Menenangkan diri

1.7K 101 27
                                    

Tangan halus yang dulu menimang tubuhnya di dalam dekapan, kini terlihat mulai mengeriput, urat-urat di punggung tangan pun ikut menonjol, kerutan di berbagai sudut wajah menunjukan usia yang sudah tidak semuda dulu lagi, tarikan nafas yang teratur di dalam tidur sesekali terdengar serak akibat peradangan yang terjadi di tenggorokan.

Sedang anak yang selalu ia timang dengan setia menemani di sampingnya, jari-jari yang dulu selalu memberi kehangatan di pijat dengan pelan.

Rasa kawatir melihat wanita yang telah melahirkannya terbaring lemah di ranjang pesakitan tidak bisa Azha sembunyikan. Beberapa hari sang ibu di rawat tapi barang sekalipun ia tak pernah menanyakan kabar, Azha terlalu di sibukkan mencari sang istri yang pergi entah kemana, sampai melupakan kewajibannya sebagai seorang anak.

Tidak Azha lepas sedikitpun tangan Farah dari genggamannya. Azha selalu duduk di samping Farah kecuali saat sholat saja, sedikitpun Azha tidak ingin meninggalkan Farah.

"Nak, pulanglah dulu, Istirahat. Kamu dari Bandung langsung kerumah sakit menemui ibu, ibu sudah nggak papa nak, ibu juga besok sudah boleh pulang. Kamu juga butuh istirahat anak ku"

"Ibu mu benar nak, pulang lah dulu, kamu juga butuh istirahat, jangan sampai kamu ikut di rawat" timpal Ali dan ikut duduk di samping sang anak. Ali melakukan hal yang sama seperti Azha, ia pijat kaki sang istri dengan pelan.

"Nggak, Azha nggak papa ko, Azha akan pulang dengan kalian aja" baiklah, Farah dan Ali menyerah untuk membujuk putra sulungnya untuk pulang, toh besok Farah juga sudah boleh pulang.

"Ya udah kalau nggak mau pulang, istirahat nak, mata mu itu loh kelihatan lelah sekali"

"Iya nak, tidur ya sayang. Ibu sudah nggak papa, ibu justru khawatir sama kamu nak, kamu keliatan capek banget"

"Maaf ya Bu, Azha nggak ada waktu ibu sakit, Azha nggak ada kasih ibu kabar hampir satu bulan, Azha juga nggak ada tanyain kabar ayah sama ibu, maafin Azha" Ali mengusap punggung putranya, putra yang terlihat lebih kurus dari terakhir kali ia lihat. Azha menidurkan kepalanya di atas perut Farah, tangan Farah yang terbebas dari infus ia arahkan untuk mengusap bagian belakang kepala Azha.

"Anak ibu sudah besar, sudah jadi suami, tapi masih manja aja sama ibu, iya kan yah?" Ali mengangguk kecil, tangannya masih mengusap punggung Azha, sepersekian detik Farah dan Ali saling tatap, mereka merasa ada yang aneh dengan putra sulungnya, ada sesuatu yang Azha sembunyikan dari mereka. Sejak tiba dari Bandung, Azha lebih banyak diam, mata teduh anaknya terlihat begitu lelah, nampak sekali lingkaran hitam di bawah matanya.

....

Azha menuntun Farah untuk duduk di kursi roda, sore ini Farah di perbolehkan untuk pulang setelah satu minggu di rawat di rumah sakit. Azha berpindah duduk di hadapan Farah, Azha genggam tangan Farah dan menggunakan ibu jarinya untuk mengusap punggung tangan Farah. Usapan tangan Farah di kelapalanya membuat Azha mendongak, Azha tampakkan senyum untuk Farah

"Istri mu mana nak?"

"Ada di Bandung, bu" Azha berdiri berniat menghindari pertanyaan tentang Alesha, bukan kali pertama sejak ia datang. Farah sebelumnya juga sudah tanyakan keberadaan Alesha yang tidak ikut menjenguknya, tapi sepertinya Farah tidak puas dengan jawaban Azha yang hanya mengatakan hal yang sama, jika Alesha ada di Bandung dengan kedua orang tuanya.

Farah menahan pergelangan tangan Azha, merasakan cengkraman dari sang ibu, Azha kembali duduk bersimpuh di hadapan Farah.

"Kamu anak ibu, Zha. Ibu mengenal kamu lebih dari orang lain mengenal kamu, ibu tau nak... ada yang kamu sembunyikan walaupun dari tatapan mata kamu" Azha hanya tersenyum dengan menggelengkan kepala.

"ELZHA" Where stories live. Discover now