Bab 03

38.8K 3.3K 122
                                    

Pertama kali keluar dari kamar setelah dua malam tinggal di kediaman Wesley, ia harus duduk di sebuah sofa panjang yang ada di ruang kerja Duke sebab Isaac memanggilnya. Sang pemilik ruangan duduk di sofa tunggal sebelah tempat Lethisa duduk—membentuk sudut siku-siku.

Hendry sudah menceritakan apa yang dilihatnya semalam pada sang Ayah, dan itu menjadi pemicu kenapa Lethisa ada di sini sekarang. Hanya satu tujuan utama sang kepala keluarga memanggilnya. Untuk mendapat penjelasan.

Atas dasar apa Lethisa mencoba lompat? Kenapa ia masih berusaha untuk bunuh diri? Tidak bisakah ia hidup nyaman dan bahagia seperti semula dengan menerima cinta kasih dari keluarganya? Apakah ia sudah tidak lagi membutuhkannya?

Namun, bibir pria itu terlalu kelu. Melihat tatapan kosong gadis itu membuatnya tidak sanggup mengatakannya. Pada akhirnya, ia hanya bisa berkelit pada sebuah pertanyaan bodoh yang pastinya tidak akan ia dapatkan jawabannya mengingat bagaimana kondisi gadis itu saat ini.

“Apa kau mengingatnya?” tanya Isaac.

“Ingat apa?” balas Lethisa tanpa emosi.

“Wajah orang yang menculikmu.”

Lethisa menghela napas jengah, bosan dengan pertanyaan serupa yang selalu dilayangkan oleh siapa saja di kediaman ini kepadanya.

“Saya tidak pernah diculik,” jawab Lethisa, bicara formal.

“Lalu, bagaimana kau bisa hilang selama tiga hari?” balas Isaac retoris.

“Saya sudah bilang, anda salah orang. Saya bukanlah orang yang anda cari,” ujar Lethisa jengah. “Lebih baik anda kembali mencari orang itu. Mungkin saja dia masih disekap penculik, jadi—”

“Tidak, aku tidak salah. Kau benar putriku.”

Kalimat Isaac yang memutus perkataan Lethisa berhasil membuat gadis itu menghela napas pendek dan menatapnya dengan sorot tak percaya.

“Bukankah itu keterlaluan?” celetuknya. “Bagaimana bisa anda tidak mengingat wajah anak sendiri? Dia pasti sedih karena ayahnya salah mengira dan malah menyelamatkan orang lain,” lanjutnya sarkastis.

“Aku ingat. Wajahmu itu wajah putriku,” balas Duke.

“Tapi wajah anda bukanlah wajah ayah saya.”

Isaac baru saja tertikam oleh kalimat Lethisa.

Sebenarnya, ini hanya lah kesalahpahaman sederhana yang sialnya membuat situasi menjadi rumit dan membingungkan bagi orang-orang yang terlibat.

Isaac yang meyakini jika gadis itu adalah putrinya.

Lethisa yang selama ini hidup tanpa status aristokratis.

Hanya semesta yang tahu kebenarannya.

“Sebelumnya, saya sangat berterima kasih atas pertolongan dan kebaikan hati anda dengan memperbolehkan saya tinggal di tempat ini. Saya akan segera meninggalkan—”

“Tunggu!”

Isaac segera berseru sembari bangkit dari duduknya. Ia tahu apa intensi Lethisa, dan kalimat apa yang akan diucapkan setelahnya. Lethisa yang yakin jika ia bukanlah putri tunggal Isaac, pasti ingin pergi dari kediaman ini. Karena itu, ia tidak akan membiarkan hal tersebut terjadi.

Villainess Want to Die [END]Where stories live. Discover now