Bab 32

11.2K 1.4K 69
                                    

Dengan langkah gontai, Lethisa berjalan menyusuri lorong kediaman sembari menguap dan mengucek sebelah mata. Nyawanya belum terkumpul sepenuhnya, ia masih mengantuk. Namun, perutnya yang keroncongan membuatnya mau tidak mau harus meninggalkan ranjang untuk pergi sarapan.

Gadis itu bahkan hanya membasuh muka sekadarnya, dan belum mengganti gaun satin tipis biru muda sepanjang betis yang ia gunakan untuk tidur.

Ketika pintu ruang makan terbuka, keningnya berkerut. Atmosfer yang lebih hampa dari biasanya membuatnya heran sekaligus bingung. Aneh. Biasanya Lethisa selalu jadi orang terakhir yang datang. Entah itu pada saat sarapan, makan siang, maupun ketika waktu makan malam. Namun, saat ini ia tidak melihat eksistensi siapa pun di ruangan tersebut, kecuali Milana, sang Duchess Wesley.

“Di mana yang lain?”

“Ayah dan Kakakmu sudah berangkat ke Istana sejak fajar tadi. Ada urusan mendesak katanya.”

Tanggapan yang ia dapat tidak membuat kerut-kerut halus di keningnya memudar. Meski begitu, Lethisa terus melangkah dan berakhir duduk pada kursi kosong di seberang Milana.

“Seberapa mendesak sampai harus keluar rumah subuh-subuh? Matahari saja belum berangkat kerja.”

Di saat yang sama, para pelayan mulai menaruh alat makan beserta menu sarapan pagi ini ke atas meja. Semangkuk sup daging panas masih mengepulkan asapnya. Beberapa potong roti panggang menguarkan bau harum mentega.

Tidak terlalu banyak yang tersaji, namun Lethisa merasa cukup puas meski baru mencium aromanya.

“Peperangan akan terjadi dalam waktu dekat. Karena itu, Ayah dan Kakakmu jadi lebih sibuk dari biasanya.”

Lethisa yang semula sudah membuka mulut, mengarahkan sendok ke rongga mulutnya mendadak urung memakan supnya. Kalimat Milana membuat selera makannya mendadak hilang. Bola matanya terbelalak. Namun, sedetik setelahnya, matanya menyipit, rahangnya mengeras. Emosi negatif mulai merambat di dalam dirinya dan dengan cepat amarahnya mendidih.

“Perang? Tiba-tiba?” ujarnya, menahan geram. “Apa yang terjadi? Bukankah selama ini Kerajaan sedang baik-baik saja? Sejak kapan ada konflik dengan negara lain?” timpalnya lagi.

“Kerajaan Finnomark tiba-tiba menolak perjanjian bilateral yang sudah berlangsung selama hampir 25 tahun. Entah atas dasar apa, Ibu juga belum tahu. Jadi, akan terjadi pertempuran karena Finnomark sudah mengibarkan bendera perang.”

Lethisa termengung sesaat. “Finnomark ... negara asal anda kan, Duchess?”

Milana hanya tersenyum getir dan mengangguk lemah.

Lethisa menumpahkan kembali sup di sendok ke mangkuk sembari menghela napas gusar. Berusaha menahan emosi yang sudah siap meledak kapan saja, ia melampiaskannya dengan menggenggam kuat gagang sendok sembari menggigit bibir.

Sebuah nama yang tiba-tiba terbesit di benaknya membuat Lethisa kian berang. Ia yakin jika semua ini ulahnya. Ulah dari pria licik dan serakah yang menginginkan kekuasaan dengan cara mengorbankan banyak hal milik orang lain, termasuk kehancuran keluarga Wesley.

Melihat bagaimana Lethisa mendadak bisu dengan ekspresi wajah tajam dipandang membuat Milana merasa serba salah.

“Tenang saja, semuanya pasti berakhir cepat. Tidak ada yang perlu dicemaskan karena Komandan Chester yang akan memimpin peperang—Lethisa, mau ke mana? Sarapanmu ..!”

Villainess Want to Die [END]Where stories live. Discover now