Bab 11

22.1K 2.3K 19
                                    

Lethisa dan Kenneth tidak langsung pulang. Atas keinginan gadis itu yang tidak pernah menjelajahi dunia ini sama sekali sebelumnya, mereka berakhir berkeliling alun-alun Ibu Kota, menjajahi segala macam pedagang pasar selama berjam-jam, juga membeli banyak jajanan—tentu saja semuanya hasil merampok dompet Kenneth.

Kini Lethisa menarik Kenneth untuk memasuk ke sebuah kedai makanan sederhana. Mereka duduk di kursi kosong yang tersedia di area tengah—hanya mereka berdua sebab kesatria yang mengawal mereka memilih untuk menunggu di luar.

Tidak perlu menunggu terlalu lama, pesanan mereka tiba. Pelayan itu dengan ramah mempersilakan mereka menikmati hidangan.

“Semalam, apa yang Hendry lakukan padamu?”

Sembari mengaduk pasta di piringnya, Lethisa bertanya atas dasar penasaran. Kenneth melirik kakaknya sekilas lalu kembali menatap piringnya sembari mengaduk pastanya juga.

“Aku dimarahi,” jawabnya singkat lalu menyuap makannya.

“Sampai dipukul?”

Kenneth hanya menjawab dengan anggukan cepat.

Lethisa mengetahuinya sebab ada bekas kemerahan yang tertinggal di pipi kiri Kenneth, meski kini tampak samar—sudah memudar. Jelas itu bekas tamparan.

“Hendry tidak terlihat seperti orang yang kasar. Dia tampak seperti orang yang lebih suka menggunakan otak daripada otot,” imbuh Lethisa lagi, bermonolog.

“Memang,” sahut Kenneth cepat. “Tapi, jika soal dirimu, perangainya beda lagi. Kak Hendry sebenarnya menyeramkan. Dia akan mengamuk jika ada orang yang menyakitimu.”

“Karena itu, dia memarahimu? Karena menggunakan nada tinggi ketika bicara padaku?”

Kenneth kembali menunduk, menghindari kontak mata dengan Lethisa dan hanya menyahut dengan berdehem singkat.

“Berarti itu bukan salahku ya. Kau ditampar karena dirimu sendiri,” celetuk Lethisa. “Coba saja kau percaya saat kubilang aku bukan kakakmu dan tidak berteriak, Hendry pasti tidak akan memarahimu.”

Kenneth masih setia menutup rapat bibirnya. Jika Lethisa sudah menyinggung soal ‘Aku adalah Lethisa yang lain, bukan kakakmu’ mau tidak mau Kenneth harus mengiyakannya saja. Jika tidak, bisa-bisa mereka beradu argumen lagi. Dan dirinya akan berakhir ditampar Hendry untuk kedua kalinya.

“Ibu ingin aku meneruskan bisnisnya, Kak. Apa kau tertarik untuk melakukannya juga? Kita bisa melakukannya bersama-sama. Jika kau mau.”

Setelah hening tanpa dialog selama beberapa saat, Kenneth akhirnya memberanikan diri untuk memulai percakapan.

Lethisa sudah tidak mengacuhkannya seperti ketika ia baru kembali dari akademi. Sekarang, Lethisa bahkan menanyainya lebih dulu. Ini berarti, Lethisa sudah lebih menganggap ada eksistensinya kan?

“Bisnis apa?” tanya Lethisa basa-basi. Sejujurnya, ia sama sekali tidak berminat.

“Perhiasan,” jawab Kenneth cepat. “Keluarga Ibu kan punya tambang permata di Finnomark.”

Kening Lethisa berkerut. “... Finnomark?”

“Ya. Kerajaan Finnomark yang berada di perbatasan barat negara kita.”

Villainess Want to Die [END]Where stories live. Discover now