Tangisan

1.7K 84 9
                                    

"sayang, cobain deh masakan aku" seluruh perhatian pria yang sejak tadi di sibukkan dengan buku bacaannya kini teralihkan sepenuhnya pada sang istri. Senyum wanita dengan rambut terikat asal ke atas mengembang sempurna, di tangannya sudah ada semangkuk masakan yang sejak tadi ia buat.

"Sini" tempat yang kosong disampingnya ia tepuk-tepuk untuk meminta sang istri bergabung dengannya.

"Kamu harus cobain masaka aku, kali ini aku yakin rasanya sudah pas" kaca mata baca yang sejak tadi bertengkar di pangkal hidung mancungnya Azha lepas dan ia letakkan ke atas buku yang ada di atas meja.

"Berapa jam tadi masaknya" Azha menggoda sang istri.

"Nggak lama ko, tiga jam aja" Keduanya tertawa, sendok di tangan Alesha kini berpindah ke tangan Azha. Sup Ayam dengan irisan bawang goreng di atasnya nampak menggugah selera, asap yang mengepul dari dalam mangkuk menerpa wajah keduanya.

"Aku yakin kamu bakalan suka" ucap sang istri tak sabar Azha mencicipi sup yang sudah susah payah ia buat.

"Bismillah" satu sendok sup kini menyapa indra perasa Azha. Di kunyah nya secara perlahan beberapa potong sayuran yang nampak besar tidak seperti dengan potongan sup pada umunya.

"Gimana? enak kan?" Azha mengangguk kecil.

"Enak sayang, tapi alangkah baiknya kamu tambahin sedikit garam, sedikit aja" Sudut bibir yang tadi terangkat ke atas perlahan melengkung ke bawah.

"Sayang.... ini sudah enak, cuman kurang sedikit.... aja garam" wajah cantik yang tadi begitu terlihat antusias berubah murung, di pandanginya sub ayam buatannya, Sup ke tiga yang ia buat tapi selalu saja ada kekurangannya. Satu hari yang lalu sang suami sampai terbatuk-batuk karena rasa asin yang menyiksa kerongkongannya, sedangkan satu minggu yang lalu... justru lebih parah, niat hati ingin merebus kaldu hingga mendidih, ia justru membuat kaldu itu hilang dari panci dan berubah menjadi kepulangan asap yang hampir saja mencelakainya dan membakar rumah minimalis mereka.

"Aku nggak mau masak lagi" ucapnya seraya melipat tangan di depan dada. Sesaat ia rasakan tangannya di raih sang suami untuk di genggam.

"Ayo kita tambahkan sedikit garam di sup buatan kamu agar lebih enak" tidak ada penolakan saat tangan kanannya sudah di genggam dan di tuntun untuk kembali masuk kedalam dapur.

"Sedikit aja sayang" sup yang tadi berada di dalam mangkuk di tuang kembali kedalam panci, satu sendok takar garam menyusul kemudian, kompor dinyalakan tidak terlalu besar. Secara perlahan tangan kiri lihai mengaduk sup buatan istri tercinta, sedangkan tangan kirinya masih menggenggam jemari lembut wanitanya.

"Sudah deh" sendok makan Azha celupkan kedalam panci, ia ambil secuil untuk mencicipi rasanya.

"Pas" mangkuk yang sama ia gunakan kembali, setelah mengisi setengah mangkuk itu dengan sup yang sekarang mungkin lebih berasa di bandingkan sebelumnya.

"Kita makan pakai nasi anget enak kayanya" Walaupun masih murung, Alesha tetap bergerak mengambil semangkuk nasi untuk menjadi pelengkap makan siang yang terlambat hari ini. Tidak lupa Alesha mengambil sendok baru di tempat penyimpanan.

Sendok di tangan sang istri Azha singkirkan, ia angkat sendok miliknya sendiri untuk di tunjukkan pada Alesha.

"Kita suap suapan biar lebih romantis" kini wajah itu kembali tersenyum manis, ada perasaan malu dan bersemu setiap kali mendengarkan godaan dari pria yang menikahinya beberapa bulan yang lalu ini.

Pria yang terpaksa ia terima menjadi suami untuk menyenangkan hati kedua orangtuanya. Pria yang selalu sabar menghadapi sikapnya yang menyebalkan.

