Bab 02

46.1K 3.9K 70
                                    

Russell sebagai dokter mengganti perban yang membalut sebelah pergelangan tangan Lethisa. Tidak hanya berdua bersama pasien, Duke dan Duchess hadir untuk mengamati secara langsung perkembangan kesehatan sang putri tunggal yang masih terlelap.

Lethisa meringis karena nyeri yang menjalar di tangannya. Karena merasa tidak nyaman, ia membuka matanya perlahan-lahan kemudian mengerjap beberapa kali guna memperjelas pandangannya yang sedikit kabur.

“... Lethisa?”

Suara Milana menghisap atensi gadis pemilik nama. Sontak, Lethisa menoleh dengan gerakan lemah. Saat menyadari ada tiga orang yang tidak ia kenali berdiri di kiri dan kanan tempat tidur, ia langsung terduduk dan menutup tubuhnya dengan selimut hingga sebatas dada dengan takut dan waspada.

“S-siapa ..?” cicit Lethisa.

“Ini Ibu, sayang.” Milana menyahut.

Lethisa menggeleng cepat. “B-bukan, kau bukan ibuku.”

“Lethisa, ini Ibu—”

“Bukan! Kau bukan! Ibuku ..!” Lethisa memutus kalimatnya ketika dadanya terasa sesak. “I-Ibuku mati ...” imbuhnya lirih.

Bagai tersambar petir tiba-tiba, ketiga orang itu terkejut setengah mati.

Lethisa seketika kalut dan menangis sesenggukan sembari beringsut di dalam selimut. Di sela isak tangisnya, ia beberapa kali bergumam kata ‘Ibu’ dengan suara parau dan lirih.

“Nona, bisa bicara dengan saya sebentar?”

“Kau siapa lagi?!” hardik Lethisa di tengah tangisnya.

“Saya dokter, Nona,” ujar pria setengah abad itu. “Bisakah anda tenang dan berhenti menangis? Saya ingin bertanya, sebentar saja,” sambungnya lagi.

Lethisa tidak menyahut. Namun, tangisnya lambat laun mereda. Gadis itu tidak berhenti memandang pria dengan jas putih yang baru saja bersuara. Tidak terlalu banyak memakan waktu hingga tangisan Lethisa berhenti sepenuhnya. Kini, yang tersisa hanya lah suara sesenggukan kecil tanpa air mata.

“Bolehkah saya bertanya, Nona?” Lethisa mengangguk kaku, mengiyakan. “Apa anda ingat siapa nama anda?” tanya Russell.

“... Lethisa,” jawab gadis itu singkat.

“Berapa usia anda?”

“... Sembilan belas.”

“Anda tahu kan siapa mereka?”

Lethisa menoleh. Ia memandang sepasang pria dan wanita yang ditunjuk Russel menggunakan tangan terbuka. Keduanya berdiri berdampingan di sebelah kanan ranjang, berseberangan dengan Russell yang berdiri di sebelah kiri.

Lethisa hanya menoleh sekilas kemudian kembali melihat Russell dan menggeleng kepala setelahnya.

“Kalau tempat ini? Anda pasti tahu kan?” tanya Russel lagi.

“Bagaimana aku bisa tahu hal-hal yang baru pertama kali aku lihat, Dokter?” ujar Lethisa, berbalik melempar tanya.

Sang lawan bicara menghela napas setelahnya. Pada waktu yang sama, Isaac Xelion Wesley dan Milana Winona Wesley sama-sama merasa kecewa atas perkataan Lethisa. Hati sepasang orang tua itu terluka. Namun, tak ada yang dilakukan oleh keduanya selain diam-diam menatap nanar gadis yang mereka percayai adalah putrinya.

Villainess Want to Die [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang