36. Overboard •

11 4 0
                                    

Berlebihan

"Okelah, kau memang tak menyukaiku. Ah, ya sudah lah ... kita pulang saja, sudah sore." Rio pun tersenyum simpul kemudian menggenggam tangan Genda.

"Kita bisa jadi sahabat, Ri." Genda pun tersenyum simpul dan mengayunkan pegangan tangannya pada pemuda itu.

"Iya." Rio pun mengangguk mengerti.

Hari itu hujan pun mereda, Genda dan Rio kemudian berjalan beriringan menyusuri trotoar di sana. Hawa dingin pun seolah menusuk hingga masuk ke dalam tulang mereka.

"Kita ke perpus saja, Ri. Ya, sejak restoran dibuka membuatku tak sempat untuk mengunjunginya. Agak menyesal karena ini sudah diamanatkan kepadaku supaya aku yang menjaganya. Kalau ingat pak Ilham memang membuatku sedih, beliau tiggal sebatang kara karena anak dan isterinya yang sudah meninggal. Kata beliau sih, dulu anaknya meninggal saat ia umur 7 tahun. Ia lantas merasa terpuruk dan kemudian membangun perpusatakaan ini. Hidupnya hanya membaca dan menulis novel. Katanya dengan begitu memori menyakitkan itu akan sirna sejenak."

"Kalau boleh tahu itu kenapa?" tanya Rio.

"Kebakaran, Ri. Pak Ilham dulu bukan dari keluarga miskin, buktinya ia bisa membangun perpustakaan ini di saat rumahnya itu terbakar. Kalau kau penasaran dengan rumah barunya yang sekarang sih tak jauh dari sini kok. Hanya saja itu hanya rumah sewa. Ahaha, agak aneh, karena beliau selalu menghabiskan waktunya di sini ketimbang di rumah sewaannya itu. Kau belum tahu, lihat di sana ada kamar kecil yang mana biasa digunakan beliau untuk tidur di sini.

"Ayah ... ibu ..." beberapa orang yang ada di hadapannya menatapnya sendu. Ia lantas bingung kenapa bukan wajah orang tuanya yang ia dapatkan? Tapi malahan beberapa orang dewasa tak lupa anak-anak yang seumuran dengannya.

"Kau tinggal di sini saja ya, Nak. Orang tuamu sudah meninggal dan akan dikuburkan di hari ini juga."

"Tapi ... hiks."

"Akan kami bersihkan dulu badanmu, Nak. Tuhan masih menyelamatkanmu, kalau tidak kau akan meninggal terbakar bersama orang tuamu."

"Aku di mana?"

"Di panti asuhan."

"Kutekankan lagi, dulu sejak aku diusir oleh ayah dari rumah, dan tinggal di rumah tua aku jadi jarang ke sini. Ia sudah menganggapku sebagai anaknya sendiri. Kita ini aneh, Ri, terkadang datang seorang malaikat yang baru untuk menyelamatkan kita, tapi kita tetap saja berharap pada iblis di masa lalu yang mana kita lupa untuk memaafkan. Selama ini yang kurasakan hanya itu, aku merasa sulit untuk memaafkan karena perlakuan orang terdahulu. Selama ini aku masih heran saja, sama pemikiran ayahku. Aku selalu dibuat bingung olehnya. Aku tak bisa membencinya, bahkan setiap hari aku ingin ia juga melupakan masa lalunya dan kembali padaku ini."

"Pak Ilham sudah meninggal, bukan?"

"Iya, oh, kalau kau ingin berkunjung ke makam nya kita bisa ke sana bareng, kok."

"Hmm, iya."

"Ah, iya. Aku mengerti. Aku tanya sekali lagi, apa kau dahulu benar-benar menyukai John?" Rio pun menyilangkan lengannya sambil sedikit berpikir.

"Aku? aku tidak menyukainya. Tapi satu hal, ada beberapa momen di mana aku merasa tak tega dengannya."

"Kau menerimanya karena suka atau kasihan?"

"Haha, kenapa kau bertanya begitu? Agak kejam, tapi itu terkadang hampir memiliki rasa yang sama sih."

"Ah, tapi kurasa kau menyukainya secara perlahan."

"Cih, aku hanya kasihan."

Vanrevco.

Revan POV.

Fall on Deaf Ears [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang