Bab 14

19.5K 2.1K 13
                                    

Lethisa membawa Chester ke teras balkon. Hanya tempat inilah yang tidak dihuni oleh siapa pun sehingga mereka bisa bebas mengatakan apa pun tanpa takut ada yang mendengar perbincangan mereka.

“Komandan Chester, apa boleh saya menanyakan sesuatu?”

“Ya, silakan.”

“Siapa tuan anda?”

Chester refleks mengernyit. “Apa maksud anda?”

“Siapa yang menerima sumpah setia anda?”

“Negara ini. Saya bersumpah setia kepada Kerajaan Virgas, tanah air saya.”

“Jika tanah air tempat anda bersumpah dipimpin oleh orang yang buruk, apa yang akan anda lakukan?”

“Tentu saja mengenyahkan orang itu,” jawab Chester cepat tanpa ragu. “Saya sudah bersumpah untuk menjaga kedamaian negara ini. Jadi, apa pun masalah yang dihadapi, sekalipun kekacauannya disebabkan oleh pemimpin negara ini, saya akan mengenyahkannya demi kesejahteraan rakyat Virgas.”

Jawaban Chester membuat Lethisa tersenyum puas.

Sebenarnya, selain karena informasi yang ia dapat dari Victor, Lethisa sudah tahu seperti apa sifat Chester setelah melihatnya sendiri hari ini. Namun, ia ingin sedikit menguji pria itu, dan jawaban yang ia terima sangat sesuai dengan apa yang ia harapkan.

Chester memang sempurna untuk dijadikan sekutu.

“Sekarang, apa boleh saya yang bertanya?” celetuk Chester.

Lethisa tersenyum simpul. “Ya, tentu saja.”

“Saya dengar, anda sempat mengalami penculikan tempo hari. Apa boleh saya tahu, siapa yang melakukan itu?”

“Mereka adalah orang yang membuat saya terikat dengan sesuatu yang rumit. Hal besar yang membuat saya bisa mati kapan saja jika ketahuan.”

“Saya bisa membantu anda. Bisakah anda mempercayai saya dan menceritakan semuanya?”

Meski tidak meragukan pria itu, Lethisa enggan menaruh seluruh kepercayaannya kepadanya. Satu hal yang ingin ia lakukan pada Chester saat ini, yaitu menarik ulur.

“Tidak perlu, saya tidak butuh dibantu. Berpura-pura saja tidak tahu. Toh, kejadiannya sudah berlalu.”

“Jangan menyepelekannya. Kejadian ini bisa saja berulang.”

Lethisa justru mendengus geli. Respons itu tentu membuat Chester mengangkat sebelah alis, menatapnya dengan heran.

“Nyawa anda sudah sempat terancam, dan mungkin akan kembali terancam. Karena itu, saya akan melindungi anda. Tolong percaya pada saya,” ujar Chester lagi.

“Baiklah, bantuan anda akan saya pertimbangkan.”

Chester mengernyit. “Apa yang perlu dipertimbangkan?”

“Keinginan saya. Mana yang lebih saya inginkan. Tetap hidup, atau mati saja,” ucap Lethisa asal sambil mengedik bahu.

Chester terbelalak. Bulu kuduknya meremang kala melihat Lethisa justru tersenyum manis setelah mengatakan kalimat yang menyeramkan.

***

Baru saja kembali ke aula pesta setelah sebelumnya pergi bersama Chester ke teras balkon, seorang pelayan wanita menghampirinya dan memandangnya dengan takut-takut.

“P-permisi, Nona Lethisa ..?”

Lethisa menoleh dan menyahut datar. “Apa?”

“A-anu, Nona Roselyn ingin berbicara dengan anda.”

Lethisa mengernyit halus, sebelah alisnya terangkat naik. Ia memandang pelayan itu dengan sorot menerawang sembari menggerutu, bicara pada dirinya sendiri.

“Dia yang membutuhkanku, kenapa harus aku yang datang menghampirinya?”

“M-maaf, Nona! S-saya akan sampaikan pada Nona Roselyn!”

Kerutan dahi Lethisa semakin dalam sebab melihat tingkah berlebihan itu. Ada apa dengannya? Padahal subjek gerutunya itu Roselyn, kenapa dia yang meminta maaf? Tapi, ya sudahlah. Lethisa tidak mau ambil pusing.

