Bab 09

24.4K 2.4K 133
                                    

Suasana di ruang makan jauh lebih ramai dari biasanya. Walaupun hanya bertambah dua laki-laki di antara mereka, ruangan itu jadi lebih berisik karena Lethisa berceloteh tanpa henti, bertingkah sangat antusias.

Isaac, Milana, dan Hendry ikut senang karenanya. Lethisa yang selama ini diam-diam saja tiap kali acara makan bersama berlangsung, kini berubah menjadi sosok cerewet yang melimpahkan semua perhatiannya pada laki-laki tujuh belas tahun bersurai hitam legam persis seperti milik Lethisa, Duke, dan Hendry. Dia si bungsu Keluarga Wesley.

“Aku sangat merindukanmu, Janshen.” Ucap Lethisa sambil memeluk tubuh laki-laki itu dan mengusap puncak kepalanya.

Tubuh Janshen membeku. Sebuah perlakuan lembut dan perhatian yang tidak pernah ia dapatkan dari sang kakak perempuan berhasil membuat isi kepalanya mendadak kosong. Ada apa dengan kakaknya? Janshen tidak terbiasa dengan hal-hal seperti ini selama 17 tahun dirinya hidup.

Berbeda dengan si bungsu, laki-laki berambut cokelat seusia Janshen, yang duduk di sebelah Milana menatap lekat Lethisa yang duduk di hadapannya, diapit oleh Hendry dan Janshen. Ia menatapnya dengan suasana hati yang tidak baik.

Namun, Lethisa tidak menyadari itu sebab ia hanya peduli pada eksistensi adik laki-lakinya.

“Janshen,” panggil Lethisa.

“Y-ya?” sahut pemilik nama setengah kikuk.

“Maaf karena aku tidak menyelamatkanmu. Aku terjebak di sini dan tidak tahu jalan untuk kembali. Jadi ... ya, begitulah.”

Janshen mengernyit dahi, bingung. Ia segera melihat Ayah, Ibu, dan kakak sulungnya bergantian, mencari jawaban atas kalimat yang tidak ia mengerti. Namun, ketiganya hanya mengedikkan bahu tanda tidak tahu.

“Bagaimana kau bisa datang ke sini?” ujar Lethisa lagi.

“Aku dan Kenneth sudah lulus dari akademi, setahun lebih cepat dari yang seharusnya. Jadi kami pulang.”

Lethisa diam sejenak. Raut antusias dan senyum semringah di wajahnya luntur. Jawaban itu membuat rasa bahagia kala bertemu sang adik kian menyusut.

“A ... kademi?” gumamnya bingung.

Janshen mengangguk kukuh. “Iya.”

“T-tunggu! Namamu Janshen, kan?”

“Iya.”

“Nama terakhirmu ..?”

“Wesley. Janshen Xeano Wesley.”

Bak disambar petir, Lethisa mematung kaku. Jawaban yang tidak ia harapkan justru yang terdengar olehnya. Mematahkan harapannya. Meluluhlantakkan kebahagiaannya.

Laki-laki di sebelahnya ternyata bukanlah sosok yang ia kenal selama ini. Ia bukan adiknya, melainkan adik kandung Lethisa Wesley.

“O-oh, bukan ya?” gumamnya pelan dengan lesu.

Gadis itu mengalihkan atensinya saat pikirannya semakin kacau dan mulai tenggelam dalam perasaan kecewa. Lethisa akhirnya mengangkat garpu yang belum ia sentuh sama sekali. Namun, ia hanya mengacak makanan di piringnya tanpa minat.

“Apa kau hanya merindukan Janshen, Kak? Bagaimana denganku? Apa kau tidak merindukanku juga?”

Lamunan Lethisa buyar karena Kenneth buka suara setelah sebelumnya hanya diam dan sibuk memicingkan mata dengan raut masam kepadanya.

Villainess Want to Die [END]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें