Bab 40

10.4K 1K 26
                                    

Menandatangani perkamen yang membuatnya resmi bergabung dalam organisasi rencana pemberontakan di bawah pimpinan Edgar membuat Lethisa berada di ambang menyesal dan tak menyesal.

Di satu sisi, ia jadi mendapat informasi terperinci terkait tahapan-tahapan rencana pemberontakan yang telah mereka susun. Ia jadi tahu jika puncak dari segala rencana akan jatuh pada hari pernikahan Archer, sang Putra Mahkota.

Tapi di sisi lain, ia jadi terikat dan tidak bisa bergerak.

Tidak ada pilihan selain menandatangani perkamen yang Edgar sodorkan kepadanya. Sebab, meski pria itu berkata, “Kembalikan saja jika kau tidak ingin menandatanganinya.” Lethisa tahu jika ia tidak menandatanganinya, Edgar tidak akan membiarkannya hidup begitu saja setelah mengetahui semua rencananya.

Jangankan untuk bertemu hari esok, sepertinya Edgar tidak akan membiarkannya keluar ruangan dalam kondisi masih bisa bernapas jika ia tak mendapat apa yang ia mau malam itu.

Lethisa yakin jika ada kesatria bayangan yang bersembunyi di tengah-tengah obrolan mereka. Sebilah pedang mengacung kepadanya dari arah yang tidak ia ketahui. Jika ia mati malam itu, apa gunanya semua informasi yang ia dapat?

Saat itu, Lethisa hanya berpikir bagaimana caranya untuk keluar tanpa meninggalkan masalah. Dengan begitu, ia bisa membagikan informasi terkait organisasi pimpinan Edgar itu kepada Chester.

Hanya terkait isi-isi yang ada di dalam perkamen.
Soal ia menandatangani berkas penting itu ... Lethisa tidak menemukan waktu yang tepat untuk mengatakannya. Jadi ia masih menyimpannya seorang diri.

Dan berakhir frustrasi.

“Ah, terserah saja lah! Apa pun yang terjadi pada akhirnya, mau pemberontakan berhasil atau gagal, aku ikut dieksekusi mati atau tidak, aku tidak peduli! Memangnya siapa yang ingin jadi pahlawan?

“Aku berusaha menghentikan Edgar sejauh ini juga bukan murni karena keinginanku. Aku dipaksa! Jadi, jika hasil akhirnya tidak bagus, itu bukan salahku. Sebab ini bukan benar-benar tanggung jawabku. Toh, aku tidak diuntungkan sama sekali.

“Seandainya nanti aku mati, itu artinya aku memang sudah ditakdirkan untuk mati. Entah itu dibunuh oleh Pangeran Edgar karena dia tahu aku mengkhianatinya, atau dieksekusi bersama para pemberontak lainnya. Jika hasil akhirnya seperti itu, mau bagaimana lagi?”

Ini lah upaya yang Lethisa lakukan untuk menetralisasi kegelisahannya. Menyangkal dan bersikap acuh seolah tidak peduli—akan menerima apa pun hasil akhirnya tanpa berniat untuk mengerahkan lebih banyak usaha.

Ia menghindari kenyataan dan melarikan diri.

Memang terkesan tidak bertanggung jawab, tapi ia sudah buntu dan merasa jenuh. Ia terlalu lelah untuk menghadapi semua masalah yang semakin pelik. Yang ingin ia lakukan hanya lah menyerah dan pasrah.

‘Kalau mati, ya sudah. Berarti sudah takdir.’

Gadis itu tidak tahu jika pemikiran itu tidaklah normal. Ada yang salah dengan pola pikirnya, tetapi ia tidak menyadarinya.

Lethisa mendadak mendesis kesal.

“Aku sudah berusaha untuk tidak peduli, tapi kenapa tetap saja kepikiran? Sial!”

Ia merebahkan tubuhnya di kursi, duduk bersandar sembari menengadahkan wajah, menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong sebab fokus pikirannya tengah melalang buana ke mana-mana.

Villainess Want to Die [END]Where stories live. Discover now