“Tunjukan jalannya padaku.”

***

Gelas di tangan Lethisa semula terisi penuh oleh jus jeruk. Namun, sampai sudah tersisa setengah, Roselyn masih saja hanya mengumbar omong kosong yang merupakan kalimat-kalimat provokatif yang sama sekali tidak berhasil membuat Lethisa terprovokasi.

Sejak tadi ia hanya menanggapinya dengan berdehem tanpa minat, tanpa melihat lawan bicaranya yang tidak ada bosan-bosannya berceloteh di sebelahnya. Masih sampai saat ini.

“Sekeras apa pun saya mencoba belajar, saya tetap tidak akan bisa menyaingi anda, Nona Lethisa. Anda yang paling cocok mengisi posisi Grand Duchess. Karena itu, saya akan memberikannya kepada anda dengan suka rela, biar nanti saya menjadi selir Grand Duke saja. Saya tidak masalah kok. Kita bisa berbagi tugas di masa depan. Anda mengurus Duchy, dan saya menemani Grand Duke. Jadi, kita—”

“Jika orang lain yang mendengarnya, kau pasti sudah kena masalah, Roselyn. Setidaknya kau akan mendapat tamparan. Tetapi, untungnya kau berbicara padaku.”

Setelah beberapa waktu berlalu, akhirnya Lethisa memberi tanggapan selain berdehem acuh. Lethisa menatap Roselyn dengan menyungging seulas senyum kapitalis. Reaksi yang tidak terduga membuat Roselyn terenyak dan mengerjapkan mata beberapa kali dengan bingung.

“Kalau kau hanya mengumbar omong kosong begitu, kau tidak akan bisa mendapat apa yang kau inginkan, Roselyn.” Lethisa kembali berbicara.

“Saya tidak menginginkan apa pun kok.”

Roselyn berusaha bersikap tenang, tetapi terlihat jelas dari sorot matanya, perempuan itu masih terguncang. Itu membuat Lethisa mendengus geli dan terkekeh kecil. Di sela tawanya, ia berjalan mendekati Roselyn, menyentuh sebelah bahunya dan mencondongkan tubuh agar bibirnya berada tepat di sebelah telinga gadis itu.

“Daripada berusaha memancingku agar aku menyakitimu, kenapa tidak kau sakiti saja dirimu sendiri? Setelahnya, kau tinggal menuduhku. Tidak peduli yang keluar dari mulutmu adalah fakta atau kebohongan, orang-orang akan lebih percaya kepadamu daripada aku, kan?”

Bisikan Lethisa yang terdengar begitu persuasif membuat tubuh Roselyn menegang.

“A-apa maksud anda?”

Lethisa menjauhkan diri setelah berbisik, mundur beberapa langkah untuk memperluas ruang antara mereka. Lethisa yang melihat kebingungan Roselyn memasang seulas senyum lebar.

“Kau yang paling tahu soal itu,” jawab Lethisa santai. “Aku sedang memberimu kesempatan. Jadi cepat, sebelum pestanya berakhir,” imbuhnya persuasif.

Roselyn menatap Lethisa ragu. Pikirannya berkecamuk. Ia tidak mengerti apa yang terjadi pada Lethisa, dan mengapa dia mengatakan hal demikian kepadanya. Tetapi Lethisa benar, pesta akan segera berakhir. Jika ia gagal menjalankan misi, semuanya bisa kacau. Karena itu, ia sudah bertekad dan segera berjalan mendekat.

“Nona Lethisa,” panggil Roselyn.

“Ya?” sahut pemilik tenang.

Roselyn mengambil sebelah tangan Lethisa lalu meletakkan telapak tangan itu di dadanya. Kemudian, ia tersenyum licik sembari memandangi calon korbannya.

“Terima kasih,” kata Roselyn seraya tersenyum miring.

Lethisa menyeringai. “Sama-sama.”

Brukk!

Prang!!











Bersambung . . .











Kalau suka, jangan lupa vote!
See you~

Revisi : 04-10-2023

Villainess Want to Die [END]Where stories live. Discover now