Bab 06

27.8K 3K 143
                                    

Lethisa hanya diam di tepi aula. Gadis itu berdiri sendirian sembari memandangi segelas anggur di tangannya kemudian menggoyang-goyangkan gelas kaca itu hingga cairannya ikut bergerak seirama.

Lethisa tengah asyik dengan dunianya sendiri, tidak peduli pada apa pun yang terjadi di sekitarnya. Sama sekali. Salah satu contohnya seperti ini.

“Grand Duke lebih cocok bersama Nona Roselyn.”

“Bukankah itu sudah jelas?”

“Orang jahat seperti Nona Lethisa hanya jadi pengganggu.”

“Tapi, bukankah Grand Duke yang lebih dulu mengajukan pertunangan?”

“Itu benar. Tetapi semua orang tahu jika Nona Lethisa lah yang tertarik lebih dulu. Bisa saja ia merengek pada ayahnya kemudian Grand Duke diancam untuk melamarnya.”

“Keegoisan Nona Lethisa membuat orang lain menderita!”

“Kasihan sekali Nona Roselyn. Ia sampai rela membuang harga dirinya dan menahan malu karena menjadi seorang selingkuhan.”

Lethisa tidak tuli. Dialog para nona bangsawan itu masuk ke telinganya. Bukan hanya itu, sebenarnya ia mendengar jauh lebih banyak sejak Hendry meninggalkannya di sini seorang diri karena harus menemui Putra Mahkota. Namun, Lethisa tidak melakukan apa pun. Ia tidak peduli. Baginya, orang yang dimaksud dalam gunjingan itu adalah Lethisa Wesley, bukan dirinya. Untuk apa marah? Ia sama sekali tidak tersinggung.

“Kalian pikir, kalian siapa?! Berani-beraninya cari masalah dengan menghina orang! Kalian mau mati, hah?!”

“Y-Yang Mulia ... P-Pangeran?”

Kegaduhan itu membuat Lethisa tertarik untuk menoleh ke sumber suara setelah semula enggan. Ia melihat kedatangan pria berambut pirang dengan wajah geram. Pria itu berjalan menghampiri dan berhenti tepat di hadapan sekelompok nona bangsawan yang berdiri 3 meter dari tempat Lethisa.

Ya. Para nona itu sejak awal memang sengaja menggunjing di dekat Lethisa agar gadis itu bisa mendengarnya dengan jelas.

“Apa otak kalian sudah tidak berfungsi?! Kenapa membela orang yang berselingkuh dan malah memaki korbannya?! Coba lihat! Lethisa berdiri di sana! Dia mencium semua bau busuk dari mulut kalian itu sejak awal!”

Gertakan penuh amarah itu menggema ke segala penjuru. Perhatian orang-orang seketika jadi tertuju pada si pirang itu. Tidak semua, sebab Devon dan Roselyn bersikap acuh dan tak menghentikan dansa mereka di tengah aula, satu garis lurus dari tempat Lethisa kini berdiri.

“Kalian seharusnya malu karena—!”

“Sudahlah,” celetuk Lethisa malas, berusaha melerai meski sebenarnya enggan. “Mereka punya mulut dan berhak untuk bicara. Jadi, biarkan saja mereka mengatakan apa pun. Bukan urusan anda kan?” sambungnya lagi tanpa minat.

“Hei, Lethisa! Tapi, mereka—!”

“Pergilah. Cari tempat lain yang tidak ada orang sepertinya, yang suka mengganggu kesenangan kalian dalam menggunjing dan mencela orang.”

Karena merasa diberi kesempatan untuk kabur, nona-nona yang sudah gemetaran itu beranjak dengan terburu-buru. Si pirang yang disebut sebagai pangeran menghela napas pendek dan menatap Lethisa tak percaya. Masih menahan kesal, ia menghampiri Lethisa.

“Kau melepas mereka begitu saja?”

“Sejak awal memang ingin saya abaikan.”

“Mereka sudah memfitnahmu seolah kau orang jahat! Kau seharusnya marah dan membela dirimu sendiri! Jangan pasrah seperti ini!” serunya geram.

Villainess Want to Die [END]Where stories live. Discover now