itu diperuntukkan khusus bagi pelaku tindak kriminal besar—para penjahat kelas kakap—yang eksistensinya mengganggu kestabilan negara dan merugikan banyak orang. Pemberontak negara tentu termasuk ke dalam golongan tersebut.

Lethisa hanya diam dan patuh ketika dibawa ke tempat minim pencahayaan itu. Sama seperti yang lain, ia dimasukkan ke sel sempit berukuran 1×2 meter yang masing-masing hanya diisi oleh satu orang.

Tidak adanya celah bagi sinar matahari untuk masuk membuat tempat itu menjadi lembap. Dinding-dindingnya ditumbuhi lumut dan berjamur.

Sirkulasi udara yang buruk sebab tidak terdapat ventilasi udara juga memerangkap aroma anyir darah yang berasal dari tahanan-tahanan senior yang disiksa—penyiksaan itu sudah berlangsung sejak lama—lalu berembus ke segala sudut secara terus-menerus hingga bertransformasi menjadi aroma busuk.

Kondisi ini sangat buruk. Lethisa sampai mual dan merasa sakit kepala meski belum seharian berada di sini.

Fiona yang selama 22 tahun hidup di tempat yang lebih dari sekadar layak—memiliki kehidupan yang baik dan dipenuhi oleh kemewahan—tentu saja menjadi sangat marah dan tidak menerima keadaan seperti ini. Ia memaki dan menyalahkan semua orang atas penderitaan yang dirinya alami.

Lethisa yang berada di dalam sel yang tepat berseberangan dengan wanita itu bisa melihat semua amukan dan mendengar seluruh ocehannya.

“Semua ini pasti ulahmu!” Fiona mencecar sambil menunjuk Lethisa. “Semenjak kau muncul dan ikut campur, semuanya jadi berantakan!” sambungnya memekik.

Lethisa tidak memberi tanggapan. Ia hanya menatap datar seraya melipat tangan di dada dan sedikit memiringkan kepala. Tidak ada niat untuk menanggapi kicauan itu. Lethisa hanya mendengar dan menerimanya dengan separuh minat.

Sikap acuh tak acuh itu tampak sangat menyebalkan di mata Fiona, membuatnya jadi semakin marah. Namun, karena tahu jika respons Lethisa tak akan berubah, ia melampiaskan kekesalannya pada objek lain.

“Aku sudah memperingatimu untuk tidak mempercayai penyihir itu, Edgar! Sekarang lihat apa hasilnya!”

Edgar, di selnya hanya diam. Pria itu duduk bersandar pada dinding dengan kaki menekuk, matanya menerawang kosong ke tanah. Rasa sakit di sekujur tubuhnya sudah tak bisa lagi ia rasakan. Ia di ambang mati rasa. Penyiksaan yang ia terima di Finnomark selama sebulan penuh tidak hanya menghancurkan tubuh dan mentalnya, tetapi juga akal sehatnya. Sepanjang waktu, ia hanya melamun. Dirinya menjadi sangat kosong.

Lethisa yang ditempatkan tepat di sebelah sel Edgar tidak bisa melihat bagaimana ekspresi pria itu sekarang. Yang ia tahu, Edgar hanya diam, berpikir jika pria itu sama sepertinya, hanya enggan menanggapi omong kosong Fiona. Ia tidak tahu jika pria itu telah berubah menjadi seonggok daging tanpa jiwa.

“Ini semua kesalahanmu! Kesalahan kalian!” Fiona menggertak nyaring. “Sedikit lagi aku akan menjadi putri mahkota, tinggal selangkah lagi aku bisa menjadi ratu. Tapi kalian, cecunguk sialan! Beraninya menghalangi langkahku dan menyeretku juga ke penjara!”

“Tidak bisakah kau bercermin dan berhenti menyalahkan orang lain atas nasibmu sekarang?”

Lethisa sudah teramat jengah. Menahan mual saja sudah menghabiskan setengah energinya. Jika ia harus mendengar ocehan itu lebih lama, sisa kekuatannya akan terisap habis. Karena itu, ia menginterupsi sembari mengernyit masam.

Villainess Want to Die [END]Where stories live. Discover now