Bab 37

10.1K 1.2K 40
                                    

Perjalanan yang menempuh waktu hari demi hari akhirnya berakhir. Rombongan kesatria berkuda sudah menginjak tanah Virgas. Kala tiba di salah satu persimpangan jalan di Ibu Kota, Chester memerintah agar Max mengambil alih komando. Sedangkan ia memacu kudanya ke arah yang berlawanan.

Tujuannya adalah mansion keluarga Wesley. Ia menaruh prioritas untuk mengantar Lethisa pulang terlebih dahulu di atas kepentingannya yang lain.

Mereka langsung dipersilakan melewati gerbang.
Chester menghentikan kudanya tepat di depan rumah besar. Lethisa langsung turun dengan mudah, tanpa bantuan.

Belum sempat bergerak ke mana pun, ia dikejutkan oleh kehadiran seseorang yang tiba-tiba memeluknya erat hingga membuatnya tersentak kaget.

“Syukurlah kau kembali dengan selamat. Ibu benar-benar mengkhawatirkanmu.”

“Duchess ...” gumam Lethisa segan.

Milana melepas rengkuhan tubuhnya. Ia menatap Lethisa lekat dengan berurai air mata. Ia menangkup pipi gadis itu menggunakan kedua tangannya kemudian berbicara.

“Apa kau baik-baik saja? Apa di sana—” Duchess Wesley itu sontak memutus kalimatnya ketika menyadari leher Lethisa yang dibalut kasa. “Lehermu ..?” ucapnya mengambang.

“Bukan apa-apa, hanya tergores ranting.”

Melihat Milana tampak lebih kurus dari yang terakhir kali ia lihat, Lethisa jadi merasa tidak tega untuk mengatakan yang sebenarnya terjadi. Alhasil, ia berbohong guna menenangkan hati wanita bangsawan itu.

“Maaf karena telah membuatmu cemas, Duchess. Aku baik-baik saja. Jadi, tolong jangan menangis.”

Lethisa menyeka wajah Milana menggunakan ibu jarinya dengan lembut seraya mengulum bibir, tersenyum simpul. Ia berusaha bersikap tenang, berharap agar ketenangannya bisa menular untuk Milana.

Lethisa menyadari eksistensi dua orang lain di sekitarnya. Karena itu, ia melirik mereka sekilas lalu kembali berujar.

“Salahkan saja suamimu, Duchess. Karena, seandainya dia bisa mencegah perang, aku tidak akan nekat pergi. Dia yang membuatku harus tidur di hutan belantara dan digigit banyak serangga.”

Kalimat Lethisa membuat Isaac terbelalak. Belum sempat membela diri, ia lebih dulu dimarahi oleh sang istri.

Lethisa tertawa kecil menonton adu argumen itu.

“Maaf karena aku juga tidak bisa melakukan apa pun.”

Tawa Lethisa diinterupsi oleh Hendry yang tiba-tiba buka suara. Gadis itu pun sontak menoleh.

“Tidak ada gunanya minta maaf. Semuanya sudah berlalu. Lupakan saja,” balas Lethisa enteng.

Lethisa yang terkesan sangat menyepelekan hal tersebut justru membuat hati Hendry terasa tidak nyaman. Ia semakin merasa menyesal.

“Keperluan saya sudah habis. Karena itu, saya pamit undur diri.” Chester yang semula hanya menjadi pengamat interaksi di sekitarnya kini angkat bicara.

“Kau mau pulang?” tanya Lethisa.

“Ya.”

“Rumahmu jauh. Istirahat saja di sini.”

Villainess Want to Die [END]Where stories live. Discover now