11. Triggered •

760 183 232
                                    

Terpicu

Sudah seminggu Genda tidak ada kabar. Hal ini tentunya membuat Revan sedikit frustasi. Nomor gadis itu pun tak aktif yang mana membuat Revan kesulitan untuk mencarinya.

"Mengapa aku memikirkannya? Apa yang terjadi padaku, argh!" usak rambutnya kasar.

"Selesai!" pekiknya.

Tak memedulikan isi kepalanya, Revan hanya bisa tersenyum puas saat melihat tubuhnya yang semakin hari begitu proporsional. Jadi, meskipun ia sibuk dengan pekerjaanya, ia masih menyempatkan dirinya untuk olahraga di rumah ataupun di gym. Revan hanya kesal saja, dulu ia suka dibuli karena tubuh krempengnya. Bukan juga merubah dirinya karena untuk dipuji, ya setidaknya supaya ia tidak mendengar lagi kata-kata yang menyakitkan itu lagi.

 Bukan juga merubah dirinya karena untuk dipuji, ya setidaknya supaya ia tidak mendengar lagi kata-kata yang menyakitkan itu lagi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

7: 45 AM

Masih pagi, lantas Revan berniat pergi restorannya. Setelah sampai, ia pun beralih memarkirkan motornya di depan tempat itu.

Beberapa wanita yang ada di emperan toko yang tidak jauh dari sana pun hanya bisa terpana dengan kemunculan Revan. Revan yang sadar sedang menjadi pusat perhatian hanya bisa tersenyum maklum.

Lanjut, Revan pun melangkahkan kakinya dan membuka pintu kaca di sana. Matanya mengedar pelan, terasa berbeda dan jauh dari kata ramai seperti biasanya.

Satu kata yang ada di benaknya, 'Sepi.'

Krietttt

"Yakk! mengapa kau muncul seperti hantu, eoh?" Friska yang sedang memasak terlihat terkejut dengan kedatangan Genda yang tiba-tiba datang dari pintu belakang.

"Kau juga Bang, tumben kau tak bawa mobil?" kata Rio sambil celingukan.

"Hufth," hembus Revan pelan mengabaikan Rio dan Friska.

Jadi, Revan dan Genda tiba Vanrevco di jam yang sama. Genda lewat pintu belakang restoran tersebut, dan Revan lewat pintu depan. Keduanya nampak canggung dan tanpa sadar Dion menatap bingung Revan dan Genda.

"Pasti ia berpikir kalau aku tak mencarinya," batin Revan.

Revan pun kemudian memasuki ruang pribadi miliknya dan pura-pura tidak menghiraukan Genda. Ia juga beringsut mendudukkan dirinya pada kursi yang ada di ruang tersebut setelah mengambil salah satu buku yang terjejer di rak.

Drttt drttt drtt

Diangkat lah nomor telepon yang menghubunginya itu. Semakin kesal karena yang menghubunginya adalah kakeknya, si Parvez.

"Ya," balas Revan dengan nada dingin.

"Apa kau tidak ingin melihatku? Apa kau tidak ingin melihat kakek dan nenekmu ini?" tanya pria tua yang ada di seberang telepon.

"Untuk apa? tidak penting." Revan mengernyitkan dahinya.

"John akan menikah," jawabnya.

"Aku tidak ingin berurusan dengan kalian, sampai sini paham?" Revan sampai lupa tidak mengundangnya dengan sebuah nama panggilan atau apapun itu.

Fall on Deaf Ears [COMPLETED]Where stories live. Discover now