Bab 08

26.2K 2.6K 52
                                    

Suara ketukan pintu menyeruak masuk ke rongga telinga Lethisa. Gadis yang tengah berbaring di atas ranjang tanpa melakukan apa-apa itu sontak menoleh ke ambang pintu yang masih tertutup rapat.

“Kenapa?” tanyanya acuh tak acuh.

“Grand Duke datang untuk menemui anda, Nona.”

Perkataan Lily dari balik pintu membuat Lethisa melotot dan refleks duduk bersilang kaki di tengah ranjang. Gadis itu mendesis dan berwajah masam.

“Bilang saja aku sudah mati!”

“T-tapi Nona ...”

“Padahal di suratmu tertulis jika aku akan mati jika datang menemuimu. Kenapa sekarang jadi kau yang mati, Lethisa?”

Kalimat ejekan yang baru saja terdengar membuat Lethisa mendecakkan lidah. Ia turun dari ranjang, berjalan dengan langkah diseret menuju pintu. Ketika ia membukanya, Devon sudah berdiri dengan memasang senyum manis di wajahnya sembari menyodorkan buket bunga kepadanya.

Lethisa menatap Devon dan buket bunga yang dibawanya dengan tatapan tajam secara bergantian.

“Untukmu, ambillah.”

Masih menatapnya dengan tajam, Lethisa mengambil buket bunga tersebut. Namun, sedetik setelahnya, ia membantingnya ke lantai lalu menginjak-injaknya penuh emosi sampai hancur.

“Hei, apa yang kau lakukan? Jika kau tidak suka bunga itu, kau hanya perlu mengatakannya. Aku akan belikan yang baru. Kau mau bunga apa? Atau perhiasan? Gaun?”

Lethisa masih tak menggubrisnya sama sekali. Ia justru memungut buketnya lagi lalu memukul wajah Devon dengan bunga itu. Devon yang terkejut hanya bisa terkesiap dengan mata terbelalak dan menatap Lethisa dengan tak percaya.

“Pergi,” titah Lethisa tajam penuh penekanan.

“Kenapa kau begitu marah padaku? Aku sama sekali tidak mengerti. Apa aku punya salah padamu?”

“Pergi sekarang, sialan!”

“Katakan dulu padaku, apa aku punya sal—argh!”

Sebelum Devon menyelesaikan kalimatnya, Lethisa lebih dulu menendang selangkangan pria itu sekuat tenaga. Devon menggeram kesakitan dan membungkuk, menahan nyeri.

Tanpa sepatah kata lainnya, ia segera membanting pintu hingga suara gebrakan menggema di sepanjang lorong di depan kamarnya.

Devon mendesis tajam, tidak menerima penghinaan dan kekerasan yang baru saja dirinya terima. Ia mendesis dan bergumam tajam—hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.

“Jika kau ingin melakukan kekerasan, seharusnya kau lakukan itu pada Roselyn, Lethisa. Bukan padaku.”

***

Hamparan padang rumput yang luas mengelilingi Lethisa. Dipayungi langit cerah dan gumpalan awal yang berarak juga semilir angin yang bertiup lembut membuatnya merasa teduh. Tanpa sadar ia mengulum senyum tipis di bibirnya.

“Hei, Ameilia!”

Sebuah seruan lantang yang masuk ke telinganya membuat Lethisa terganggu. Ia langsung menoleh ke belakang, melihat ke sumber suara. Didapatilah seorang perempuan yang tengah berekspresi masam berdiri tepat di belakangnya.

Villainess Want to Die [END]Where stories live. Discover now