Sudah ia tanamkan jika hatinya tidak akan pernah bisa menerima apalagi mencintai pria pilihan orangtuanya, tapi lihatlah sekarang, bagaimana takdir bermain, lihat bagaimana tuhan berkehendak, semuanya berubah. Rasa cinta yang mungkin bisa di katakan mustahil justru hadir dengan sendirinya di dalam hubungan mereka.

Kenangan indah itu tiba-tiba saja muncul di Kepala Alesha saat memandangi bingkai pernikahan kecil yang sengaja orang tuanya letakkan di atas meja riasnya.

Di foto itu tidak ada sekali terlihat senyum di wajah Alesha, begitu juga dengan Azha. Jika Alesha jelas memperlihatkan ketidaksukaannya, berbeda lagi dengan Azha, pria itu memasang wajah datar dengan tatapan mata yang kosong.

"Di foto ini kita nggak ada bahagia bahagianya, Zha" bingkai itu ia letakkan lagi ke tempatnya. Ia dudukkan diri di kursi kecil berbentuk segiempat dengan bantalan empuk.

Setelah meyakinkan diri akhirnya ia kembali menghidupkan ponsel yang sudah satu bulan ini di matikan. Saat ponsel pintar itu terhubung dengan Internet, deretan pesan dari nomor yang sama masuk memenuhi notifikasi ponselnya bersamaan dengan notifikasi notifikasi yang lainnya juga.

Butuh waktu beberapa menit menunggu sampai ponsel itu berhenti mengeluarkan bunyi. Setelah di Pastika semua notifikasi sudah masuk, barulah ia buka Rom chat dirinya dengan sang suami.

Mata yang tadi nampak biasa saja mulai memanas. Perasaan bersalah semakin berkecamuk di dalam dada saat ratusan pesan dari pria yang ia abaikan memenuhi Rom chat mereka.

Semua isi dari chat nya hampir serupa, ucapan permintaan maaf dan kata menyesal.

"Aku yang salah, Zha. Aku yang harusnya minta maaf, bukan kamu"

Jantung yang tadi ikut sesak seketika berdetak hebat saat bunyi pecahan terdengar tepat di depan pintu kamarnya yang tertutup rapat. Dengan segera ia letakkan ponselnya dan melangkah mendekati sumber suara.

"Ibu, mamah, papah" secara bergantian Alesha pandangi ketiga orang di depannya, mereka bertiga berpaling menatap Alesha dengan wajah yang berbeda-beda.

Farah dan Anton dengan sorot mata yang sudah merah berair sedangkan Dewi mertuanya dengan wajah terkejut. Ia beralih ke arah lantai, pecahan gelas dengan cairan putih yang Alesha tebak adalah susu kini berhamburan dengan beling di mana-mana.

"Kenapa bu... mah?" Dewi menggeleng, matanya pun mulai memerah, ia abaikan panggilan-panggilan dari besan dan menantunya.

"Ayah"

"Ayah"

"Ayah...." Suara Dewi menggema di seisi rumah. Semakin tidak mengertilah Alesha, ada apa sebenarnya, apa penyebab kegaduhan di rumah mereka, apa alasan teriakan mertuanya, apa penyebab dari pecahnya gelas susu di hadapannya.

"Mah kenapa?" tak kuasa Farah menahan gejolak di dalam dada, ia tak katakan apapun, di peluknya sang putri tunggal yang sekarang sedang hamil muda.

"Mah... kenapa?" Perasaan cemas pun kini Alesha rasakan, pasalnya tidak ada satupun dari mereka yang ingin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

Jeritan dari lantai satu membuat pelukan Farah terlepas. Dengan hati-hati Alesha melangkah melewati pecahan kaca agar tidak melukai telapak kakinya.

"Alesha" panggilan Farah di abaikan, Alesha terus melangkah cepat menuruni tangga.

"Ibu ada apa? Ibu kenapa?" Tidak ada jawaban, hanya suara tangisan menyayat hati yang Alesha dengar.

"Ayah... Kenapa yah? Jangan diam aja, kasih tau Alesha ada apa?" Jeritan dan Isakan Dewi semakin mengeras, bukan hanya mertuanya yang menangis, orang tuanya sendiri pun sama.

"Putra ku, Azha...."teriakan Dewi dengan menyebut nama sang suami seakan memacu detak jantung Alesha semakin berdetak kencang.

"Putra ku....."

Akan di revisi setelah tamat
20/07/2023
Maaf bila ada typo

"ELZHA" Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang